• Login
  • Register
Sabtu, 2 Juli 2022
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Perdamaian Dunia dalam Al-Qur’an yang Dijunjung Tinggi

Dalam konteks beragama tidak ada unsur suatu paksaan. Selebihnya, keberagaman agama, bangsa, suku, bahasa, bahkan warna kulit bukanlah halangan untuk saling berinteraksi dan bersilaturahmi

Muhammad Yusril Muna Muhammad Yusril Muna
19/05/2022
in Publik
0
menebar kedamaian

menebar kedamaian

227
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Perdamaian dunia merupakan hal yang esensial dalam kehidupan manusia, karena dalam kedamaian itu tercipta dinamika yang teratur, harmonis dan humanis dalam setiap interaksi antar sesama. Dalam suasana aman dan damai, manusia akan hidup dengan penuh ketenangan dan kegembiraan, juga bisa melaksanakan kewajiban dalam bingkai perdamaian.

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, terdiri dari berbagai budaya, etnis, suku, bahasa, bahkan agama lainnya. Kemajemukan yang merupakan keniscayaan tersebut, di satu sisi merupakan khazanah kekayaan bangsa sekaligus sebagai pemersatu kekuatan bangsa, namun di sisi lain justru berpotensi terhadap kehancuran bangsa karena banyaknya kepentingan dari masing-masing kelompok. Sehingga menjadi anacaman bagi perdamaian dunia.

Sungguh disayangkan, acap kali konflik terjadi disebabkan atas perbedaan, salah satunya karena perbedaan agama atau keyakinan. Alih-alih agama menjadi penguat persaudaraan, persatuan dan perdamaian dunia, justru sebaliknya menjadi alat untuk melegitimasi setiap tindakan kekerasan dan permusuhan.

Aziz Arifin dalam bukunya berpendapat bahwa bukan agama semata yang menjadi penyebab tindakan kriminal, melainkan perbedaan sosial politik yang dibungkus dengan nuansa agama. Tentu, kita melihat hal tersebut kian terjadi seiring perayaan demokrasi terbesar di Indonesia saat ini. Jika pemeluk sesuatu agama tidak menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi dalam beragama, tentu yang akan terjadi adalah gesekan demi gesekan dengan pemeluk agama lainnya. Mirisnya hanya karena sebab perbedaan, perdamaian dunia menjadi terancam.

Hal tersebut tentu akan berdampak pada ketegangan, konflik, pertikaian di seluruh wilayah Indonesia, bahkan lebih jauh akan berpotensi terhadap kehancuran bangsa. Dalam menanggapi hal ini, Ibnu Khaldun dalam kitabnya Muqaddimah menyatakan bahwa manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang bersosial, berarti bahwa manusia tidak akan mampu menjalani kehidupan tanpa adanya bantuan dari orang lain. Tentu, didalamnya terdapat adanya interaksi sosial antar sesama.

Daftar Isi

  • Perdamaian Dunia Menurut Al-Qur’an

Perdamaian Dunia Menurut Al-Qur’an

Padahal, perbedaan dalam beragama adalah sebuah keniscayaan yang telah diterangkan Allah dalam QS. al-Kahfi ayat 29 yang berbunyi: “Dan katakanlah, “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barang siapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) hendaklah ia kafir…”

Baca Juga:

Puasa Dzulhijjah Tidak Sampai Sembilan Hari, Bolehkah ?

Toleransi Beragama dalam Tafsir yang Berkeadilan

Doa saat Melihat Mendung atau Awan Gelap

Pergolakan Hidup Perempuan dan Obrolan Menarik Bersamanya

Salah satu penyebab intoleransi agama yaitu persoalan pemahaman keagamaan yang tidak utuh. Pemahaman terhadap teks-teks agama yang tidak komprehensif hanya akan memberikan kesan kaku dalam mengamalkannya. Bahkan lebih jauh menghasilkan pemahaman yang tidak sesuai dengan maksud teks itu sendiri.

Dalil-dalil tersebut acap kali dipahami secara literalis-tekstualis tanpa memperhatikan adanya aspek sosial, kondisi sosial dan lain-lain yang berkolerasi dengannya. Dalam tataran sosial, merupakan bagian terpenting dalam membangun tatanan yang harmonis dan toleran. Maka, dalil-dalil tersebut dibutuhkan kerja-kerja penafsiran yang mempunyai relevansi dengan konteks masyarakat pembaca.

Namun yang terjadi di tengah-tengah masyarakat, perbedaan ini menjadi cobaan terhadap eksistensi persaudaraan kita, dan perdamaian dunia. Jika berbagai perbedaan tersebut direspon secara ekstrem dan hanya menuntut kebenaran sepihak. Maka yang terjadi hanya menimbulkan pertikaian dan permusuhan. Padahal pada kenyataannya, berbagai perbedaan ini hanya terjadi pada persoalan-persoalan furu’ atau masalah-masalah cabang dan tidak dalam masalah-masalah ushul atau pokok.

Oleh karena itu, kedamaian merupakan hak mutlak setiap individu sesuai dengan entitasnya sebagai makhluk yang mengemban tugas sebagai pembawa amanah Tuhan untuk memakmurkan bangsa dan negara. Bahkan, kehadiran damai dalam kehidupan setiap mahluk merupakan sebuah tuntutan, karena dibalik ungkapan damai itu menyimpan keramahan, persaudaraan dan keadilan bagi perdamaian dunia.

Menurut Ibnu Khaldun, yang dikutip oleh Zuhairi Misrawi dalam bukunya, memberikan contoh konkrit bangsa dahulu, Qairawan dan Cordova yang sangat menekankan budaya toleransi dan interaksi sosial antar sesama. Kehidupan damai yang hampir tidak ditemukan konflik sosial apapun, menjadikan kedua bangsa tersebut menjadi bangsa yang maju dalam berbagai sektor kehidupan, baik politik, ekonomi, maupun sosial-budaya.

Dengan ini, setiap umat islam harus mampu membangun toleransi dan saling pengertian antar sesama. Karena itu, didalam islam adanya keberagaman agama dan golongan telah dengan jelas dan tegas diatur dalam QS. al-Hujurat ayat 13 yang artinya: “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan, dan kami menjadikan kamu beberapa bangsa dan beberapa suku bangsa. Supaya kamu saling mengenal satu sama lain.”

Dari firman Allah tersebut, telah jelas bahwa asal usul manusia sesungguhnya dari seorang laki-laki dan perempuan yaitu Adam dan Hawa. Apabila kita menyadari kenyataan ini bahwa, sesama manusia sesungguhnya adalah bersaudara, kemudian beranak-pinak menjadi berbangsa dan bersuku-suku. Karena itu, apabila ditarik kembali ke asal-muasal penciptaannya, niscaya akan membangun kesadaran etis tentang esensi manusia.

Islam juga mengajarkan untuk menghargai agama-agama selain Islam. Seperti firman Allah dalam QS. al-Kafirun ayat 6: “Untukmu adalah agamamu, dan untukku adalah agamaku.” Ayat ini, Allah menegaskan bahwa, dalam konteks beragama tidak ada unsur suatu paksaan. Selebihnya, keberagaman agama, bangsa, suku, bahasa, bahkan warna kulit bukanlah halangan untuk saling berinteraksi dan bersilaturahmi.

Ayat-ayat tersebut, apabila dapat dipahami dengan baik, sudah tentu akan melahirkan sikap untuk saling menghargai terhadap segala perbedaan yang ada, dan berusaha hidup rukun antar kelompok-kelompok masyarakat.

Pada akhirnya, perbedaan merupakan suatu khazanah yang sangat kaya. Jika kita memahami perbedaan, maka secara otomatis akan melahirkan sikap yang dewasa dan saling menghargai antar sesama. Maka dari itu, sikap saling menghargai, kasih sayang, dan toleransi harus selalu kita pegang teguh di setiap ranah kehidupan. Wallahu A’lam bi al-Shawab. []

 

Tags: agamaal-quranislamKeberagamaanPerdamaian Duniatafsir al-qurantoleransi
Muhammad Yusril Muna

Muhammad Yusril Muna

Mahasiswa Pascasarjana Universitas Az-Zaitunah, Tunisia

Terkait Posts

Korban Kekerasan

UU TPKS Melarang Menikahkan Korban Kekerasan dengan Pelaku

1 Juli 2022
Era Digital 4.0

Teknologi dan Tantangan Manusia Memasuki Era Digital 4.0

1 Juli 2022
Korban Kekerasan Seksual

5 Hal Penting yang Perlu Diperhatikan saat Menghadapi Korban Kekerasan Seksual

30 Juni 2022
Krisis Iklim

Peran Anak Muda Dalam Mencegah Krisis Iklim

29 Juni 2022
Relasi Gender

Melihat Relasi Gender Melalui Kacamata Budaya Nusantara

29 Juni 2022
RUU KUHP

13 Pasal Krusial RUU KUHP yang Berpotensi Mafsadat Jika Disahkan

28 Juni 2022

Discussion about this post

No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Era Digital 4.0

    Teknologi dan Tantangan Manusia Memasuki Era Digital 4.0

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pergolakan Hidup Perempuan dan Obrolan Menarik Bersamanya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Simbol dan Hikmah Ibadah Haji (Bagian Kedua)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bolehkan Menggabungkan Niat Puasa Dzulhijjah dengan Bayar Hutang Puasa Ramadhan ?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fikih Haji Perempuan: Sebuah Pengalaman Pribadi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Catat, Ini Keutamaan Shalat Sunah pada Malam Hari di Bulan Dzulhijjah
  • Ini 10 Keutamaan Bulan Dzulhijjah
  • Bagaimana Menyikapi Perbuatan Baik yang Bertepuk Sebelah Tangan?
  • Puasa Dzulhijjah Tidak Sampai Sembilan Hari, Bolehkah ?
  • UU TPKS Melarang Menikahkan Korban Kekerasan dengan Pelaku

Komentar Terbaru

  • Tradisi Haul Sebagai Sarana Memperkuat Solidaritas Sosial pada Kecerdasan Spiritual Menurut Danah Zohar dan Ian Marshal
  • 7 Prinsip dalam Perkawinan dan Keluarga pada 7 Macam Kondisi Perkawinan yang Wajib Dipahami Suami dan Istri
  • Konsep Tahadduts bin Nikmah yang Baik dalam Postingan di Media Sosial - NUTIZEN pada Bermedia Sosial Secara Mubadalah? Why Not?
  • Tasawuf, dan Praktik Keagamaan yang Ramah Perempuan - NUTIZEN pada Mengenang Sufi Perempuan Rabi’ah Al-Adawiyah
  • Doa agar Dijauhkan dari Perilaku Zalim pada Islam Ajarkan untuk Saling Berbuat Baik Kepada Seluruh Umat Manusia
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2021 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2021 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist