Mubaadalah.id – Komisioner Komnas Perempuan, Masruchah menilai, terbatasnya pengaturan tentang kekerasan seksual dalam KUHP baik aturan materil maupun formil, menjadi penyebab utama 90 persen dari kasus kekerasan seksual (KS) tidak dapat diteruskan ke pengadilan.
Bahkan Forum Pengada Layanan (FPL) menemukan hanya 40 persen kasus kekerasan seksual yang dilaporkan ke Polisi, dan dari 40 persen tersebut hanya 10 persen yang berlanjut ke pengadilan.
“RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (P-KS) sebagaimana Naskah RUU yang dihasilkan Baleg DPR RI mengatur 9 jenis Kekerasan Seksual yang tidak diatur dalam KUHP,” kata Masruchah melalui pers rilis yang diterima mubaadalahnews.com.
Ia menjelaskan, di dalam RUU P-KS telah memuat hukum acara yang dapat membantu penegak hukum membuktikan kekerasan seksual, melindungi hak-hak korban dan keluarganya serta mengatur pencegahan kekerasan seksual.
“Penundaan pengesahan RUU P-KS akan semakin menjauhkan korban dari pemenuhan rasa keadilan,” tegasnya.
Berdasarkan hal tersebut, maka Komnas Perempuan mendesak Panja Komisi VIII DPR-RI untuk melanjutkan pembahasan RUU P-KS bersama dengan Panja Pemerintah, setidaknya pembahasan judul, definisi dan sistematika RUU P-KS.
Selain itu pihaknya mendesak Panja Komisi VIII DPR untuk menghentikan sikap mengulur-ulur waktu pembahasan RUU P-KS dengan memanfaatkan penolakan dari segelintir orang terhadap RUU P-KS.
Pihaknya juga meminta kepada seluruh korban, keluarga korban dan pegiat hak-hak korban kekerasan seksual untuk terus memantau dan mendokumentasikan kinerja Anggota DPR RI dalam pembahasan RUU P-KS.
“Ini sebagai catatan sejarah Bangsa dalam perjuangan penghapusan kekerasan seksual di Indonesia,” tuturnya.
Untuk diketahui, Catatan Tahunan Komnas Perempuan memperlihatkan, sejak RUU ini ditetapkan sebagai insiatif DPR (pada tahun 2016) hingga Desember 2018 tercatat sebanyak 16.943 perempuan telah menjadi korban kekerasan seksual.
Data statistik kriminal BPS tahun 2018 juga memperlihatkan rata-rata setiap tahunnya 5.327 kasus kekerasan seksual terjadi di Indonesia. (WIN)