Menurut Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (KOMNAS Perempuan), pelecehan seksual adalah tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun non-fsik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korban.
Pelecehan seksual dapat berupa siulan, main mata, ucapan bernuansa seksual, mempertunjukan materi pornografi dan keinginan seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh pelecehan seksual seperti payudara, paha dan bagian tubuh lainnya, gerakan atau isyarat yang bersifat seksual sehingga mengakibatkan rasa tidak nyaman, tersinggung, merasa direndahkan martabatnya, dan mungkin sampai menyebabkan masalah kesehatan dan keselamatan.
Pelecehan seksual merupakan kategori kekerasan seksual yang masih dianggap sepele oleh mayoritas masyarakat kita. Seringkali pengaduan korban pelecehan seksual tidak digubris oleh aparat kepolisian. Hal ini dianggap lumrah dialami oleh perempuan.
Padahal pelecehan seksual bisa terjadi dimana saja, kapan saja dan oleh siapa saja. Korbannya pun tidak mengenal usia dan jenis kelamin. Pelecehan seksual menjadi sebuah indikator awal sebelum seseorang melakukan tindak kekerasan seksual.
Dalam dunia pendidikan, kasus kekerasan seksual terhadap anak meningkat sepanjang tahun 2019. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat 21 kasus kekerasan seksual pada anak, dengan korban mencapai 123 anak, yakni 71 anak perempuan dan 52 anak laki-laki. 62 % dari kasus tersebut terjadi pada jenjang sekolah dasar.
Melihat data tersebut, dapat disimpulkan bahwa institusi pendidikan kita belum aman untuk anak. Jika ditelusuri lebih dalam, kurikulum pendidikan di Indonesia memang belum memberikan ruang untuk materi/pelajaran tentang seks untuk usia dini. Pembahasan seks di lingkungan sekolah masih dianggap tabu oleh sebagian besar masyarakat kita.
Pada jenjang SD, pemahaman anak tentang seks masih sangat minim, mereka hanya mendapatkan materi tentang organ dan fungsi reproduksi serta ciri-ciri pubertas. Oleh karena itu menjadi wajar jika anak-anak SD adalah korban terbanyak dari tindak kekerasan seksual. Apalagi usia anak-anak SD masih mudah untuk diiming-imingi, mereka juga memiliki rasa takut jika diancam. Terlebih lagi, anak-anak tidak memiliki argumentasi yang kuat untuk melawan.
Guru sebagai ujung tombak dalam dunia pendidikan harus lebih kreatif dan berani untuk menyelipkan materi tentang pendidikan seks di dalam kelas. Pemberian materi ini bisa diawali dengan memberikan pemahaman kepada anak-anak tentang bagian tubuh mana saja yang tidak boleh dilihat dan disentuh orang lain, kemudian dilanjutkan dengan materi tentang pelecehan seksual.
Terakhir adalah memberikan dorongan kepada anak-anak untuk lebih berani melawan pelecehan seksual melalui beberapa tindakan, seperti berteriak sekencang-kencangnya, memukul atau menendang pelaku dan melaporkan kepada guru atau orang tua.
Pendidikan seks sejak dini menjadi sangat penting untuk diberikan. Selain itu, pemerintah melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan juga harus segera membuat formula terbaik untuk kurikulum pendidikan kita yang lebih ramah anak. Dengan demikian, pemahaman anak-anak tentang seks yang benar akan terpatri dalam otak mereka dan pelecehan seksual dapat kita lawan bersama. []