• Login
  • Register
Sabtu, 24 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Bulan Kebangkitan: Menegaskan Realitas Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

Momentum bulan kebangkitan menjadi upaya untuk mempertegas posisi dan peran ulama perempuan Indonesia.

Moh. Rivaldi Abdul Moh. Rivaldi Abdul
24/05/2025
in Publik, Rekomendasi
0
Ulama perempuan Indonesia

Ulama perempuan Indonesia

839
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Belum lama ini, pada 18 Mei 2025, jaringan KUPI menetapkan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan. Deklarasi ini berlangsung di Masjid Puser Bumi, Gunung Jati, Cirebon. Adanya bulan kebangkitan ini menjadi penegas kembali keberadaan ulama perempuan Indonesia.

Keberadaan Ulama Perempuan Indonesia

Sudah dua kali jaringan KUPI (Kongres Ulama Perempuan Indonesia) melakukan kongres. Pertama pada 25-27 April 2017 di Pondok Pesantren Kebon Jambu al-Islamy Cirebon, dan kedua pada 24-26 November 2022 di Pondok Pesantren Hasyim Asy’ari Jepara. Perjalanan dua kali berkongres (dan akan yang ketiga pada 2027 mendatang) menjadi bagian dari realitas peran keulamaan perempuan Indonesia.

Tentu, keulamaan perempuan bukan hanya ada dalam (dan bukan semata milik) komunitas dan organisasi jaringan KUPI. Kita tahu di Indonesia ada banyak perkumpulan perempuan di berbagai organisasi atau komunitas Muslim yang lain. Dalam ruang perempuan Muslim yang sangat banyak itu, akan selalu ada realitas perempuan-perempuan alim (ulama) dalam bentuk dan pengalaman mereka masing-masing.

Sebagian kelompok secara terang menggunakan term ulama perempuan. Yang lain mungkin tidak, namun meski istilahnya tidak dipakai bukan berarti realitasnya tidak ada.

Pada dasarnya, keberadaan perempuan yang punya kapasitas dan peran keulamaan itu ada, dan bukan barang yang diada-adakan. Kita bisa melihat, baik dalam sejarah maupun fakta hari ini, ada banyak perempuan yang punya kapasitas keilmuan sebagai ulama dan punya peran keulamaan.

Baca Juga:

Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Tegaskan Eksistensi Keulamaan Perempuan

Ulama Perempuan sebagai Puser Bumi

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

Fenomena keulamaan perempuan itu sendiri bukan barang baru. Meski istilah ulama perempuan belum lama populer, setidaknya kita semakin mengenal istilah ini sejak masifnya gerakan jaringan KUPI. Namun begitu, realitasnya sudah ada jauh sebelum istilahnya populer.

Sudah sejak lama, perempuan Indonesia mengisi ruang-ruang keulamaan Nusantara (dan juga dunia). Ini bukan sekadar klaim tanpa dasar. Dan, bukan pula mitos atau dongeng untuk pemanis masa lalu. Ini realitas sejarah. Bahkan, dalam konteks sejarah Islam Nusantara, perempuan telah mengisi peran keulamaan sejak masa awal Islam masuk di berbagai daerah.

Pada abad ke-11 M, sudah ada sosok Fatimah binti Maimun, yang makamnya di Leran, Gresik, Jawa Timur, merupakan jejak Islam awal di Nusantara. Memang kajian terhadap sosok ini banyak perdebatan. Banyak pendapat mengenainya. Di antara pendapat-pendapat itu adalah, ia merupakan seorang perempuan penyebar Islam.

Masih seputar penyebaran Islam, pada abad ke-16 M, di Gorontalo ada sosok Boki Owutango. Perannya sangat penting dalam penyebaran Islam di daerah ini.

Tiga abad kemudian, pada 19 M, ada lagi sosok Putri Kilingo. Ia merupakan satu di antara jaringan ulama Gorontalo yang menyebarkan Islam di Bolaang Mongondow.

Selain dalam dakwah Islam di Nusantara, perempuan juga mengisi ruang-ruang keulamaan Nusantara yang lain. Dalam tradisi penulisan kitab, pada abad ke-19 M, ada sosok Fatimah al-Banjari. Ia merupakan ulama Banjar yang menulis Kitab Perukunan.

Dalam pendidikan Islam, awal abad 20 M, ada Rahmah El Yunusiyah. Ulama Minang yang mendirikan sekolah Islam perempuan pertama. Diniyyah School Putri, begitu Rahmah menamai sekolahnya. Dan, banyak lagi sosok-sosok perempuan Indonesia yang mengisi berbagai ruang keulamaan.

Kalau kita jujur membaca sejarah, maka akan mendapati realitas di mana sejak Islam berkembang di negeri ini, di setiap abad, di berbagai penjuru, selalu ada perempuan-perempuan yang mengisi ruang keulamaan.

Menegaskan Realitas Sejarah Ulama Perempuan

KUPI telah mendeklarasikan Mei sebagai momentum tahunan bagi jaringannya merayakan kebangkitan ulama perempuan. Ya, kita memang butuh momentum untuk merefleksikan gerakan dan keberadaan.

Sebagaimana dalam berita Redaksi Mubadalah.id (19/05/2025), “KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia,” bahwa deklarasi ini “…untuk memperkuat peran ulama perempuan dalam membela kehidupan, mewariskan ilmu. Juga termasuk untuk merawat keberpihakan kepada kelompok yang selama ini dilemahkan oleh struktur sosial dan politik.”

Jadi, momentum bulan kebangkitan menjadi upaya untuk mempertegas posisi dan peran ulama perempuan Indonesia. Dan, tidak hanya itu, dalam pembacaan dengan pendekatan sejarah, bulan kebangkitan juga menegaskan ulang keberadaan ulama perempuan.

Meski perempuan punya realitas sejarah keulamaan, namun posisi perempuan dalam sejarah sering terpinggirkan. Sejarah ulama-ulama perempuan belum mendapat banyak tempat dalam historiografi Islam Nusantara.

Maka, momentum merayakan hari kebangkitan ulama perempuan Indonesia dalam hal ini dapat menjadi momen refleksi masa lalu. Ini sejalan dengan satu dari empat tujuan utama KUPI, untuk “…mengakui dan mengukuhkan keberadaan dan peran ulama perempuan dalam kesejarahan Islam dan bangsa Indonesia.”

Merayakan bulan kebangkitan ulama perempuan dalam hal ini berarti menegaskan sejarah ulama perempuan. Ia merupakan realitas sejarah, bukan dongeng, pun bukan mitos. Dan, realitas sejarah itu terus menjadi realitas hari ini hingga nanti. []

 

 

Tags: Bulan Kebangkitan Ulama PerempuanBulang KebangkitanHerstorySejarah Perempuanulama perempuan
Moh. Rivaldi Abdul

Moh. Rivaldi Abdul

S1 PAI IAIN Sultan Amai Gorontalo pada tahun 2019. S2 Prodi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Islam Nusantara di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sekarang, menempuh pendidikan Doktoral (S3) Prodi Studi Islam Konsentrasi Sejarah Kebudayaan Islam di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Terkait Posts

Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Tegaskan Eksistensi Keulamaan Perempuan

24 Mei 2025
Kekerasan

Kasus Pelecehan Guru terhadap Siswi di Cirebon: Ketika Ruang Belajar Menjadi Ruang Kekerasan

24 Mei 2025
Memahami Disabilitas

Belajar Memahami Disabilitas dan Inklusivitas “Hanya” Dengan Naik Transjatim

23 Mei 2025
Buku Disabilitas

“Normal” Itu Mitos: Refleksi atas Buku Disabilitas dan Narasi Ketidaksetaraan

22 Mei 2025
Puser Bumi

Ulama Perempuan sebagai Puser Bumi

21 Mei 2025
Peran Aisyiyah

Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

20 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Laku Tasawuf

    Hidup Minimalis juga Bagian dari Laku Tasawuf Lho!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menjembatani Agama dan Budaya: Refleksi dari Novel Entrok Karya Oky Madasari

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kasus Pelecehan Guru terhadap Siswi di Cirebon: Ketika Ruang Belajar Menjadi Ruang Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Self Awareness Ala Oh Yi Young di Resident Playbook

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bulan Kebangkitan: Menegaskan Realitas Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Tegaskan Eksistensi Keulamaan Perempuan
  • Meneladani Noble Silence dalam Kisah Bunda Maria dan Sayyida Maryam menurut Al-Kitab dan Al-Qur’an
  • Ihdâd: Pengertian dan Dasar Hukum
  • Hidup Minimalis juga Bagian dari Laku Tasawuf Lho!
  • Menjembatani Agama dan Budaya: Refleksi dari Novel Entrok Karya Oky Madasari

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version