Mubadalah.id – Keluarga yang damai dan penuh kasih sayang merupakan lingkungan aman yang membentuk karakter seorang anak. Hadirnya seorang Ibu juga menduduki posisi penting bagi tumbuh kembang si anak.
Namun, bagi Leon Terblanche, lingkungan yang demikian tak pernah ia rasakan. Ibu, yang seringkali dianggap menjadi sosok malaikat dalam kehidupan setiap anak, nyatanya tak pernah ia dapatkan.
Masa kecil Leon penuh dengan trauma psikis yang membuatnya harus terus bergulat menemukan jati diri dan Tuhan.
Kisah Leon Kecil yang Haus Kasih Sayang
Kisah hidup Leon yang dramatis hingga akhirnya menjadi Pendeta tersebut diangkat menjadi sebuah film dengan judul Born to Win. Film tersebut rilis pada 2014. Meskipun terbilang film lama, namun nilai-nilai kehidupan dalam cerita yang diambil dari kisah nyata ini masih relate dengan kehidupan sekarang.
Di awal kisah, film tersebut bercerita mengenai bagaimana Leon kecil. Pada tahun 1974 Leon bersama Ibu dan Ayah tirinya tinggal di Northern Cape, South Africa. Pada usia 3 tahun ayah dan ibunya bertengkar hebat. Hidung Leon harus berdarah karena menjadi korban KDRT, Ibunya pun tak luput dari amukan kasar ayah tirinya. Ibunya memutuskan berpisah dan membawanya pergi dari rumah.
Pada saat Leon berusia 6 tahun, Ibunya memutuskan kembali dengan ayah tirinya. Ayah tirinya mengajukan persyaratan bahwa ia akan menerima Ibu Leon kembali dengan syarat jika ia harus meninggalkan Leon. Akhirnya Leon tinggal seorang diri hingga akhirnya seorang pelayan hotel menemukannya. Pelayan tersebut kemudian ia panggil Mama yang merupakan seorang perempuan kulit hitam.
Sebagai perempuan yang menaruh empati terhadap Leon, Mama akhirnya membawa Leon pulang ke rumahnya. Leon akhirnya tinggal di desa dengan kehidupan yang sederhana bersama Mama.
Penolakan Terhadap Leon Kecil
Saat di bawa ke rumahnya, Leon mendapat penolakan dari saudara-saudara Mama. Saudara Mama yang Bernama Aunty Nomsa mengatakan “Are you crazy? How can you bring this white child here?” yang mana di desa tersebut hanya tinggal anak-anak berkulit hitam.
Salah satu saudara laki-laki Mama yang bernama Uncle Izaak juga menambahkan umpatan kepada Mama dengan berkata “Do you want to go to jail?”, karena saat itu membawa anak kulit putih di antara kulit hitam merupakan tindakan kriminal berdasarkan undang-undang segregasi.
Leon seperti anak yang tidak diinginkan di mana pun. Mama berdebat dengan mereka. Ia merasa kasihan dengan Leon dan bingung dengan apa yang harus ia perbuat selain membawanya.
Akhirnya Uncle Izaak mau menerimanya setelah Mama mengatakan jika Uncle Izaak adalah seorang Penatua Gereja (pejabat gereja), dan seharusnya ia bisa menanyakan kepada Yesus apa yang seharusnya Mama lakukan dengan Leon.
Kasih Sayang dan Dukungan Perempuan Sebagai Kunci Kesuksesan Leon
Mama mengasuh Leon seperti anak laki-lakinya sendiri. Kebetulan Mama juga memiliki anak laki-laki seumuran Leon yang bernama Oukie. Mama akhirnya berperan menjadi seorang ibu untuk Leon dengan tidak pernah membeda-bedakan kasih sayangnya meskipun Leon bukan anak kandungnya.
Setiap malam Mama menceritakan tentang Yesus. Bagi Leon, Mama adalah perempuan yang luar biasa dan baik bak Ibu Peri.
Suatu hari, saat membeli minum bersama Oukie, Leon tertangkap Polisi yang sedang patroli. Leon akhirnya dibawa paksa sehingga ia harus terpisah dengan keluarga Mama. Polisi mengirimnya kembali kepada Ibu dan Ayah tirinya.
Leon akhirnya tumbuh menjadi pemuda yang suka mabuk-mabukan. Meskipun ia bekerja keras di sela-sela kuliahnya, namun alkohol seakan menjadi temannya hingga ia menikah dengan gadis cantik. Gadis itu bernama Elmarie, seorang model part-time dan akhirnya mereka mempunyai anak perempuan yang cantik bernama Brigitte.
Dalam perjalanan hidupnya menemukan Tuhan. Leon memang tidak lepas dari peran perempuan yang mengisi kehidupannya. Baik itu Mama yang mengasuhnya ketika kecil, istrinya dan kemudian anak perempuannya.
Leon pada akhirnya menjadi seorang pendeta Kristen setelah perjalanan yang penuh pergulatan dalam hidupnya. Film yang menggambarkan bagaimana Tuhan mengubah masa lalu Leon yang penuh dengan rasa sakit, frustrasi, dan kekosongan menjadi harapan, keyakinan, dan kemenangan ini akhirnya menjadi pembelajaran.
Tidak peduli seberapa hancurnya seseorang, Tuhan selalu menjadi harapan hidup kita untuk menjadi pemenang lewat andil dan peran perempuan-perempuan yang telah hadir dalam hidupnya. []