• Login
  • Register
Jumat, 23 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Menemani Anak Belajar Puasa

Zahra Amin Zahra Amin
10/05/2019
in Featured, Keluarga
0
Anak, Puasa

Ilustrasi: flickr[dot]com

115
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Halo, Ayah dan Bunda! Sudah satu minggu bulan puasa berlalu ya? Apa kabar ananda? Bagaimana dengan puasa dan ibadah lainnya? Semoga selalu diberi kesehatan dan dilancarkan menjalani ibadah puasa di tahun ini, dan pasangan mubadalah masih semangat menemani anak-anak belajar puasa.

Ayah dan Bunda tahu kan, puasa menjadi salah satu ibadah yang diwajibkan dalam Islam. Kewajiban puasa ini didasarkan pada firman Allah SWT yang artinya, “Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa (QS. Al-Baqarah : 183).

Tetapi anak-anak belum diwajibkan berpuasa lho. Meski begitu, Islam tetap menganjurkan mereka untuk puasa. Anjuran memerintahkan anak kecil puasa disamakan dengan perintah shalat. Hal ini sebagaimana dikatakan Rasulullah SAW yang artinya, “Perintahkan anak-anak kalian untuk melakukan shalat saat usia mereka 7 tahun, dan pukullah mereka saat usia 10 tahun, dan pisahkan tempat tidur mereka”.

Dengan demikian, sebenarnya anak kecil yang belum baligh belum diwajibkan puasa. Tetapi anak-anak tetap dianjurkan puasa sesuai kemampuan mereka. Hal itu dijadikan sebagai ajang latihan diri. Terlebih lagi jika anak sudah berusia 10 tahun.

Bahkan nih Ayah dan Bunda, kalau umur anak sudah 10 tahun, tapi belum baligh, orang tua tetap memaksanya untuk puasa. Jika tidak, boleh dihukum. Tapi harus diingat ya, hukuman yang diberikan mendidik, tidak membahayakan dan nir-kekerasan.

Baca Juga:

Filosofi Santri sebagai Pewaris Ulama: Implementasi Nilai Islam dalam Kehidupan Sosial

Perempuan Bisa Menjadi Pemimpin: Telaah Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab

Membaca Bersama Obituari Zen RS: Karpet Terakhir Baim

Yuk Belajar Keberanian dari Ummu Haram binti Milhan…!!!

Kebetulan penulis memiliki dua orang anak, yang masing-masing berusia 10 dan 5 tahun. Ini adalah tahun ketiga si sulung belajar berpuasa. Sejak usia belia, ia mulai aktif bertanya tentang apa itu puasa, mengapa harus puasa, dan pertanyaan kritis lainnya seputar puasa.

Di hari pertama pada tahun pertama, ia antusias khas anak kecil, mengikuti semua kegiatan bulan puasa laiknya orang dewasa. Tapi lama-lama ia mulai mengeluh capek, terutama ketika tarawih. Dan saya tidak memaksa ia harus mengikuti apa yang orang dewasa lakukan. Yang terpenting ananda melihat, mendengar untuk kemudian perlahan ia ikut mempraktikkannya.

Di tahun pertama dan kedua, puasanya masih banyak yang bolong. Meski ia berusaha ikut bangun sahur, dan melewatkan pagi tanpa sarapan. Di tahun ketiga, ia semakin banyak belajar, melihat dan mendengar tentang kewajiban puasa. Baik dari guru di tempatnya sekolah, dari media massa yang kebetulan ia lihat, maupun penjelasan dari orang tua.

Intinya adalah buat Ayah dan Bunda yang memiliki buah hati dan tengah ditemani belajar puasa, agar diajarkan secara perlahan. Pertama, dengan tuntunan ananda melihat dan mendengar langsung praktik puasa dari orang tua.

Kedua, melibatkan ananda dalam setiap aktivitas kegiatan puasa. Seperti menyiapkan menu berbuka puasa, mengajaknya ke mushola atau masjid terdekat, agar kemeriahan dan keseruan suasana bulan Ramadhan benar-benar bisa dirasakan oleh ananda.

Ketiga, sebaiknya menghindari ancaman dan intimidasi siksa neraka karena akan membuat anak ketakutan. Dan memandang puasa hanya dijadikan sebagai bentuk hukuman. Atau iming-iming pahala serta surga sehingga puasa yang dijalani hanya itu tujuannya.

Keempat, membangun suasana bulan puasa sebagai moment yang paling dinantikan, karena penuh kemuliaan dan membawa kebahagiaan. Pada bagian ini, tentang apa saja keistimewaan bulan puasa dibandingkan bulan yang lain, patut kita ceritakan pada anak-anak. Tentang turunnya al-Qur’an dan Lailatul Qadar, yakni malam yang lebih baik dari seribu bulan.

Jadi menemani anak belajar puasa adalah suatu tantangan tersendiri. Bagaimana kita kelak sebagai orang tua, akan dikenang dengan baik. Sebagaimana orang tua kita dahulu mengajarkan tentang nilai kebaikan dari puasa.

Berpuasa dengan riang gembira bersama keluarga, tak hanya semakin mengeratkan makna hubungan antara orang tua dan anak. Meski semua proses tidak ada yang instan, yang terpenting bagi Ayah dan Bunda, lakukan semuanya dengan saling berbagi peran. Kapan saatnya menemani dan memahamkan anak belajar puasa, dan kapan saatnya sebagai hamba Allah beribadah secara khusyu’ untuk diri sendiri. Akhir kata, selamat berpuasa.

Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Alat KB

Dalil Agama Soal Kebolehan Alat KB

22 Mei 2025
Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Keberhasilan Anak

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

17 Mei 2025
Pendidikan Seks

Pendidikan Seks bagi Remaja adalah Niscaya, Bagaimana Mubadalah Bicara?

14 Mei 2025
Mengirim Anak ke Barak Militer

Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

10 Mei 2025
Menjaga Kehamilan

Menguatkan Peran Suami dalam Menjaga Kesehatan Kehamilan Istri

8 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Hj. Biyati Ahwarumi

    Hj. Biyati Ahwarumi, Perempuan di Balik Bisnis Pesantren Sunan Drajat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Belajar Memahami Disabilitas dan Inklusivitas “Hanya” Dengan Naik Transjatim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Benarkah KB Hanya untuk Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Bisa Menjadi Pemimpin: Telaah Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Yuk Belajar Keberanian dari Ummu Haram binti Milhan…!!!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Filosofi Santri sebagai Pewaris Ulama: Implementasi Nilai Islam dalam Kehidupan Sosial
  • Perempuan Bisa Menjadi Pemimpin: Telaah Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab
  • Membaca Bersama Obituari Zen RS: Karpet Terakhir Baim
  • Yuk Belajar Keberanian dari Ummu Haram binti Milhan…!!!
  • Belajar Memahami Disabilitas dan Inklusivitas “Hanya” Dengan Naik Transjatim

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version