Mubadalah.id – Layangan Putus, judul serial televisi yang konon diilhami dari sebuah kisah nyata, hingga hari ini tetap menjadi buah bibir publik hiburan tanah air bahkan setelah serinya berakhir. Dibanding film layar lebar yang umumnya digarap serius dan sinetron yang cenderung bertele-tele dengan alur yang bisa ditebak, serial semacam LP terbilang lebih disukai. Selain menawarkan episode yang relatif pendek, casting di dalamnya juga terbilang berkelas, mulai dari pemeran pendatang baru berbakat hingga pemeran senior seperti Reza Rahadian.
Setelah berkali-kali sukses memerankan tokoh protagonis, Layangan Putus menjadi uji coba Reza mempertaruhkan ‘citra baik’nya lewat peran antagonis sebagai Aris. Diakuinya, peran tersebut berhasil menjadikannya number 1 public enemy. Ia digambarkan sebagai sosok yang too perfect to be true, seperti redaksi salah satu script dalam adegan di serial tersebut.
Aris adalah seorang pebisnis sukses yang hidup bahagia bersama isterinya, Kinan (diperankan Putri Marino), dan putrinya, Raya (diperankan Graciella Abigail). Dalam konteks ini, Aris serupa dengan tokoh Linda dalam novel Adultery karya Paulo Coelho yang tampak tak kurang suatu apapun dalam hidupnya. Bedanya, pergulatan psikologis dalam kondisi kemapanan hidup yang dialami Linda tidak begitu ditampakkan dalam sosok Aris.
Benih konflik muncul sejak Aris berteman dekat dengan seorang perempuan lajang bernama Lidya (diperankan Anya Geraldine). Kinan yang pada episode-episode awal digambarkan tengah hamil tua pelan-pelan mengendus berbagai gelagat mencurigakan suaminya. Sempat maju mundur untuk mengambil langkah, Kinan akhirnya menelusuri satu demi satu clue perselingkuhan Aris.
Klimaks terjadi manakala Aris yang baru saja pulang berlibur dengan Lidya disambut Kinan dengan bukti-bukti perselingkuhan yang nyaris mustahil dipatahkan. Janin Kinan meninggal dunia dan tak lama dari itu, Aris mengalami kecelakaan maut yang nyaris merenggut nyawanya. Namun begitu, alur cerita tak banyak berubah. Aris tak mau meninggalkan Lidya dan pada waktu yang sama juga emoh melepas Kinan. Serial berakhir dengan keputusan Kinan menggugat cerai Aris dengan segala tuntutannya yang disetujui majelis hakim.
***
Di luar berbagai parodi, komentar serta penilaian, Layangan Putus sangat mungkin adalah miniatur dinamika kehidupan rumah tangga dan atau relasi suami-isteri dewasa ini. Berbagai adegan di dalamnya tampak tidak asing, begitu juga semangat yang disuarakan. Salah satunya adalah narasi perihal normalisasi perselingkuhan bagi sebagian kalangan. Dalam kultur patriarkhi, perselingkuhan laki-laki seolah mendapat permakluman dan dilindungi berbagai excuse, sementara perselingkuhan perempuan seperti kasus Miranda (diperankan Frederika Cull) seolah tak sama sekali terampuni.
Ketika Aris digambarkan bersikukuh dengan kemauannya untuk tidak melepas WIL pun isterinya, Miranda justru hopeless dan pasrah, termasuk perihal hak asuh anak yang kemungkinan besar tidak jatuh ke tangannya. Aris juga digambarkan tidak merasa bersalah sedikitpun atas pelanggaran komitmen pernikahan yang dilakukannya secara sadar. Potret demikian seolah dikuatkan oleh (sekaligus menguatkan) pandangan umum yang cenderung memaklumi berbagai tindakan, termasuk perselingkuhan, yang karena banyak dilakukan, berangsur dianggap wajar.
Tak berhenti di situ, Aris juga terang-terangan menunjukkan keberatan atas berbagai counter dari Kinan yang terbilang cerdik dan penuh perhitungan. Bukti-bukti otentik yang Kinan beberkan, sikap dingin dan kaku ketika menemaninya selama masa recovery, hingga berbagai adegan yang membuatnya seperti pencuri tertangkap basah tampak begitu mengganggu ego kelelakiannya. Ego itu jugalah yang membuat Aris tak pernah secara gentle mengakui perselingkuhan yang ia lakukan sebagai sebuah kealpaan, apalagi berbesar hati untuk meminta maaf.
Aris justru beralibi bahwa semua yang terjadi berada di luar kendalinya seperti tak bisa membedakan antara gerak hati dan tindakan yang distimulus dari situ. Adegan lain yang berisi dialog dengan dua sahabatnya semakin menunjukkan betapa Aris tak hanya tidak merasa bersalah, tetapi juga menganggap apa yang dilakukannya sah-sah saja. Dalam adegan yang sama, ia mengakui bahwa Kinan adalah sosok isteri yang sempurna. Ini menunjukkan bahwa secara tak langsung, Aris bukan tak menyadari bahwa masalah yang tengah dihadapinya adalah buntut dari ulahnya sendiri.
Namun begitu, maskulinitas dan arogansi membuatnya keukuh atas permakluman akan tindakannya sendiri sambil memandang sebelah mata setiap sepak terjang Kinan. Ini jelas tergambar dari pertanyaan ‘how could you’ (bisa-bisanya kamu) yang dilontarkan Aris kepada Kinan dalam satu scene bersama Lola, sahabat Kinan yang didapuk sebagai kuasa hukumnya. Kinan yang tampak siap menghadapi manuver blaming victim semacam ini kemudian mengembalikan pertanyaan yang sama kepada Aris hingga membuat lidah suaminya tersebut kelu.
Ketidaktahudirian Aris tidak berhenti sampai di situ. Dengan memanfaatkan latar belakang keluarga Kinan yang broken home, ia meminta Kinan menyetujui pernikahannya dengan Lidya demi menghindarkan Raya dari pengalaman serupa. Aris berupaya menjadi dalang sekaligus wayang kisah cinta segitiga dengan semata memperhitungkan kepentingan dirinya. Meski tidak secara lugas menyebut poligami, sikap Aris yang berbusa-busa mengatakan I love you, I always do hingga menyerahkan kembali cincin pernikahan yang sempat dikembalikan adalah upaya nyata memaksa Kinan agar mau menerima keputusannya.
Narasi perihal permakluman perselingkuhan dan atau poligami semacam ini tentu familiar dalam kehidupan sehari-hari. Arogansi ala Aris sangat mungkin muncul tidak hanya dalam kasus yang sama, tetapi juga dalam konflik-konflik rumah tangga dengan berbagai skala dan konteks yang berbeda.
Dalam sebagian besar kasus, permakluman semacam ini adalah privilige terbatas laki-laki, terlebih bagi mereka yang memiliki akses ekonomi dan kelas sosial yang tinggi. Bagi kalangan terbatas ini, keberadaan WIL atau isteri lebih dari satu bahkan tak jarang dianggap sebagai prestasi yang diumbar dan dibangga-banggakan.
Terlepas dari berbagai kesan soal pembenaran dan pelanggengan patriarki, serial Layangan Putus terbilang sukses menghadirkan counter yang berimbang. Kinan tidak hanya dihadirkan sebagai sosok yang well educated dan memainkan agensi dalam ranah domestik maupun publik dengan baik, tetapi juga berkarakter. Ia selamat dari jebakan victim blaming dan justeru balik menjadikan Aris sebagai korban.
Pilihan yang diambilnya selalu muncul dari pertimbangan mendalam sehingga meski hal-hal tidak menyenangkan tak bisa dihindari, ia masih leluasa menentukan sikap dan mengambil pilihan terbaik. Di luar beberapa scene yang menggambarkan dirinya sebagai sosok emosional, spirit Kinan cukup jelas menggambarkan harapan akan relasi suami-isteri/lelaki perempuan yang lebih egaliter pada saat ini atau waktu mendatang. []