Mubadalah.id – Budaya yang mengunggulkan laki-laki (patriarkis), yang didukung tafsir agama oleh laki-laki, merupakan salah satu hambatan. Dalam budaya seperti ini perempuan tidak mudah tampil sebagai pemimpin. Karena itu, tantangan mereka adalah dapatkah dengan keperempuanannya ulama perempuan melihat agama dari segi yang berbeda daripada yang ulama laki-laki lihat?
Karena saat ini, perempuan juga masih terbebani dengan berbagai urusan domestik yang tidak bisa perempuan tinggalkan sama sekali. Ini menimbulkan tantangan yang lain, yakni: dapatkah ulama perempuan melepaskan diri dari jeratan tugas domestik kerumahtanggaan atau meluangkan waktu untuk berperan dalam kepemimpinan umat?
Ketidakseimbangan banyak pasangan dalam pendidikan dan ekonomi serta kematangan jiwani. Dari ini, tantangannya dapat berupa: mampukah ulama perempuan memilih bagian dari fungsi kepemimpinan yang belum banyak ulama laki-laki mainkan.
Keberanian untuk memimpin atau mendampingi memimpin masih perlu kita tumbuhkan di kalangan perempuan, tidak lagi hanya sebagai teman di belakang.
Tantangan yang mungkin harus kita jawab adalah mampu, mau dan sempatkah ulama perempuan tampil ke depan untuk memimpin bersama laki-laki? Kemampuan sekarang sudah ada.
Lalu bagaimana kemauan? Bisa kita bangkitkan dengan mengingat kenyataan bahwa ada banyak ruang kosong dalam pengamalan agama di dalam masyarakat dan perilaku masyarakat yang akan lebih baik kalau kita beri sentuhan agama, yang belum terisi dengan baik.
Kemudian, kesempatan? Tentu dari banyak perempuan yang mempunyai kecakapan dan kemauan ada yang dapat membebaskan diri dari urusan domestik keluarga, entah dalam waktu yang panjang, entah pendek. []