Rabu, 31 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Laras Faizati

    Kritik Laras Faizati Menjadi Suara Etika Kepedulian Perempuan

    Natal

    Makna Natal Perspektif Mubadalah: Feminis Maria Serta Makna Reproduksi dan Ketubuhan

    Kekerasan di Kampus

    IMM Ciputat Dorong Peran Mahasiswa Perkuat Sistem Pelaporan Kekerasan di Kampus

    Kekerasan di Kampus

    Peringati Hari Ibu: PSIPP ITB Ahmad Dahlan dan Gen Z Perkuat Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender di Kampus

    KUPI yang

    KUPI Jadi Ruang Konsolidasi Para Ulama Perempuan

    gerakan peradaban

    Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

    Kemiskinan Perempuan

    KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

    Kekerasan Seksual

    Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Peran Ulama Perempuan

    Ulama Perempuan Punya Peran Strategis Menyebarkan Islam Moderat

    Tahun Baru

    Apa yang Baru dari Tahun Baru?

    Budaya Patriarki

    Ulama Perempuan Hadapi Tantangan Budaya Patriarki dalam Menangkal Radikalisme

    Wanita Mahal

    Memahami Konsep “Wanita Mahal” yang Sering Disalah Pahami

    Femisida

    Bahaya Femisida dan Kekerasan terhadap Perempuan dalam Relasi Pacaran

    Gen Z

    Gen Z, Kebijakan Negara, dan Perjuangan Menjaga Bumi

    Media Sosial

    Mengapa Radikalisme Mudah Menyebar di Media Sosial?

    Monogami

    Perselingkuhan, Kuasa, dan Mengapa Monogami Pernah Diperjuangkan

    Tunanetra

    Aksesibilitas Braille: Hak Dasar Tunanetra yang Masih Diabaikan

    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Penciptaan Manusia

    Logika Penciptaan Manusia dari Tanah: Bumi adalah Saudara “Kita” yang Seharusnya Dijaga dan Dirawat

    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
  • Tokoh
    • All
    • Profil
    Kebudayaan

    Pidato Kebudayaan dalam Ulang Tahun Fahmina Institute Ke 25

    Fazlur Rahman

    Fazlur Rahman: Memahami Spirit Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Al-Qur’an

    Idulfitri

    Khutbah Idulfitri: Mulai Kehidupan Baru di Bulan Syawal

    Sa'adah

    Sa’adah: Sosok Pendamping Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak  

    Tahun Baru 2025

    Do’a Tahun Baru 2025

    Umi Nyai Sintho' Nabilah Asrori

    Umi Nyai Sintho’ Nabilah Asrori : Ulama Perempuan yang Mengajar Santri Sepuh

    Rabi'ah Al-'Adawiyah

    Sufi Perempuan: Rabi’ah Al-‘Adawiyah

    Ning Imaz

    Ning Imaz Fatimatuz Zahra: Ulama Perempuan Muda Berdakwah Melalui Medsos

    Siti Hanifah Soehaimi

    Siti Hanifah Soehaimi: Penyelamat Foto Perobekan Bendera Belanda di Hotel Yamato yang Sempat Hilang

  • Monumen
  • Zawiyah
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Laras Faizati

    Kritik Laras Faizati Menjadi Suara Etika Kepedulian Perempuan

    Natal

    Makna Natal Perspektif Mubadalah: Feminis Maria Serta Makna Reproduksi dan Ketubuhan

    Kekerasan di Kampus

    IMM Ciputat Dorong Peran Mahasiswa Perkuat Sistem Pelaporan Kekerasan di Kampus

    Kekerasan di Kampus

    Peringati Hari Ibu: PSIPP ITB Ahmad Dahlan dan Gen Z Perkuat Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender di Kampus

    KUPI yang

    KUPI Jadi Ruang Konsolidasi Para Ulama Perempuan

    gerakan peradaban

    Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

    Kemiskinan Perempuan

    KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

    Kekerasan Seksual

    Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Peran Ulama Perempuan

    Ulama Perempuan Punya Peran Strategis Menyebarkan Islam Moderat

    Tahun Baru

    Apa yang Baru dari Tahun Baru?

    Budaya Patriarki

    Ulama Perempuan Hadapi Tantangan Budaya Patriarki dalam Menangkal Radikalisme

    Wanita Mahal

    Memahami Konsep “Wanita Mahal” yang Sering Disalah Pahami

    Femisida

    Bahaya Femisida dan Kekerasan terhadap Perempuan dalam Relasi Pacaran

    Gen Z

    Gen Z, Kebijakan Negara, dan Perjuangan Menjaga Bumi

    Media Sosial

    Mengapa Radikalisme Mudah Menyebar di Media Sosial?

    Monogami

    Perselingkuhan, Kuasa, dan Mengapa Monogami Pernah Diperjuangkan

    Tunanetra

    Aksesibilitas Braille: Hak Dasar Tunanetra yang Masih Diabaikan

    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Penciptaan Manusia

    Logika Penciptaan Manusia dari Tanah: Bumi adalah Saudara “Kita” yang Seharusnya Dijaga dan Dirawat

    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
  • Tokoh
    • All
    • Profil
    Kebudayaan

    Pidato Kebudayaan dalam Ulang Tahun Fahmina Institute Ke 25

    Fazlur Rahman

    Fazlur Rahman: Memahami Spirit Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Al-Qur’an

    Idulfitri

    Khutbah Idulfitri: Mulai Kehidupan Baru di Bulan Syawal

    Sa'adah

    Sa’adah: Sosok Pendamping Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak  

    Tahun Baru 2025

    Do’a Tahun Baru 2025

    Umi Nyai Sintho' Nabilah Asrori

    Umi Nyai Sintho’ Nabilah Asrori : Ulama Perempuan yang Mengajar Santri Sepuh

    Rabi'ah Al-'Adawiyah

    Sufi Perempuan: Rabi’ah Al-‘Adawiyah

    Ning Imaz

    Ning Imaz Fatimatuz Zahra: Ulama Perempuan Muda Berdakwah Melalui Medsos

    Siti Hanifah Soehaimi

    Siti Hanifah Soehaimi: Penyelamat Foto Perobekan Bendera Belanda di Hotel Yamato yang Sempat Hilang

  • Monumen
  • Zawiyah
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Apa yang Salah dengan Stela?

Fadlan Fadlan
9 September 2020
in Pernak-pernik, Personal, Rekomendasi
0
Apa yang Salah dengan Stela?
391
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Teman saya yang tomboi itu, sebut saja Sita, dia harus membiasakan kedua kupingnya dari sindiran picik orang-orang di sekitarnya yang saban hari ia dapatkan karena sifat tomboinya. Itu pula sebab mengapa ia lebih sering dipanggil dengan nama “Stela”—akronim dari “setengah laki-laki” sebagai sindirian untuk karakternya yang tomboi itu.

Sindiran tersebut ia dapatkan karena mereka menganggap Stela telah gagal sebagai seorang perempuan; Perempuan dalam pengertian lemah lembut, gemulai, ayu, dan hobi bergumul dengan perkakas-perkakas kecantikan demi memikat laki-laki sebagai simbol feminitasnya.

Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak di antara kita yang getol mengategorikan segala hal; karakter sampai pada penampilan dengan kompas budaya gender yang saya nilai sudah begitu usang ini.

Gender merupakan kontradiksi logis, bagaikan hitam dan putih. Defenisi ini terbilang ambigu karena gender sebagai konstruk “budaya” hampir tak tersentuh sama sekali dalam diskusi-diskusi kita. Alih-alih didekati sebagai konstruk budaya, gender cenderung didekati sebagai divine creation yang wajib diikuti tanpa ba bi bu.

Sewaktu duduk di bangku sekolah dasar, pun hal serupa juga pernah terjadi kepada saya; Saya dilarang keras bermain dengan anak-anak perempuan karena orang tua saya khawatir saya akan menjadi banci jika ikut bergabung dengan mereka. Seolah sifat keperempuanan itu akan menulari suatu penyakit kepada saya laiknya sebuah pandemi.

Kebingungan seperti ini muncul dari anggapan awam bahwa ada yang tidak alamiah dari seorang perempuan yang menyerupai laki-laki, atau laki-laki yang menyerupai perempuan. Ditambah lagi, anggapan ini juga mendapat pembenaran dari agama dan budaya populer kita—yang mana kemudian menciptakan jurang yang bias dalam membedakan antara yang alamiah dan kultural; dan jurang ini ditutupi dengan menyatakan bahwa adalah aneh bagi siapapun yang kealamiahannya tidak sesuai dengan “kealamiahan” ala budaya dan agama.

Apa yang terjadi di atas memicu beragam pertanyaan; apakah perempuan atau laki-laki harus menyesuaikan diri dengan defenisi-defenisi gender yang sudah digariskan budaya kepada mereka demi membuktikan identitasnya sebagai seorang laki-laki atau perempuan?

Lalu apa sebenarnya arti menjadi laki-laki atau perempuan? Atau haruskah kita meninjau kembali defenisi gender tersebut dan menempatkannya sebagai realitas historis yang dapat dikritik, alih-alih sebagai sebuah kealamiahan yang final?

Sejarawan Yuval Noah Harari, dalam buku terkenalnya “Sapiens” pernah menerangkan hal ini. Ia mulai dengan sebuah pertanyaan tentang: apa yang disebut alami dan bukan alami? Pastinya sains dan budaya punya defenisinya tersendiri. Dia menulis:

“Kenyataannya, konsep-konsep alami dan tidak alami kita bukan diambil dari biologi (sains), melainkan dari teologi (agama). Dalam agama, alami adalah “apa yang sesuai dengan keinginan Tuhan….“

Dalam pandangan Harari, “alami” dan “tidak alami” adalah merupakan bahasa agama atau budaya, bukan bahasa biologi. Dalam biologi, jika sesuatu hal masih dapat atau mungkin terjadi maka hal tersebut dapat dikatakan alami; singkat kata, tidak ada yang tidak alami.

Di lain sisi agamawan percaya bahwa Tuhan menciptakan tubuh manusia dengan maksud dan tujuan tertentu. Gagasan klasik seperti inilah yang menciptakan kategori tersebut; Artinya, bila kita menggunakannya sesuai dengan tujuan yang digariskan Tuhan, maka itulah yang disebut “alami,” jika digunakan selain daripada itu, maka hal tersebut dikatakan “tidak alami.”

Andai kata Stela tidak tomboi, tunduk pada laki-laki, tidak kasar, lemah lembut, berdandan, dan bermanja ria laiknya apa yang budaya populer kita ajarkan melalui standar-standar keperempuanan, maka itu disebut perempuan normal. Jika Stela menolak untuk melakukannya, maka ia tidak pantas disebut perempuan normal walaupun secara biologis ia berjenis kelamin perempuan.

Harari menyebutkan bahwa—kategori-kategori gender tersebut tak lebih dari sekadar kategori-kategori sosial, namun bukan biologis. Dalam biologi, kita hanya mengenal laki-laki atau perempuan tanpa memiliki standar atau kategori sifat (tertentu) yang diharuskan untuk mereka miliki agar disebut normal, seperti feminin untuk perempuan dan maskulin untuk laki-laki; karena alih-alih sebuah kealamiahan, istilah-istilah gender tersebut tak lebih dari sekadar apa yang masyarakat dan budaya bebankan kepada kita.

Dalam biologi, untuk menjadi seorang laki-laki itu cukup mudah, kita hanya membutuhkan satu kromosom X dan satu kromosom Y saja, sementara untuk menjadi perempuan kita hanya memerlukan dua kromosom X. Tapi untuk menjadi laki-laki atau perempuan dalam kacamata budaya diperlukan hal yang lebih kompleks daripada seongok kromosom-kromosom tersebut—yang meliputi banyak aspek, termasuk peran, tugas, dan sifat seseorang; bahwa perempuan atau laki-laki normal harus seperti ini dan/atau seperti itu. Olehnya, tak heran jika Harari berkata: “Jenis kelamin adalah perkara mudah; namun gender adalah perkara serius.”

Saya tidak tahu bagaimana rasanya memiliki dua kromosom X. Tetapi saya hidup dengan beberapa orang yang memiliki dua kromosom X; Ibuku dan sebagian besar sahabat saya adalah perempuan. Dan ketika saya memikirkan hal tersebut, saya menyadari bahwa hal-hal yang selama ini kita percayai dan diwajibkan masyarakat atas kita bukan lah takdir.

Perempuan masih terjebak dan tertindas di banyak bagian dunia karena keperempuananya yang katanya alami itu, ia dipaksa untuk tunduk pada laki-laki. Tapi laki-laki pun juga sama, ia terjebak dan dipaksa melakukan peran yang ditentukan oleh budaya. Meskipun secara hirarkis, laki-laki cenderung lebih diuntungkan oleh budaya, namun pada dasarnya keduanya—laki-laki dan perempuan—sama: bahwa kita semua adalah tawanan dari budaya kita sendiri.

“Mitos-mitos kebudayaan menetapkan laki-laki peran-peran maskulin tertentu, seperti—hak dan tugas maskulin. Serupa dengan itu, perempuan juga dibebankan mitos-mitos kebudayaan tertentu yang mewajibkannya memenuhi peran-peran feminin tertentu….” Tulisnya.

Apa yang terjadi pada Stela dan mungkin sebagian di antara kita (yang dinilai tomboi atau banci) menunjukkan bahwa perbedaan biologis itu nyata. Baik laki-laki atau perempuan, tubuh biologis kita mewakili sifat yang oleh budaya sebut sebagai sifat alamiah yang wajib diikuti—kita semua pada dasarnya tengah berada dalam posisi yang sama: terjebak dan dipaksa melakukan apa yang budaya ingin untuk kita perankan. Dalam hal ini budaya sama seperti apa yang oleh Chip Brown sebut sebagai: Making a Man.

Laki-laki dan perempuan sama-sama hidup dalam kekhawatiran yang terus menerus; Laki-laki didesak untuk tangguh bak pegulat papan atas demi memenuhi standarisasi klasik kejantanan ala budaya: laki-laki harus tegap, maco, dan pantang menangis. Sementara perempuan sibuk untuk meyakinkan dirinya dan orang lain bahwa dia adalah perempuan tulen dengan scin care dan alat make up tanpa sepak bola dan jersei Ronaldo-nya.

Jika manusia maju karena kekuatan imajinasi atau fiksinya, seperti yang dikatakan Harari, maka kita seharusnya dapat membayangkan sebuah dunia di mana gender tidak selalu dapat mendefinisikan seseorang lebih daripada biologis mereka dan tanpa pembebanan ekspektasi atau kategori tertentu. Kita masing-masing—perempuan dan laki-laki—dapat mengembangkan diri kita sendiri sesuai dengan apa yang kita anggap pantas dan nyaman bagi diri kita.

Tujuan akhirnya, tentu saja, adalah membiarkan semua orang mendefinisikan diri mereka sebagai manusia, untuk keluar dari kategori yang ditetapkan dan mempertanyakan nilai-nilai yang selama ini mereka terima. Di sisi lain, kita juga musti sadar bahwa kita adalah pencipta, korban, dan juga pelaku dari budaya kita sendiri.

Jadi, bisakah kalian melihatnya, Sita atau siapapun kalian? Budaya itu imajiner. Tapi kamu tidak. Kamu sangat nyata. Jadilah diri sendiri. []

Tags: Kesetaraan Gender
Fadlan

Fadlan

Penulis lepas dan tutor Bahasa Inggris-Bahasa Spanyol

Terkait Posts

SAK
Publik

Melihat Lebih Dekat Nilai Kesetaraan Gender dalam Ibadah Umat Hindu: Refleksi dari SAK Ke-2

2 Juli 2025
Tastefully Yours
Film

Tastefully Yours : Membongkar Konstruksi Sosial dari Dapur

19 Juni 2025
Bekerja
Personal

Girls, Jangan Berhenti Bekerja (Dulu)

11 Februari 2025
Keterlibatan Perempuan
Publik

Minimnya Keterlibatan Perempuan di Kabinet Prabowo-Gibran, Janji Wujudkan Kesetaraan Gender Hanya Omong Kosong Belaka?

6 November 2024
Komnas Perempuan
Publik

Aspirasi dan Harapan Komnas Perempuan

7 Oktober 2024
Gerakan Cyberfeminisme
Publik

Menggagas Pembebasan Psikologi Perempuan melalui Gerakan Cyberfeminisme

27 Juni 2024

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Monogami

    Perselingkuhan, Kuasa, dan Mengapa Monogami Pernah Diperjuangkan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Radikalisme Mudah Menyebar di Media Sosial?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apa yang Baru dari Tahun Baru?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bahaya Femisida dan Kekerasan terhadap Perempuan dalam Relasi Pacaran

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Gen Z, Kebijakan Negara, dan Perjuangan Menjaga Bumi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ulama Perempuan Punya Peran Strategis Menyebarkan Islam Moderat
  • Apa yang Baru dari Tahun Baru?
  • Ulama Perempuan Hadapi Tantangan Budaya Patriarki dalam Menangkal Radikalisme
  • Memahami Konsep “Wanita Mahal” yang Sering Disalah Pahami
  • Bahaya Femisida dan Kekerasan terhadap Perempuan dalam Relasi Pacaran

Komentar Terbaru

  • dul pada Mitokondria: Kerja Sunyi Perempuan yang Menghidupkan
  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Account
  • Home
  • Khazanah
  • Kirim Tulisan
  • Kolom Buya Husein
  • Kontributor
  • Monumen
  • Privacy Policy
  • Redaksi
  • Rujukan
  • Tentang Mubadalah
  • Zawiyah
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID