Mubadalah.id – Rasulullah adalah sosok yang sempurna, baik dalam akhlak maupun perbuatan. Beliau tidak hanya menjadi teladan dalam ibadah, tetapi juga dalam segala aspek kehidupan. Termasuk dalam pergaulan sesama manusia, khususnya mereka yang memiliki keterbatasan fisik atau mental.
Beliau selalu mengingatkan bahwa sesungguhnya Allah tidak melihat tubuh dan rupa manusia, melainkan melihat hati mereka. Rasulullah benar-benar hadir sebagai penyejuk bagi mereka yang memiliki keterbatasan dan meningkatkan kepercayaan diri mereka.
Rasulullah juga melindungi hak asasi penyandang disabilitas dan menghapuskan diskriminasi yang ada sebelum datangnya Islam.
Dalam sejarah Islam, terdapat banyak kisah yang menceritakan bagaimana Rasulullah berinteraksi dengan para sahabat yang mengalami disabilitas. Salah satu contoh yang paling terkenal adalah kisah Abdullah bin Ummi Maktum, seorang sahabat Nabi yang tuna-netra (buta). Nabi Muhammad SAW selalu memperlakukan penyandang disabilitas seperti beliau dengan penuh hormat dan kasih sayang.
Meski matanya tak mampu melihat, ia diberi nikmat besar yang dikaruniakan Allah kepadanya. Ia memiliki naluri yang sangat peka untuk mengetahui waktu. Sehingga Nabi Muhammad SAW memberikan kesempatan kepada Abdullah untuk menjadi muadzin.
Jika menjelang fajar, berbekal tongkat ia keluar dari rumahnya, menuju masjid dan mengumandangkan azan di masjid. Bersama Bilal bin Rabah, Abdullah selalu bergantian mengumandangkan azan.
Bahkan pernah Rasulullah meminta Abdullah untuk menjadi imam shalat menggantikan beliau ketika sedang tidak berada di Madinah.
Memberikan Ruang untuk Berpartisipasi
Rasulullah selalu memberikan ruang bagi penyandang disabilitas untuk berpartisipasi sepenuhnya dalam kehidupan masyarakat dan kegiatan keagamaan, tanpa hambatan atau diskriminasi. Dikisahkan ada seorang sahabat Nabi Muhammad yang mengalami tunadaksa (pincang) yang bernama Amr bin al-Jamuh. Amr termasuk sahabat Nabi yang taat dan loyal terhadap Islam. Nabi Muhammad pun sangat menghormati dan menyayangi Amr, sebab kecintaan terhadap agama Islam.
Pada suatu saat, Amr yang juga seorang tunadaksa datang menemui Nabi. Kedatangannya bermaksud untuk ikut bergabung dengan para sahabat dalam perang Uhud melawan kaum pagan Makkah. Meskipun memiliki keterbatasan fisik, Nabi mengizinkannya untuk ikut serta dalam perang.
Dalam peperangan tersebut, Amr bin Al-Jamuh meninggal dunia. Ia menjadi salah satu dari sekian sahabat Nabi yang syahid. Hal ini menunjukkan bahwa Nabi tidak membatasi partisipasi seseorang dalam jihad hanya karena fisiknya.
Baginya, keterbatasan Abdullah bukanlah hambatan dalam melaksanakan tanggung jawabnya. Ia ingin mengajarkan bahwa mereka yang berkebutuhan khusus tak sepatutnya direndahkan karena dibalik kekurangan mereka pasti tersimpan potensi untuk berkontribusi dan bermanfaat untuk orang-orang disekitarnya.
Empati dan Perhatian Terhadap Penyandang Disabilitas
Nabi Muhammad Saw juga mengingatkan para sahabat agar tidak mudah menertawakan atau meremehkan orang lain yang memiliki ketebatasan atau cacat fisik. Diceritakan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, sahabat ke enam yang paling pertama masuk Islam dan merupakan salah satu dari empat sahabat yang paling pandai menafsirkan Al-Qur’an benama Abdullah bin Mas’ud.
Suatu ketika pernah diminta oleh Rasulullah untuk memetik ranting pohon yang akan digunakannya bersiwak. Ketika ia telah menaiki pohon tersebut, angin yang cukup kencang berhembus dan membuat pakaiannya tersingkap.
Dua betis Abdullah bin Mas’ud yang kecil tampak terlihat oleh sahabat-sahabat Nabi yang sedang berada di sekitar tempat itu. Menurut para sahabat Nabi, ukuran kaki Abdullah bin Mas’ud telihat aneh, terlalu kecil. Tidak seproporsional ukuran kaki orang pada umumnya.
Melihat tingkah para sahabat yang menertawakan kaki Abdullah bin Mas’ud, Nabi lalu bertanya, “apa yang kalian tertawakan?” para sahabat kemudian menjawab, “Duhai Rasulullah, kami menertawakan kaki kecil Abdullah bin Mas’ud itu”.
Mendengar jawaban itu, Rasulullah marah lalu mengatakan, “Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kedua betis Abdullah bin Mas’ud di hari kiamat nanti akan lebih berat timbangannya dari gunung Uhud.”
Teladan Rasulullah
Begitu juga dengan persahabatan Rasulullah dengan pria bernama Julaibib. Sahabat satu ini dijauhi oleh orang-orang disekitarnya karena memiliki tubuh yang pendek dan kurang menarik.
Karena fisiknya yang kurang menarik, masyarakat Kota Madinah kurang senang dengan keberadaannya di kota tersebut. Selepas peristiwa Hijrah, Rasulullah menjadikan ia seorang teman, merawat, dan mengangkat martabatnya.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan: “Sesungguhnya Julaibib ini sebagian daripada aku dan aku ini sebagian daripada dia.”
Rasulullah bahkan melamarkan seorang gadis cantik untuk Julaibib. Menikahkan dan mendoakan pernikahannya.
Sikap Rasulullah merupakan contoh nyata bagaimana seharusnya kita memperlakukan penyandang disabilitas dengan setara. Tidak hanya membela, beliau juga memberikan teladan langsung tentang pentingnya menghargai, menyejahterakan, dan memberdayakan mereka.
Mari kita jadikan teladan Rasulullah sebagai pedoman hidup kita dalam membangun masyarakat yang inklusif. Saling membantu, menghargai, dan memperlakukan sesama manusia dengan penuh kasih sayang. Serta memberikan kesempatan yang setara, terutama kepada kaum yang lemah dan dilemahkan untuk beribadah dan berpartisipasi dalam masyarakat. []