Mubadalah.id – Landasan keislaman KMaN adalah Tatmimu Makarim al-Akhlak (penyempurnaan akhlak mulia). Menjadi Muslim identik dengan ikhtiar untuk menjadi bagian dari anugerah Islam atas semesta dan manusia hanya mungkin menjadi anugerah jika berakhlak mulia.
Karenanya, menyempurnakan akhlak mulia adalah juga menjadi misi kerasulan sebagaimana sabda Nabi Muhammad Saw berikut ini:
Dari Abi Hurairah Ra. berkata: Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak mulia.” (HR. Baihaqi, no. hadis: 20782).
Al-Qur’an maupun hadis berbicara banyak tentang pentingnya kemuliaan akhlak, termasuk dalam konteks rumah tangga. Misalnya keharusan suami-istri bergaul secara bermartabat (muasyarah bi al-ma’ruf) sebagaimana tertuang dalam QS. an-Nisa ayat 19:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَحِلُّ لَكُمْ اَنْ تَرِثُوا النِّسَاۤءَ كَرْهًا ۗ وَلَا تَعْضُلُوْهُنَّ لِتَذْهَبُوْا بِبَعْضِ مَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اِلَّآ اَنْ يَّأْتِيْنَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ ۚ فَاِنْ كَرِهْتُمُوْهُنَّ فَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّيَجْعَلَ اللّٰهُ فِيْهِ خَيْرًا كَثِيْرًا
Wahai orang-orang beriman! Tidak halal bagi kamu mewarisi perempuan dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu. Padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya. (QS. an-Nisa ayat 19)
Secara Literal
Konsep yang secara literal berarti saling memperlakukan secara baik tentu juga menjadi dasar untuk relasi orang tua dengan anak (parental).
Dalam salah satu ayatnya, al-Qur’an menyebut prinsip relasi parental adalah ghaira mudlar (tidak saling merugikan atau menyakiti), taradhin (saling ridla), dan tasyawurin (musyawarah). Sebagaimana tertuang dalam QS. ath-Thalaq ayat 6 sebagai berikut:
اَسْكِنُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْتُمْ مِّنْ وُّجْدِكُمْ وَلَا تُضَاۤرُّوْهُنَّ لِتُضَيِّقُوْا عَلَيْهِنَّۗ وَاِنْ كُنَّ اُولٰتِ حَمْلٍ فَاَنْفِقُوْا عَلَيْهِنَّ حَتّٰى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّۚ فَاِنْ اَرْضَعْنَ لَكُمْ فَاٰتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّۚ وَأْتَمِرُوْا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوْفٍۚ وَاِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهٗٓ اُخْرٰىۗ
Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya sampai mereka melahirkan. Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu maka berikanlah imbalannya kepada mereka; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik. Dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya. (QS. ath-Thalaq ayat 6). []