• Login
  • Register
Selasa, 22 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Dari Erika Carlina Kita Belajar Mendengarkan Tanpa Menghakimi

Sudah saatnya kita memaknai keibuan secara lebih luas dan inklusif.

Firda Imah Suryani Firda Imah Suryani
21/07/2025
in Publik
0
Erika Carlina

Erika Carlina

576
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Erika Carlina, aktris sekaligus model yang terkenal dengan kepribadiannya yang terbuka dan penuh keberanian, mengumumkan bahwa ia tengah hamil sembilan bulan. Lantas ia memilih untuk menjadi ibu tunggal. Dalam perbincangannya bersama Deddy Corbuzier, Erika mengungkapkan keputusannya dengan tenang dan jujur. Ia akan melahirkan dan membesarkan anaknya tanpa kehadiran seorang suami.

Reaksi publik pun terbelah. Ada yang memberikan dukungan penuh, menyebutnya sebagai sosok perempuan kuat dan inspiratif. Tapi tak sedikit pula yang menghujat, mempertanyakan moralitas, atau menyindir soal “budaya barat” yang dianggap menodai nilai-nilai ketimuran.

Di tengah kegaduhan itu, satu hal penting sering luput kita pahami. Bahwa menjadi ibu, dalam bentuk dan kondisi apapun, adalah sebuah keputusan yang kompleks. Tidak layak kita sederhanakan hanya lewat standar moral tunggal.

Fenomena kehamilan di luar nikah yang figur publik alami seperti Erika, dan sebelumnya oleh artis-artis lain contohnya Nia Ramadhani, Rahma Azhari, atau Andi Soraya, selalu menjadi sorotan tajam.

Padahal jika kita berhenti sejenak untuk mendengar tanpa menghakimi, kita akan menemukan bahwa di balik keputusan untuk menjadi ibu tunggal ada keberanian yang luar biasa. Keberanian untuk menanggung beban sosial. Lalu membalik stigma, dan membesarkan anak dalam dunia yang sering kali tidak ramah pada perempuan yang keluar dari skenario ideal.

Baca Juga:

Dilema Kepemimpinan Perempuan di Tengah Budaya Patriarki, Masihkah Keniscayaan?

Kehamilan Perempuan Bukan Kompetisi: Memeluk Setiap Perjalanan Tanpa Penghakiman

Inklusivitas yang Terbatas: Ketika Pikiran Ingin Membantu Tetapi Tubuh Membeku

Sudah Saatnya Menghentikan Stigma Perempuan Sebagai Fitnah

Kita hidup dalam masyarakat yang masih memandang sinis. Keibuan kerap kali kita letakkan dalam kerangka “kesempurnaan” harus menikah dulu, harus dari keluarga utuh, harus dengan legitimasi sosial tertentu. Maka ketika ada perempuan yang menjadi ibu di luar skema itu, bukan hanya pilihannya yang dipertanyakan, tetapi juga nilai dirinya sebagai perempuan.

Seolah-olah kehamilan tanpa ikatan pernikahan otomatis menghapuskan seluruh martabat yang ia miliki. Padahal, kehamilan adalah realitas biologis. Keputusan untuk melanjutkan kehamilan adalah bentuk tanggung jawab. Bukan ketiadaan tanggung jawab seperti yang sering publik tuduhkan.

Menjadi Ibu Tunggal

Lebih dari itu, menjadi ibu tunggal di ruang publik Indonesia bukan perkara mudah. Perempuan seperti Erika bukan hanya harus menghadapi proses kehamilan dan persalinan. Tetapi juga menghadapi tatapan sosial, komentar jahat di media sosial, label-label yang menempel seumur hidup.

Dalam banyak kasus, ayah biologis dari anak-anak ini bahkan tidak tampak di permukaan. Tapi yang kena hujat, yang diminta menjelaskan, yang dituntut tampil sempurna tetaplah si perempuan. Di sinilah letak ketimpangan yang tidak bisa terus kita diamkan.

Sudah saatnya kita memaknai keibuan secara lebih luas dan inklusif. Ibu adalah perempuan yang memilih untuk mencintai, mengasuh, dan bertanggung jawab atas kehidupan yang ia lahirkan, dengan atau tanpa pendamping.

Memaksa perempuan untuk menyesuaikan diri pada kerangka keluarga konvensional bukan hanya tidak adil. Tapi juga mengabaikan kenyataan bahwa setiap orang punya jalan hidup yang berbeda. Tidak semua orang menikah sebelum punya anak. Tidak semua orang berani melanjutkan kehamilan di luar pernikahan. Dan tidak semua orang memiliki kemewahan untuk diterima tanpa syarat.

Alih-alih menghujat, mengapa kita tidak mulai mengakui bahwa tubuh perempuan adalah milik perempuan itu sendiri. Keputusan untuk hamil, melahirkan, membesarkan anak, atau tidak sama sekali, adalah hak yang tak bisa terampas oleh opini publik atau moral kolektif. Selama ia tidak menyakiti orang lain, selama anak yang ia lahirkan dan ia besarkan dengan cinta, maka siapa kita sampai berani menyatakan keputusan itu salah?

Momen Refleksi Sosial

Erika Carlina bukan simbol dekadensi moral. Ia adalah representasi dari keberanian perempuan untuk hidup dengan pilihan yang mungkin tidak populer, tetapi jujur pada diri sendiri. Ia adalah wajah dari banyak perempuan di luar sana yang tidak punya panggung. Diam-diam melahirkan tanpa pendamping, yang terus bertahan meski disalahkan, ditinggalkan, dan tersudutkan.

Dengan melihat kasus Erika bukan sebagai gosip, melainkan sebagai momen refleksi sosial. Kita bisa belajar menjadi masyarakat yang lebih adil. Bahwa perempuan tidak terlahir untuk memenuhi ekspektasi siapa pun. Bahwa cinta ibu tidak harus datang dari pernikahan yang sah secara dokumen, tapi dari keberanian untuk hadir dan bertahan, di tengah dunia yang sering tak berpihak pada mereka.

Pada akhirnya, menjadi ibu bukan soal status sosial, tapi soal pilihan untuk menyayangi. Dan setiap perempuan berhak memilih cara menjadi ibu tanpa penghakiman. []

Tags: Erika CarlinaHak Kesehatan Reproduksi Perempuanibu hamilIbu TunggalKehamilanstigma
Firda Imah Suryani

Firda Imah Suryani

Saya perempuan bukan aib masyarakat, bukan juga orang kriminal.  Pengemar musik indie dan pemakan sayuran.

Terkait Posts

Mazmur

Mazmur dan Suara Alam: Ketika Bumi Menjadi Mitra dalam Memuji Tuhan

21 Juli 2025
Tren S-Line

Tren S-Line: Ketika Aib Bukan Lagi Aib

21 Juli 2025
Sejarah Ulama Perempuan

Menguatkan Peran Ibu Nyai Pesantren dengan Penulisan Ulang Sejarah Ulama Perempuan

20 Juli 2025
Yamal

Yamal, Mari Sadar!

19 Juli 2025
Penghayat Kepercayaan

Tantangan Menghadapi Diskriminasi Terhadap Penganut Penghayat Kepercayaan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi

19 Juli 2025
COC

COC: Panggung yang Mengafirmasi Kecerdasan Perempuan

18 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • low maintenance friendship

    Low Maintenance Friendship: Seni Bersahabat dengan Sehat, Bahagia, dan Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mazmur dan Suara Alam: Ketika Bumi Menjadi Mitra dalam Memuji Tuhan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • S.Fu: Gelar Baru, Tanggung Jawab Baru Bagi Lulusan Ma’had Aly Kebon Jambu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tren S-Line: Ketika Aib Bukan Lagi Aib

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mudir Ma’had Aly Kebon Jambu Soroti Fiqh al-Usrah dan SPS sebagai Distingsi Wisuda ke-5

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Manajemen Konflik Keluarga
  • Mazmur dan Suara Alam: Ketika Bumi Menjadi Mitra dalam Memuji Tuhan
  • Mengapa Istri Paling Rentan secara Ekonomi dalam Keluarga?
  • Dari Erika Carlina Kita Belajar Mendengarkan Tanpa Menghakimi
  • S.Fu: Gelar Baru, Tanggung Jawab Baru Bagi Lulusan Ma’had Aly Kebon Jambu

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID