• Login
  • Register
Minggu, 1 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Aisyah ra: Misi Pengkaderan Nabi Terhadap Perempuan di Ruang Publik

Vevi Alfi Maghfiroh Vevi Alfi Maghfiroh
04/04/2020
in Pernak-pernik
0
24
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Kisah-kisah romantis menjadi daya tarik sendiri bagi semua kalangan, apalagi jika kisah itu dijadikan sebuah lirik lagu yang syahdu. Lagu Aisyah istri Rasulullah seketika viral dan dinikmati banyak orang. Namun tak sekedar nada, lagu tersebut mengandung syair yang bermakna. Sebuah teladan bagaimana relasi Sang Nabi bersama istrinya.

Sayyidah Aisyah radiallah ‘anha, Ummul Mukminin yang dilahirkan sekitar delapan tahun sebelum hijrah. Bapaknya adalah Abu Bakar as-Shiddiq, orang pertama yang beriman kepada Nabi dari kalangan laki-laki dewasa. Ibunya adalah sayidah Ummu Ruman binti Amir, termasuk dari kalangan pemilik rumah termulia Quraisy dan yang paling kuat kedudukannya.

Rasulullah saw menikahi Aisyah di usianya yang masih belia, jika kita menilik Kitab Masyahir an-Nisa al-Muslimat karya Ali bin Nayif asy Syuhud, dalam satu riwayat Shahih Bukhari Nomor 3895 berkenaan dengan pernikahan Nabi dengan Aisyah, beliau bersabda: Aku bermimpi melihatmu di dalam mimpi dua kali. Aku melihatmu berada di dalam sekedup sutra lalu ada yang berkata, ‘Ini adalah istrimu’. Kusingkapkan kain sutra yang menutupinya, ternyata dia adalah kamu. Maka aku berkata, ‘Jika ini benar dari hadapan Allah maka Dia pasti mewujudkannya.’

Aisyah sangat mencintai Nabi saw, karena rasa cintanya yang sangat besar tersebut, tak jarang ia merasa cemburu. Bahkan ia cemburu kepada Sayyidati Khadijah pada saat namanya disebut oleh Rasulullah saw. Namun hal demikian sangat lumrah sekali terjadi pada siapapun yang tengah mencintai seseorang dengan sepenuh hati.

Ada hal yang tak kalah menarik dari kisah romantisme Aisyah dengan Rasulullah, yaitu pengkaderan Nabi terhadap Aisyah. Hal ini terlihat setelah kepergian Nabi, sifat-sifat agung Aisyah terlihat lebih nyata setelah Nabi meninggal dunia. Seolah ia memang telah dipersiapkan Nabi untuk masa depan.

Baca Juga:

Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)

Tren Mode Rambut Sukainah

Ia dikenal memiliki kedalaman Ilmu, agama, syair, orasi, dan kejeliannya memandang nasab. Ia hafal lebih dari dua ribu dua ratus hadis dari Nabi. Banyak diantara hadist-hadist tersebut dirawikan oleh dia sendiri, tanpanya mungkin ada hadist yang akan hilang dan tak terlacak.

Aisyah adalah duta Nabi bagi kaum Perempuan. Banyak hal penting menyangkut agama, namun tabu jika ditanyakan kepada Rasul, maka dijawab melalui Aisyah. Ia telah berkontribusi menyangkut fiqih perempuan.

Dikutip dari kitab Fi Bayt al-Rasul, karya Nizar Abazhah, disebutkan bahwa Aisyah juga mengalahkan kaum laki-laki dalam hal keilmuan. Ia adalah sekolah tempat mayoritas tabiin menimba ilmu. Ia juga menjawab banyak masalah yang diajukan para sahabat. Abu Musa Al-Asy’ari berkata, ‘Tidak ada satu pun Perkara yang sangat sulit bagi kami selaku sahabat Nabi kecuali ada jawabannya setelah kami tanyakan kepada Aisyah’.

Masruq, salah seorang pembesar Tabiin berkata. ‘Kami lihat para sesepuh besar sahabat Muhammad bertanya kepada Aisyah mengenai hal-hal fardu’. Berkata pula Urwah ibn al-Zubair, ‘Belum pernah kulihat orang sealim Aisyah mengenai Al-Qur’an dan kandungan fardu-fardunya, halal dan haram, syair, hadis, dan nasab’. Dalam kitab al-isti’ab, Ibn Abdil Bar menegaskan bahwa Aisyah adalah satu-satunya orang di masanya yang alim di bidang fikih, pengobatan, dan syair.

Rumah Nabi setelah sepeninggalnya tetap menjadi ruang ilmu, sumber syariah Islam, dan forum kajian fikih tingkat tinggi, dan pimpinannya adalah Aisyah, ibu segenap kaum mukmin. Para sahabat dan tabiin sepeninggal Rasul tetap berkumpul disana, berbicara dengan Aisyah untuk berdiskusi dan mengajukan berbagai persoalan.

Tentu saja ini merupakan hal menarik untuk diperhatikan oleh para ulama, para pemimpin, dan pengasuh pesantren masa kini. Istri-istri beliau tak cukup jika hanya diberi tugas untuk mengurusi dan bertanggung jawab atas urusan domestik saja.

Para Ibu Nyai seharusnya tidak hanya diberi tanggung jawab tentang urusan dapur pondok, tetapi juga diberi ruang untuk berkiprah lebih luas lagi dalam hal mengurus yayasan, lembaga, dan umatnya. Dengan demikian, pasangan beliau tetap bisa melanjutkan roda dakwah sepeninggal suaminya. Wallahu A’lam. []

Vevi Alfi Maghfiroh

Vevi Alfi Maghfiroh

Admin Media Sosial Mubadalah.id

Terkait Posts

Jilbab

Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan

1 Juni 2025
Sukainah

Tren Mode Rambut Sukainah

31 Mei 2025
IUD

Bagaimana Hukum Dokter Laki-laki Memasangkan Kontrasepsi IUD?

31 Mei 2025
Kodrati

Mengenal Perbedaan Laki-laki dan Perempuan secara Kodrati

31 Mei 2025
Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Menilik Peran KUPI Muda dalam Momen Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

30 Mei 2025
Etika Sosial Perempuan 'Iddah

Etika Sosial Perempuan dalam Masa ‘Iddah

28 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pandangan Subordinatif

    Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bagaimana Hukum Dokter Laki-laki Memasangkan Kontrasepsi IUD?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tren Mode Rambut Sukainah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ketika Jilbab Menjadi Alat Politik dan Ukuran Kesalehan
  • Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila
  • Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir (Bagian 1)
  • Tren Mode Rambut Sukainah
  • Dekonstruksi Pandangan Subordinatif terhadap Istri dalam Rumah Tangga

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID