• Login
  • Register
Kamis, 3 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Bisakah Penyandang Disabilitas Diganti dengan “Beda Kecakapan” dalam Penggunaan Sehari-hari?

Sebelum membahas istilah "Beda Kecakapan", penting untuk memahami bagaimana istilah penyandang disabilitas berkembang di Indonesia.

Aida Mudjib Aida Mudjib
20/03/2025
in Publik, Rekomendasi
0
Beda Kecakapan

Beda Kecakapan

1.6k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Istilah untuk menyebut penyandang disabilitas di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan seiring dengan perkembangan zaman. Mulai dari istilah “penyandang cacat”, “difabel”, hingga “penyandang disabilitas”, semuanya memiliki basis penggunaan dan konteksnya masing-masing.

Namun, tidak dapat kita pungkiri bahwa istilah-istilah tersebut seringkali kita merasa kurang praktis atau kurang mudah terucapkan dalam percakapan sehari-hari. Oleh karena itu, muncul usulan untuk menggunakan istilah “Beda Kecakapan” sebagai alternatif yang lebih ramah dan bangga pada bahasa Indonesia. Apakah istilah ini bisa kita terima dan kita gunakan secara luas? Mari kita bahas lebih dalam.

Perkembangan Istilah Penyandang Disabilitas di Indonesia

Sebelum membahas istilah “Beda Kecakapan”, penting untuk memahami bagaimana istilah penyandang disabilitas berkembang di Indonesia. Pada masa lalu, istilah “cacat” sering kita gunakan untuk merujuk pada orang dengan keterbatasan fisik atau mental.

Namun, istilah ini dinilai memiliki konotasi negatif dan merendahkan, sehingga tergantikan dengan istilah yang lebih netral dan menghormati, seperti “difabel” (berasal dari bahasa Inggris *differently abled*) dan “penyandang disabilitas”.

Meskipun istilah-istilah ini lebih menghargai, mereka masih kita rasa kurang praktis dalam percakapan sehari-hari. Misalnya, “difabel” masih terdengar asing bagi sebagian masyarakat, sementara “penyandang disabilitas” terkesan panjang dan formal. Hal ini mendorong munculnya usulan untuk menggunakan istilah “Beda Kecakapan” yang lebih sederhana dan mudah kita ucapkan.

Baca Juga:

Difabel dan Kekerasan Seksual: Luka yang Sering Tak Dianggap

Senyum dari Jok Motor : Interaksi Difabel Dengan Dunia Kerja

Mengenal Devotee: Ketika Disabilitas Dijadikan Fetish

Menggali Fikih Ramah Difabel: Warisan Ulama Klasik yang Terlupakan

Apa Itu “Beda Kecakapan”?

Istilah “Beda Kecakapan” mengacu pada konsep bahwa setiap individu memiliki kemampuan dan keterampilan yang berbeda-beda. Istilah ini tidak hanya fokus pada keterbatasan, tetapi juga menekankan pada potensi dan keunikan yang setiap orang miliki. Dengan kata lain, “Beda Kecakapan” mengajak kita untuk melihat perbedaan sebagai sesuatu yang wajar dan alami, bukan sebagai kekurangan.

Istilah ini juga memiliki akar yang kuat dalam bahasa Indonesia, sehingga lebih mudah kita terima dan digunakan oleh masyarakat luas. Selain itu, “Beda Kecakapan” dapat kita singkat menjadi “BeKap” atau “BeCak”, yang membuatnya lebih praktis dalam percakapan sehari-hari.

Analisis Singkatan “BeKap” dan “BeCak”

  1. BeKap

Singkatan ini terdengar modern dan mudah kita ingat. “BeKap” bisa menjadi istilah yang fleksibel, kita gunakan dalam berbagai konteks, baik formal maupun informal. Misalnya, “komunitas BeKap” atau “fasilitas untuk BeKap”. Kelebihan singkatan ini adalah kesederhanaannya, sehingga mudah diadopsi oleh masyarakat.

  1. BeCak

Singkatan ini memiliki nuansa yang lebih akrab dan ramah. “BeCak” mengingatkan kita pada kata “becak”, yang merupakan alat transportasi tradisional Indonesia. Hal ini bisa menjadi nilai tambah karena menciptakan kesan yang lebih dekat dengan budaya lokal. Namun, perlu kita ingat bahwa “BeCak” mungkin kurang cocok untuk konteks formal karena kesan kasualnya.

Kedua singkatan ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, tetapi keduanya memiliki potensi untuk menjadi istilah yang populer jika kita dukung denagn sosialisasi yang baik.

Mengapa “Beda Kecakapan” Layak Dipertimbangkan?

  1. Mengurangi Stigma

Istilah “Beda Kecakapan” tidak hanya fokus pada keterbatasan, tetapi juga menonjolkan potensi dan keunikan individu. Hal ini dapat membantu mengurangi stigma negatif yang sering melekat pada penyandang disabilitas.

  1. Mudah Diucapkan dan Diingat

Dibandingkan dengan istilah-istilah sebelumnya, “Beda Kecakapan” lebih mudah terucapkan dan kita ingat. Singkatannya, “BeKap” atau “BeCak”, juga membuatnya lebih praktis dalam percakapan sehari-hari.

  1. Menghargai Bahasa Indonesia

Istilah ini menggunakan kata-kata yang berasal dari bahasa Indonesia, sehingga lebih bangga dan sesuai dengan identitas nasional. Hal ini sejalan dengan semangat untuk melestarikan dan memajukan bahasa Indonesia.

  1. Mendorong Inklusivitas

Dengan menggunakan istilah yang lebih netral dan positif, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan menghargai keberagaman.

Tantangan dan Harapan

Meskipun “Beda Kecakapan” memiliki banyak kelebihan, tidak dapat kita pungkiri bahwa mengubah istilah yang sudah lama kita gunakan membutuhkan waktu dan usaha. Sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat luas menjadi kunci untuk menerima istilah ini. Selain itu, dukungan dari pemerintah, media, dan organisasi masyarakat juga sangat penting untuk mempopulerkan “Beda Kecakapan”.

Namun, dengan semangat kolaborasi dan kesadaran akan pentingnya bahasa yang inklusif tidak mustahil bagi “Beda Kecakapan” untuk menjadi istilah yang kita terima dan digunakan secara luas di Indonesia.

Penutup: Semangat untuk Perubahan

Perubahan istilah dari “penyandang disabilitas” menjadi “Beda Kecakapan” bukan sekadar pergantian kata, tetapi juga refleksi dari perubahan mindset masyarakat. Dengan menggunakan istilah yang lebih positif dan inklusif, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih menghargai keberagaman dan potensi setiap individu.

Mari kita bersama-sama mendukung penggunaan istilah “Beda Kecakapan” atau singkatannya “BeKap” dan “BeCak” dalam percakapan sehari-hari. Dengan begitu, kita tidak hanya memajukan bahasa Indonesia, tetapi juga membangun masyarakat yang lebih inklusif dan penuh empati. []

 

 

Tags: Bahasa IndonesiaBeda KecakapanDifabelIndonesia InklusiPenyandang Disabilitas
Aida Mudjib

Aida Mudjib

Aida Mudjib adalah seorang santriwati difabel asal Jombang Jawa timur dan mahasiswa Fisipol di Universitas Gadjah Mada, yang memiliki peran aktif dalam dunia literasi. Ia dikenal sebagai peresensi buku, editor sastra pesantren dan penulis. Ia juga aktif dalam mengadvokasi hak-hak penyandang disabilitas (PwD) dan terlibat dalam berbagai kegiatan yang mendukung inklusi dan mengatasi segresi terhadap individu dengan kebutuhan khusus.

Terkait Posts

Isu Iklim

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

3 Juli 2025
KB sebagai

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

3 Juli 2025
Poligami atas

Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

3 Juli 2025
Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Konten Kesedihan

Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

3 Juli 2025
SAK

Melihat Lebih Dekat Nilai Kesetaraan Gender dalam Ibadah Umat Hindu: Refleksi dari SAK Ke-2

2 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Konten Kesedihan

    Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim
  • Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID