• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Bolehkah Saling Beradu Nasib untuk Memunculkan Rasa Syukur?

Membanding-bandingkan nasib untuk memunculkan rasa syukur bisa menjadi cara yang kurang tepat jika terus menerus kita lakukan. Lalu bagaimana cara bersyukur yang tepat?

Belva Rosidea Belva Rosidea
29/07/2022
in Personal
0
Rasa Syukur

Rasa Syukur

302
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Keinginan manusia tiada habisnya, dan mungkin semua dari kita merasa demikian. Semakin kesini, kehidupan semakin menawarkan berbagai kesenangan, beragam hal dari belahan dunia begitu mudah diakses dengan teknologi yang ada. Kemajuan teknologi menjadikan manusia dapat membagikan momen apapun dalam hidup di media sosial yang mereka punya. Mulai dari kebersamaan, pencapaian, bahkan kesedihan. Sehingga perasaan itu kerap memunculkan rasa syukur atas kehidupan yang telah terberi.

Tak jarang karena melihat hal demikian, sesama manusia menjadi sibuk membandingkan diri sendiri dengan kehidupan orang lain. Berbagai penyakit hati pun turut bermunculan. Selain iri dan dengki, salah satu hal yang perlu kita waspadai adalah semakin berkurangnya rasa syukur dalam diri.

Tanpa kita sadari, mungkin selama ini kita sedang kufur, mengingkari segala nikmat yang Tuhan beri. Seakan segalanya tak pernah ada cukupnya, kita lupa bahwa tiap manusia memiliki jalan hidup yang tak sama. Wawasan manusia semakin luas, begitu pula apa-apa yang kita inginkan semakin beraneka rupa. Oleh sebab itu, rasa syukur seakan menjadi tantangan yang terasa semakin berat, penerapannya perlu belajar seumur hidup manusia.

Makna Rasa Syukur

Secara sederhana rasa syukur bermakna berterima kasih. Secara agama, syukur adalah menunjukkan adanya nikmat Allah pada dirinya. Melalui lisan, yaitu berupa pujian bahwa ia telah diberi nikmat. Hati, berupa persaksian dan kecintaan kepada Allah. Anggota badan, berupa kepatuhan dan ketaatan kepada Allah (Madarijus Salikin, 2/244).

Sejak kecil, mungkin sebagian besar dari kita seringkali mendapat nasehat dari orang tua untuk lebih sering melihat orang-orang yang keadaannya di bawah kita, daripada terus menerus melihat orang-orang yang keadaannya terlihat lebih nyaman daripada kita. Tujuannya adalah untuk menumbuhkan rasa syukur, menyadari bahwa dibandingkan keadaan yang seringkali kita keluhkan, nyatanya ada yang hidupnya lebih sederhana dari yang kita punya.

Baca Juga:

Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

Mengapa Waktu Berlalu Cepat dan Bagaimana Mengendalikannya?

Menguatkan Peran Suami dalam Menjaga Kesehatan Kehamilan Istri

Tafsir Sosial Kemanusiaan: Vasektomi, Kemiskinan, dan Hak Tubuh

Sederhananya “barangkali apa yang ada pada kita saat ini, adalah apa yang diimpikan orang lain di luar sana”. Berlandaskan hadits Rasulullah yang bersumber pada Abu Hurairah : “Perhatikanlah orang yang statusnya berada di bawah kalian, dan janganlah kalian memperhatikan orang statusnya berada di atas kalian. Dengan begitu maka kalian tidak akan menganggap kecil nikmat Allah yang kalian terima.”

Maka nasehat orang tua yang seperti itu sebenarnya tidak sepenuhnya salah, namun apakah dengan terus menerus begitu tidak akan membuat empati kita menjadi mati?

Cara Bersyukur yang Tepat

Kadangkala mungkin tanpa kita sadari sebab cara berpikir seperti di atas, ketika ada saudara atau tetangga kita tertimpa musibah, sakit misalnya. Alih-alih berempati, kita justru menjadi sibuk mensyukuri kesehatan yang kita punya. Fenomena lain misalnya, ketika ada teman yang menceritakan ujian hidupnya kepada kita, alih-alih berempati, kita justru membandingkan ujiannya dengan ujian yang pernah kita alami yang menurut kacamata kita lebih berat dari pada ujiannya.

Kita menjadi cenderung meremehkan ujian hidup orang lain walaupun maksud kita sebenarnya adalah memberinya nasehat untuk senantiasa bersyukur. Nasehat dengan cara demikian menjadi kurang tepat sebab kita tidak bisa menyamakan ukuran sepatu orang lain dengan ukuran sepatu kita.

Ujian hidup yang menurut kita sepele, bisa jadi terasa begitu berat menurut orang lain. Begitu pula sebaliknya. Oleh sebab itu, membanding-bandingkan nasib untuk memunculkan rasa syukur bisa menjadi cara yang kurang tepat jika terus menerus kita lakukan. Lalu bagaimana cara bersyukur yang tepat?

Menjadi manusia yang pandai bersyukur nyatanya tidaklah mudah. kita semua perlu belajar dalam prosesnya, maka sebagai awalan, bersyukur dengan sesekali melihat keadaan orang lain yang di bawah kita tidaklah mengapa. Namun lebih baik jika seterusnya kita mampu memaknai syukur dengan berfokus pada segala apa yang Allah berikan tanpa pembanding dan membandingkan.

Menjadi Manusia yang Pandai Bersyukur

Ikhlas, ridla, dan legowo terhadap apapun kehendakNya. Sesungguhnya banyak dari nikmatNya yang luput dari penglihatan manusia, semakin pandai manusia bersyukur akan semakin sadar atas kebaikanNya yang tak terhingga.

Sebagaimana anjuran sebuah hadist: “Barang siapa yang diberikan suatu pemberian dan merasa cukup atas pemberian tersebut, maka hendaklah dia membalasnya. Dan jika dia tak merasa cukup maka hendaklah dia memuji, sebab sesungguhnya perbuatan memuji itu merupakan tanda syukur dan barang siapa yang hanya diam saja maka sungguh dia telah kufur”. (H.R.Tirmidzi).

Bersyukur sepenuhnya juga perlu kita buktikan melalui tindakan. Yakni dengan memanfaatkan sebaik-baiknya apa yang Allah beri. Kesehatan misalnya, kerap kali luput untuk kita syukuri. Selagi masih sehat, harusnya bermanfaat untuk melakukan ibadah, melakukan hal-hal yang baik. Seorang yang terberkati dengan kecerdasan atau bakat tertentu, harus berupaya mengasah bakat dan kecerdasaannya demi menghasilkan sesuatu yang bermanfaat untuk orang banyak.

Demikian pula seseorang yang terberkati dengan kekayaan harta yang berlimpah. Sudah semestinya menggunakan hartanya untuk menolong sesama sebagai wujud rasa syukur. Di samping itu ada baiknya lagi, kita lantas mendoakan kebaikan kepada mereka yang terkena musibah maupun mereka yang nasib kehidupannya belum seberuntung kita. Yuk sama-sama belajar bersyukur. []

Tags: kehidupankesehatanKesehatan JiwamanusiaNasibRasa Syukurtakdir
Belva Rosidea

Belva Rosidea

General Dentist

Terkait Posts

Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Aeshnina Azzahra Aqila

Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

20 Mei 2025
Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Suami Pengangguran

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version