Minggu, 2 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Perempuan Kurang Akal

    Perempuan Kurang Akal, atau Tafsir Kita yang Kurang Kontekstual?

    Menghapus Kata Cacat

    Menghapus Kata Cacat dari Pikiran; Bahasa, Martabat dan Cara Pandang terhadap Disabilitas

    Kurang Akal

    Saatnya Mengakhiri Mitos Perempuan Kurang Akal

    Fahmina

    Refleksi Perjalanan Bersama Fahmina; Ketika Mubadalah Menjadi Pelabuhan Jiwaku

    Kesaksian Perempuan

    Kesaksian Perempuan Bukan Setengah Nilai Laki-Laki

    Raisa dan Hamish Daud

    Berkaca pada Cermin Retak; Kisah Raisa dan Hamish Daud

    KTD

    Perempuan Korban KTD, Boleh Aborsi Kah?

    Kerentanan Berlapis

    Menggali Kerentanan Berlapis yang Dialami Perempuan Disabilitas

    Kesaksian Perempuan

    Menafsir Ulang Kesaksian Perempuan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Perempuan Kurang Akal

    Perempuan Kurang Akal, atau Tafsir Kita yang Kurang Kontekstual?

    Menghapus Kata Cacat

    Menghapus Kata Cacat dari Pikiran; Bahasa, Martabat dan Cara Pandang terhadap Disabilitas

    Kurang Akal

    Saatnya Mengakhiri Mitos Perempuan Kurang Akal

    Fahmina

    Refleksi Perjalanan Bersama Fahmina; Ketika Mubadalah Menjadi Pelabuhan Jiwaku

    Kesaksian Perempuan

    Kesaksian Perempuan Bukan Setengah Nilai Laki-Laki

    Raisa dan Hamish Daud

    Berkaca pada Cermin Retak; Kisah Raisa dan Hamish Daud

    KTD

    Perempuan Korban KTD, Boleh Aborsi Kah?

    Kerentanan Berlapis

    Menggali Kerentanan Berlapis yang Dialami Perempuan Disabilitas

    Kesaksian Perempuan

    Menafsir Ulang Kesaksian Perempuan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Empat Cara Laki-laki Membuktikan Cinta pada Kartini

Menjadi laki-laki yang mengkartinikan perempuan berarti menjadi laki-laki yang beriman pada kesetaraan.

Siti Rohmah Siti Rohmah
21 April 2025
in Publik, Rekomendasi
0
Cinta pada Kartini

Cinta pada Kartini

977
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Setiap kali nama Kartini kita sebut, yang terlintas adalah perjuangan perempuan. Namun, sesungguhnya semangat Kartini bukan hanya milik perempuan. Ia adalah ajakan bagi semua umat manusia, laki-laki maupun perempuan untuk mewujudkan keadilan dan martabat dalam relasi antar jenis kelamin.

Menjadi Kartini modern tidak hanya tugas perempuan yang belajar dan bertumbuh, tetapi juga laki-laki yang ikut menciptakan dunia. Di mana perempuan bisa hidup, berpikir, dan berkembang tanpa takut, tanpa terkekang, dan tanpa terbungkam.

Dalam perspektif feminisme Islam, perempuan dan laki-laki adalah mitra setara (zawaj), bukan lawan atau atasan-bawahan. Al-Qur’an menegaskan bahwa manusia tercipta dari jiwa yang satu (nafs wahidah), dan dari sanalah kesalingan dan tanggung jawab moral terbangun.

Maka, menjadi laki-laki yang mengkartinikan perempuan berarti menjadi laki-laki yang beriman pada kesetaraan. Bukan karena tren, tetapi karena akhlak. Berikut ini adalah cara laki-laki bisa membuktikan cinta pada Kartini berdasarkan prinsip-prinsip Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

Memandang Perempuan Sebagai Makhluk Intelektual, Bukan Sekadar Objek Seksual

Dalam masyarakat patriarki, perempuan seringkali kita nilai dari tubuhnya: cantik atau tidak, auratnya terbuka atau tidak, menarik atau tidak di mata laki-laki. Perempuan menjadi objek. Padahal dalam Islam, perempuan adalah subjek yang utuh ia berakal, berilmu, dan bertanggung jawab atas dirinya.

Rasulullah saw. bersabda, “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim, laki-laki maupun perempuan.” (HR. Ibnu Majah). Ini adalah penegasan bahwa perempuan bukan pelengkap, apalagi pemuas. Ia adalah makhluk berakal yang berhak untuk berpikir, berpendapat, dan berkontribusi dalam ruang sosial.

Laki-laki yang membuktikan cinta pada Kartini adalah laki-laki yang memuliakan isi kepala perempuan, bukan bentuk tubuhnya. Ia mendengarkan, bukan membungkam. Membuka ruang diskusi, bukan menggurui. Ia tahu bahwa aurat terbesar manusia adalah ketika akalnya tidak ia gunakan.

Memandang perempuan sebagai makhluk intelektual berarti percaya bahwa perempuan bisa menjadi guru, pemimpin, pembuat kebijakan, bahkan pengubah zaman. Seperti Aisyah r.a. yang menjadi rujukan ilmu setelah wafatnya Nabi, atau seperti Syifa binti Abdullah yang diberi kepercayaan oleh Umar bin Khattab untuk mengawasi pasar di Madinah. Perempuan telah membuktikan kapabilitasnya sejak awal sejarah Islam.

Menciptakan Ruang Aman untuk Perempuan

Salah satu bentuk kezaliman struktural terhadap perempuan adalah hilangnya rasa aman. Di rumah, di kantor, bahkan di jalan. Banyak perempuan hidup dalam cemas, karena tubuh dan keberadaannya selalu terancam komentar, sentuhan, atau kontrol yang tidak ia inginkan. Maka laki-laki yang cinta pada Kartini adalah laki-laki yang menciptakan ruang aman.

Ruang aman bukan hanya tentang tidak mengganggu. Ia juga tentang keberpihakan aktif terhadap perempuan. Berani menegur teman sendiri yang melecehkan perempuan, menolak candaan seksis, serta memastikan bahwa tempat kerja, komunitas, atau rumah adalah ruang yang ramah dan adil untuk perempuan.

Nabi Muhammad saw. adalah teladan pencipta ruang aman. Dalam rumah tangga, beliau tidak pernah berkata kasar kepada istri-istrinya. Di masyarakat, beliau membela perempuan yang terlecehkan. Bahkan dalam perjanjian Hudaibiyah, beliau meminta persetujuan Ummu Salamah sebagai penasihat strategis.

Rasul menjadikan perempuan bukan hanya aman secara fisik, tetapi juga aman untuk bersuara dan mengambil peran. Ruang aman adalah bentuk nyata dari keimanan. Karena Islam bukan hanya tentang ibadah personal, tapi juga tentang menciptakan keadilan sosial. Dan keadilan tidak akan pernah hadir jika satu pihak terus merasa takut atau terbungkam.

Memberikan Kesempatan yang Sama: Perempuan Berhak Menjadi Apa yang Ia Mau

Feminisme Islam tidak menolak kodrat biologis, tetapi menolak narasi bahwa perempuan hanya boleh berada dalam ruang domestik. Islam memberi ruang luas untuk perempuan mengambil peran di masyarakat, selama dengan niat yang baik dan cara yang baik. Maka laki-laki yang mengkartinikan perempuan adalah laki-laki yang tidak membatasi mimpi perempuan hanya karena jenis kelaminnya.

Kesempatan yang sama bukan berarti menyeragamkan peran, tetapi memberi akses yang adil. Jika perempuan ingin jadi ilmuwan, dukung. Ingin jadi pengusaha, fasilitasi. Jika ingin jadi ibu rumah tangga sepenuh waktu, hormati. Perempuan bukan cermin dari ambisi laki-laki, melainkan pemilik mimpinya sendiri.

Allah menciptakan manusia dengan potensi yang unik. Surah Al-Hujurat ayat 13 menyatakan, “Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.” Bukan yang paling banyak bicara, paling tinggi jabatan, atau paling maskulin. Maka, menghalangi perempuan mengejar cita-cita hanya karena ia perempuan, adalah bentuk kezaliman terhadap fitrah ilahi.

Memberikan Support untuk Kebahagiaan yang Ia Pilih dan Atas Dirinya Sendiri

Kebahagiaan perempuan tidak selalu berbentuk pernikahan, anak, atau tas branded. Perempuan punya spektrum luas dalam memaknai hidupnya. Laki-laki yang mengkartinikan perempuan bukan hanya mendukung pilihan perempuan, tapi juga tidak merasa berhak mengontrol jalan hidup perempuan.

Sering kali, perempuan dianggap “tak lengkap” jika belum menikah, atau “tak berhasil” jika belum punya anak. Padahal dalam Islam, ukuran keberhasilan adalah ridha Allah dan kelapangan hati. Maka, ketika perempuan memilih untuk menunda menikah demi studi, atau fokus membangun bisnis kecilnya, ia tidak sedang melawan kodrat. Ia sedang taat pada panggilan jiwanya dan itu suci.

Support sejati bukan berarti selalu setuju. Tapi hadir, mendengarkan, dan tidak menghakimi. Bahkan ketika pilihan perempuan berbeda dengan preferensi kita, selama ia tidak melanggar syariat dan merugikan orang lain, maka biarkan ia berjalan dengan langkahnya. Itulah bentuk kasih sayang yang sejati rahmah, bukan kuasa.

Kartini Tidak Lahir Sendiri

Kartini bisa menulis karena ia diberi ruang oleh ayahnya. Ia bisa bersuara karena didukung oleh sahabat-sahabat korespondennya, termasuk laki-laki. Maka sejarah pun mencatat bahwa pembebasan perempuan tak pernah bisa dilakukan sendiri. Dibutuhkan keberpihakan laki-laki bukan untuk menjadi penyelamat, tapi untuk menjadi sekutu sejati dalam perjuangan.

Menjadi laki-laki feminis dalam Islam bukan berarti menjadi lembek, kehilangan peran, atau dipinggirkan. Justru sebaliknya—ia adalah manifestasi dari iman yang dewasa, cinta yang adil, dan tanggung jawab yang luhur. Ia memahami bahwa membesarkan perempuan bukan berarti mengecilkan diri, tetapi meninggikan martabat kemanusiaan bersama.

Karena sejatinya, mengkartinikan perempuan bukan tentang menyerahkan panggung. Tapi menciptakan dunia di mana perempuan tidak lagi perlu meminta izin untuk berdiri tegak. []

 

Tags: Cinta pada Kartiniemansipasigerakan perempuanhari kartiniPahlawan Perempuan
Siti Rohmah

Siti Rohmah

Penulis merupakan alumni Aqidah Filsafat UIN Bandung sekaligus Mahasiswi Pascasarjana Studi Agama-Agama UIN Bandung

Terkait Posts

Ekofeminisme di Indonesia
Publik

Kajian Ekofeminisme di Indonesia: Pendekatan Dekolonisasi

20 Oktober 2025
Emmeline Pankhurst
Figur

Emmeline Pankhurst, Suffragist, dan Tuduhan “Blackmail Politik”

8 Oktober 2025
Nyai Siti Walidah
Figur

Nyai Siti Walidah: Ulama Perempuan Dibalik Perintis Muhammadiyah dalam Bayang Kolonialisme

21 Agustus 2025
Perlawanan Perempuan
Publik

Perlawanan Perempuan Sejak Kemerdekaan Hingga Zaman Kiwari

9 Agustus 2025
Gerakan Ekofeminisme
Publik

Quo Vadis Gerakan Ekofeminisme di Timur Tengah

1 Agustus 2025
Film Sultan Agung
Film

Peran Perempuan dan Perjuangannya dalam Film Sultan Agung

11 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Fahmina

    Refleksi Perjalanan Bersama Fahmina; Ketika Mubadalah Menjadi Pelabuhan Jiwaku

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Saatnya Mengakhiri Mitos Perempuan Kurang Akal

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Kurang Akal, atau Tafsir Kita yang Kurang Kontekstual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Berkaca pada Cermin Retak; Kisah Raisa dan Hamish Daud

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kesaksian Perempuan Bukan Setengah Nilai Laki-Laki

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Perempuan Kurang Akal, atau Tafsir Kita yang Kurang Kontekstual?
  • Menghapus Kata Cacat dari Pikiran; Bahasa, Martabat dan Cara Pandang terhadap Disabilitas
  • Saatnya Mengakhiri Mitos Perempuan Kurang Akal
  • Refleksi Perjalanan Bersama Fahmina; Ketika Mubadalah Menjadi Pelabuhan Jiwaku
  • Kesaksian Perempuan Bukan Setengah Nilai Laki-Laki

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID