• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Rujukan Metodologi

Hadits dalam Perspektif Mubadalah

Faqih Abdul Kodir Faqih Abdul Kodir
28/10/2022
in Metodologi
0
Hadits dalam Perspektif Mubadalah

Hadits dalam Perspektif Mubadalah

609
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.Id– Berikut ini penjelasan terkait hadits dalam perspektif Mubadalah.  Hadits secara bahasa berarti berita, tetapi lebih populer sebagai perkataan (qawlun), perbuatan (fi’lun), dan persetujuan (taqrirun) Nabi Muhammad Saw.

Tetapi secara praktis, seringkali hadits digunakan untuk semua catatan yang terekam dalam kitab-kitab hadits, terutama Kitab Enam (Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Turmudzi, Sunan Abu Dawud, Sunan Nasa’i, dan Sunan Ibn Majah).

Dengan definisi praktis ini, maka kita seringkali menganggap semua catatan tentang para Sahabat radhiyallāhu ‘anhum dan generasi tabi’in (setelah sahabat) juga masuk sebagai hadits, selama tercatat dalam kitab-kitab hadits.

Dari sini, mengapa para ulama hadits juga menyamakan definisi hadits dengan khabar dan atsar, sebagai sesuatu yang diriwayatkan mengenai Nabi Saw, para Sahabat radhiyallāhu ‘anhum dan para tabi’in rahimahumullāh.

Jika mengikuti definisi populer di atas juga, perkataan dan perbuatan para Sahabat radhiyallāhu ‘anhum juga masuk hadits, jika terjadi pada masa Nabi Saw dan dibiarkan tanpa koreksi. Jenis ini yang disebut sebagai persetujuan, atau taqrīr, Nabi Saw.

Baca Juga:

KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

Melalui konsep taqrīr Nabi Saw ini sekaligus definisi praktis di atas, kitab-kitab hadits sesungguhnya masih sangat terbuka untuk diteliti sebagai pondasi teologi Islam yang otoritatif mengenai kiprah para perempuan awal Islam.

Seorang ulama dan pemikir Mesir, ‘Abd al-Halim Muhammad Abu Syuqqa (1925-1995), memandang kiprah para perempuan awal Islam ini sebagai hadits-hadits praktikal (al-ahādīts al-‘amaliyah al-tathbīqiyyah) tentang relasi laki-laki dan perempuan dalam Islam.

Melalui konsep al-ahādīts al-‘amaliyah al-tathbīqiyyah ini, pernyataan dan perbuatan para Sahabat perempuan, seperti Khadijah ra, Aishah ra, Umm Haram ra, Nusaibah bt Ka’b ra, Umm Salamah ra, Asma bt Abi Bakr ra, dan yang lain bisa dianggap sebagai contoh dari petunjuk praktis kenabian.

Ia bisa menjadi teladan kenabian bagi generasi-generasi Muslim dalam mengembangkan pola relasi laki-laki dan perempuan.

Melalui konsep ini juga, terbuka lebar kerja-kerja Hadits untuk penguatan relasi kemitraan, kerjasama, dan kesalingan antara laki-laki dan perempuan. Karena selama ini, pengetahuan yang mainstream mengenai perempuan awal Islam, lebih suram, hanya terlibat pada kerja-kerja domestik, dan lebih banyak dideskripsikan sebagai sumber godaan (fitnah), kurang akal dan agama.

Bisa saja, disusun ulang tema-tema Hadits agar menjadi lebih tegas dan jelas dalam mendeskripsikan ragam kehidupan dan aktivitas perempuan pada masa kenabian.

Ada banyak tema tentang karakter, kondisi, dan aktivitas perempuan pada masa itu, di dalam rumah tangga dan di ruang-ruang publik. Ada tema tentang kepintaran perempuan, keikhlasan, ketekunan, keikutsertaan dalam hijrah dan jihad, belajar, bekerja, mengelola rumah tangga, dan bahkan menafkahi keluarga.

Semua pengalaman perempuan pada masa Nabi Saw, jika dieksplorasi lebih lanjut bisa menjai fiqh tersendiri yang lebih menyuarakan jati diri dan karakter perempuan.

Penyusunan ulang tema-tema hadits juga bisa dilakukan menggunakan skema perspektif mubadalah. Penyusunan dimulai dari hadits-hadits yang eksplisit (manthūq) mengenai kemitraan dan kerjasama relasi (tashrīh al-musyarākah) dan yang menyebut secara eksplisit laki-laki dan perempuan (tashrīh al-jinsyan) sebagai pondasi untuk memaknai teks-teks yang implisit dari sisi kerjasama dan kemitraan.

Dengan tema-tema yang tersusun ulang ini, akan lebih terlihat jelas deskripsi teologis Islam, melalui hadits-hadits, mengenai relasi kemitraan dan kerjasama antara laki-laki dan perempuan, baik dalam ranah domestik, maupun publik.

Sehingga, kerja-kerja pemberdayaan perempuan dan keadilan relasi menjadi lebih kuat basis teologisnya, dengan merujuk pada teks-teks hadits, di samping pada ayat-ayat al-Qur’an.

Demikian penjelasan terkait hadits dalam perspektif Mubadalah. Semoga keterangan hadits dalam perspektif Mubadalah ini memberikan manfaat. []

Faqih Abdul Kodir

Faqih Abdul Kodir

Founder Mubadalah.id dan Ketua LP2M UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon

Terkait Posts

Tawaran Maqashid

Tawaran Maqashid al-Usrah dalam Perkawinan Anak

19 Mei 2023
Maqashid Syariah

Menawarkan Gagasan Maqashid Syariah cum-Mubadalah

3 Mei 2023
Eisegesis

Tafsir Eisegesis Atas Pernyataan Menteri Agama

1 November 2022
Mengapa Fiqh Aborsi Sebagai Alternatif Kesehatan Reproduksi?

Mengapa Fiqh Aborsi Sebagai Alternatif Kesehatan Reproduksi?

16 Oktober 2022
Islam dan Perspektif Keadilan Hakiki bagi Perempuan

Islam dan Perspektif Keadilan Hakiki bagi Perempuan

11 Oktober 2022
Strategi Al-Qur’an Memanusiakan Perempuan

Strategi Al-Qur’an Memanusiakan Perempuan

4 Oktober 2022
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

    KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version