• Login
  • Register
Jumat, 19 Agustus 2022
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Rujukan Metodologi

Tafsir Eisegesis Atas Pernyataan Menteri Agama

Jika belajar Mantiq kita akan belajar "cara penyimpulan-natijah" yang harus dimulai dengan qadhiyah syugra, dan qadhiyah kubra. Dari teori teori ini saya tidak menemukan kesimpulan, "adzan sama dengan gonggong-an anjing."

Imam Nakhai Imam Nakhai
01/03/2022
in Metodologi
0
Eisegesis

Eisegesis

144
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Secara sederhana, kata harfiyah eisegesis berarti “menuntun masuk ke dalam,” yang bermakna bahwa penafsir menyuntikkan, dan memasukan ide-idenya sendiri, asumsi asumsinya sendiri, ideologinya sendiri kedalam teks atau pernyataan yang hendak ia pahami dan kemudian mengeluarkan makna itu dari teks seakan akan itulah makna teks.

Dengan eisegesis sang penafsir menjadikan teks tersebut bermakna sesuai dengan apapun yang dia inginkan dan diklaim serta di-aku-kan seakan akan itu makna teks, padahal ia adalah ideologi dan asumsinya sendiri yang ia masukkan ke dalam teks.

Pendekatan eisegesis sangat beresiko, karena menjadikan teks bisa memiliki makna sejumlah ide-ide dan ideologi penafsir. Saya menyebutnya dengan tafsir “oleh karena itu”. Kita sering mendengar pengkhotbah, penceramah, penafsir setelah membaca ayat kemudian ia mengatakan “oleh karena itu.”

Nah kata “oleh karena itu” inilah yang menjadi masalah, sebab ia sedang menyuntikkan ide-idenya ke dalam ayat yang dibacanya. Ayatnya bisa dibaca 2 menit saja, tapi “oleh karena itu”-nya bisa 2 jam lebih dan seakan-akan yang 2 jam itu adalah bagian dari makna teks itu.

Sebaliknya,  adalah tafsir eksegesis yang berupaya menemukan dan mengeluarkan makna teks sebagaimana dikehendaki oleh pembuat teks. Dalam membaca kitab suci Al Qur’an, pendekatan ini membutuhkan perangkat yang lumayan rumit, butuh kedalaman kajian bahasa, asbabun nuzul, pembacaan yang baik terhadap tradisi, konteks sejarah dan lain-lain.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Refleksi Kursus Metodologi Musyawarah Keagamaan Fatwa KUPI
  • Meluruskan Tafsir Kepemimpinan Laki-Laki Atas Perempuan
  • Merebut Tafsir: Hari Tua
  • Tokoh Hermeneutika Indonesia, Inilah Sosok Kiai Sahiron Syamsudin

Baca Juga:

Refleksi Kursus Metodologi Musyawarah Keagamaan Fatwa KUPI

Meluruskan Tafsir Kepemimpinan Laki-Laki Atas Perempuan

Merebut Tafsir: Hari Tua

Tokoh Hermeneutika Indonesia, Inilah Sosok Kiai Sahiron Syamsudin

Nah Tafsir eisegesis inilah yang sekarang dimainkan oleh penafsir-penafsir dangkal atas pernyataan Menteri Agama.

Menteri agama mengatakan; “Soal aturan azan, kita sudah terbitkan surat edaran pengaturan. Kita tidak melarang masjid-musala menggunakan Toa, tidak. Silakan. Karena itu syiar agama Islam. Ini harus diatur bagaimana volume speaker tidak boleh kencang-kencang, 100 dB maksimal. Diatur kapan mereka bisa mulai gunakan speaker itu sebelum dan setelah azan. Tidak ada pelarangan. Aturan ini dibuat semata-mata hanya untuk membuat masyarakat kita semakin harmonis. Meningkatkan manfaat dan mengurangi ketidakmanfaatan.”

Misalnya ya di daerah yang mayoritas muslim. Hampir setiap 100-200 meter itu ada mushala-masjid. Bayangkan kalau kemudian dalam waktu bersamaan mereka menyalakan toa bersamaan di atas. Itu bukan lagi syiar, tapi gangguan buat sekitarnya.

Kita bayangkan lagi, saya muslim, saya hidup di lingkungan nonmuslim. Kemudian rumah ibadah saudara-saudara kita nonmuslim menghidupkan toa sehari lima kali dengan kenceng-kenceng, itu rasanya bagaimana.

Yang paling sederhana lagi, kalau kita hidup dalam satu kompleks, misalnya. Kiri, kanan, depan belakang pelihara anjing semua. Misalnya menggonggong dalam waktu bersamaan, kita ini terganggu nggak? Artinya apa? Suara-suara ini, apa pun suara itu, harus kita atur supaya tidak jadi gangguan. Speaker di musala-masjid silakan dipakai, tetapi tolong diatur agar tidak ada terganggu. Agar niat menggunakan speaker sebagai untuk sarana, melakukan syiar tetap bisa dilaksanakan dan tidak mengganggu.”

Menag juga menyebut, bahwa truk-truk yang membunyikan mesin dan klakson secara bersama sama, padahal saat lampu merah misalnya, juga berpotensi mengganggu. Apa tafsir atas penyataan Menag yang panjang itu?

Di media-media beredar penafsir penafsir yang menyatakan bahwa “Menag menyamakan suara adzan dengan anjing. Dan karenanya Menag telah menodai agama dan menyakiti hati umat Islam”. Benarkah Menag menyamakan suara adzan dengan anjing? Ada apa dengan anjing mengapa seakan ia begitu dibenci?

Saya tidak ingin menjawabnya, tetapi hanya ingin mengutip penafsir lain, yang menyatakan bahwa Menag tidak sedang  menyamakan adzan dengan suara anjing, melainkan Menag menyebutkan suara-suara (ada empat suara yang ia sebut), yang jika tidak diatur maka bisa mengganggu orang lain.

Empat suara itu adalah (1) suara suara toa dari musalla mushal dan masjid masjid yang tidak diatur. (2) suara suara toa dari rumah rumah ibadah yang lain, yang juga tidak diatur, (3) suara gonggongan anjing dari rumah rumah tetangga yang juga tidak atur, (4) suara suara bising mobil yang menggeber mesin atau knalpot, serta membunyikan klakson yang juga tidak mengenal situasi.

Jadi inti pernyataan Menag adalah pentingnya mengatur suara-suara apapun yang berpotensi mengganggu pada orang lain, tetangga, dan masyarakat sekitar.

Jika sedikit belajar balaghah mungkin penafsir dangkal ini tidak akan sampai terjerumus pada sesat menyesatkan. Dalam balaghah ada bahasan tentang “tasybih-penyerupaan” yang harus memenuhi syarat Al musyabbah, Al musyabbah nih, wajhu asy syabah dan adatu at tasybih.

Jika belajar Mantiq kita akan belajar “cara penyimpulan-natijah” yang harus dimulai dengan qadhiyah syugra, dan qadhiyah kubra. Dari teori teori ini saya tidak menemukan kesimpulan, “adzan sama dengan gonggong-an anjing.”

Kedua, ada apa dengan anjing, yang seakan ketika disebut nama itu ada kebencian di hati. Ini juga contoh jelas sekali bagaimana ideologi seorang dimasukkan pada pemahaman teks yang menjadikan makna teks berbelok arah, dari upaya menciptakan kemaslahatan menjadi kebencian.

Padahal anjing menurut Gus Ulil Abshar Abdalla , dalam postingan fB nya, adalah hewan baik yang disebut sebagai pujian di dalam Al Qur’an. Saya juga membaca kitab Majmu’ Ar Rasail-nya Al Ghazali, beliau mengatakan “bahwa anjing dan babi dicela bukan karena dzatnya, karena keduanya adalah mahluk Allah seperti mahluk Allah lainnya seperti kambing, sapi, dan lainnya. Imam Malik juga menyatakan bahwa anjing itu suci.

Jadi janganlah memasukkan kebencian kedalam teks, dan mengeluarkannya seakan kebencian itulah makna teks. Lebih bahaya lagi jika disertai semangat menyesatkan dan mengkafirkan.

Padahal dalam kitab manapun, jika ada dua kemungkinan makna antara apakah seorang telah sesat dan keluar dari Islam atau masih dalam Islam, maka kita harus lebih memilih seorang itu masih muslim, karena begitu besarnya semangat Islam untuk memasukkan seorang dalam Imam. Bukan sebaliknya, mengeluarkan dari imam dan Islam. Wallahu A’lam. []

Tags: EisegesisMenteri AgamaMetodologitafsir
Imam Nakhai

Imam Nakhai

Bekerja di Komnas Perempuan

Terkait Posts

Garis Maslahat

Garis Maslahat, Metode Berpikir untuk Mencapai Kemaslahatan

7 Juni 2022
Cinta Tanah Air dalam Islam

Cinta Tanah Air dalam Islam: Perspektif KUPI

20 Mei 2022
Islam

Paradigma Keimanan, Keilmuan, dan Gerakan Dakwah KUPI Part II

23 Februari 2022
Islam

Paradigma Keimanan, Keilmuan, dan Gerakan Dakwah KUPI Part I

16 Februari 2022
Titik Tengah

Moderasi Beragama dalam Perspektif Perempuan

17 Desember 2021
Titik Tengah

Islam, Kemanusiaan, dan Amanah Kekhalifahan Perempuan

2 Desember 2021

Discussion about this post

No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Nyai Rahmi

    Nyai Rahmi Kusbandiyah : Perempuan Merdeka itu Bebas yang Bertanggung Jawab

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Ida Nurhalida : Perempuan Merdeka itu Jadi Agen Pembangunan Bangsa dan Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesan Memuliakan Perempuan dan Anak di Hari Asyura’

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Upaya-upaya Konkret untuk Mengatasi Ekstremisme Beragama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memaklumi Kekerasan dalam Pacaran Atas Nama Cinta, Patutkah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Perempuan Merdekalah!
  • Belajar dari Film Asa; Merdeka Dari Kekerasan Seksual
  • Nyai Rahmi : KUPI harus Lakukan Terobosan Baru Dalam Berbangsa dan Bernegara
  • Ketika Nawaning Menjadi Tumpuan Harapan Perempuan Indonesia
  • Kisah Inak Sahnun dan Pesan Moral Tentang Kemerdekaan

Komentar Terbaru

  • Tradisi Haul Sebagai Sarana Memperkuat Solidaritas Sosial pada Kecerdasan Spiritual Menurut Danah Zohar dan Ian Marshal
  • 7 Prinsip dalam Perkawinan dan Keluarga pada 7 Macam Kondisi Perkawinan yang Wajib Dipahami Suami dan Istri
  • Konsep Tahadduts bin Nikmah yang Baik dalam Postingan di Media Sosial - NUTIZEN pada Bermedia Sosial Secara Mubadalah? Why Not?
  • Tasawuf, dan Praktik Keagamaan yang Ramah Perempuan - NUTIZEN pada Mengenang Sufi Perempuan Rabi’ah Al-Adawiyah
  • Doa agar Dijauhkan dari Perilaku Zalim pada Islam Ajarkan untuk Saling Berbuat Baik Kepada Seluruh Umat Manusia
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2021 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2021 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist