• Login
  • Register
Sabtu, 10 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Hari Santri dan Kisah Perempuan Ulama Pengarang Kitab Kuning

Melalui kisah seorang perempuan ulama pengarang kitab kuning ini, menjadi refleksi bersama di momentum Hari Santri Nasional. Bahwa masih banyak PR yang harus kita lakukan untuk membincang isu kesetaraan dan keadilan dalam dunia pesantren

Zahra Amin Zahra Amin
22/10/2022
in Featured, Pernak-pernik, Rekomendasi
0
Hari Santri

Hari Santri

880
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Di antara gegap gempita perayaan Hari Santri yang jatuh setiap 22 Oktober, ada satu hal yang masih menjadi ganjalan hingga hari ini. Yakni tentang minimnya kehadiran perempuan di ruang-ruang pergulatan intelektualisme santri, pesantren, Kiai dan Ibu Nyai.

Terutama menelisik sejarah keilmuan pesantren negeri ini, atau tak usah jauh-jauh ke tahun-tahun yang lampau. Dalam pengalaman kehidupan nyantri yang pernah saya jalani, sedikit sekali santri, Ibu Nyai atau perempuan ulama yang mengajar dan mengarang kitab kuning.

Namun hal mengejutkan saya temui ketika membaca buku Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat karangan Martin van Bruinessen. Di mana dalam buku tersebut terungkap satu fakta bahwa di antara kitab kuning yang dibaca di Indonesia terdapat satu karangan seorang perempuan ulama Melayu.

Akan tetapi tidak banyak pembaca yang menyadari hal itu. Sebuah kitab yang belakangan atas nama seorang laki-laki, yakni pamannya sendiri. Kitab ini terkenal dengan judul “Parukunan Jamaluddin”. Kitabnya sederhana saja. Parukunan berarti uraian dasar mengenai rukun Islam dan rukun iman, dan ini merupakan salah satu yang paling populer di antara kitab-kitab sejenis, serta sering tercetak kembali.

Tertulis di halaman pertama bahwa kitab ini adalah “Karangan bagi al ‘alim al-‘allamah Mufti Jamaluddin ibn al-marhum al-‘alim al-fadhil al-Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari”. Jamaluddin putra Arsyad Al-Banjari yang terkenal itu memang seorang laki-laki yang berpengaruh. Ulama yang paling terkemuka di Kalimantan Selatan pada zamannya.

Baca Juga:

Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi: Singa Podium dari Bojonegoro

Menilik Kiprah Ulama Perempuan dalam Menguatkan Hak Penyandang Disabilitas

Doa, Mubadalah, dan Spirit Penguatan Perempuan: Catatan Reflektif dari Kuala Lumpur

Dr Nahla Shabry: Qawwamun bukan Pemimpin yang Mendominasi Perempuan

Fatimah, Perempuan Ulama Pengarang Kitab Kuning

Tetapi tradisi setempat mengingatkan bukan ia yang mengarang kitab parukunan tersebut, melainkan seorang keponakan perempuannya, yaitu Fatimah, yang lahir dari perkawinan putri Syekh Arsyad, Syarifah dengan Abdul Wahab Bugis. Kurang jelas mengapa Jamaluddin mengatasnamakan karangan ini.

Dalam dunia kitab kuning memang tidak ada copyright (hak cipta), dan menyalin tulisan orang lain tanpa kreditasi sudah menjadi kebiasaan. Namun dalam hal ini kita merasa bahwa identitas pengarang yang sebenarnya dengan sengaja disembunyikan sesuai dengan anggapan yang sudah mapan bahwa mengarang kitab merupakan pekerjaan laki-laki.

Kalau kita menggali lebih dalam ke buku-buku sejarah, tidak mustahil kita akan menemukan perempuan lain yang menguasai ilmu-ilmu agama dan telah menulis kitab. Dan tak usah heran kalau sumbangan mereka ternyata diingkari dan diboikot.

Isi Kitab Parukunan Jamaluddin

Sementara itu dari segi isi kitab Parukunan Jamaluddin tak jauh berbeda dari kitab sejenis lainnya. Fatimah pastilah seorang feminis yang dengan sengaja menulis kitab fikih alternatif. Kitabnya sangat sederhana dan hanya menguraikan beberapa ajaran pokok berhubungan dengan salat, puasa dan cara mengurus jenazah.

Namun pengarang tidak meletakkan perempuan pada posisi lebih rendah atau kurang suci daripada laki-laki. Ia menghindari dari perkara yang sangat membedakan antara kedua jenis kelamin. Seperti aqiqah, warisan atau kesaksian.

Ketika ia membicarakan haid dan mandi sesudah haid, tidak ada kesan seolah-olah perempuan dalam haid adalah kotor. Ia tidak memakai istilah seperti “bersuci” yang secara tersirat menyatakan perempuan dalam haid tidak “suci”. Secara lebih netral ia menuliskan bahwa ada lima perkara yang mewajibkan mandi. Yakni mati, dan janabah (persetubuhan). Tidak ada uraian panjang tentang hal-hal yang dilarang perempuan pada masa haid.

Melalui kisah seorang perempuan ulama pengarang kitab kuning ini, menjadi refleksi bersama di momentum Hari Santri Nasional. Bahwa masih banyak PR yang harus kita lakukan untuk membincang isu kesetaraan dan keadilan dalam dunia pesantren.

Tidak hanya bagaimana kita memberi akses dan ruang aman bagi santri perempuan. Tetapi juga menguatkan otoritas pengetahuan mereka. Sesuai dengan tema Hari Santri tahun ini, yakni menjadi santri yang “berdaya menjaga martabat kemanusiaan”. Selamat Hari Santri Nasional 2022! []

 

 

Tags: Hari Santri NasionalkiaiKitab KuningPondok PesantrenSantriulama perempuan
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

perempuan di ruang domestik

Perempuan di Ruang Domestik: Warisan Budaya dan Tafsir Agama

9 Mei 2025
PRT

Mengapa PRT Identik dengan Perempuan?

9 Mei 2025
Aurat dalam Islam

Aurat dalam Islam

9 Mei 2025
Menikah adalah Separuh Agama

Benarkah Menikah Menjadi Bagian dari Separuh Agama?

9 Mei 2025
Vasektomi untuk Bansos

Vasektomi untuk Bansos: Syariat, HAM, Gender hingga Relasi Kuasa

9 Mei 2025
Kopi Kamu

Kopi Kamu: Ruang Kerja Inklusif yang Mempekerjakan Teman Disabilitas

8 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • PRT

    Mengapa PRT Identik dengan Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Waktu Berlalu Cepat dan Bagaimana Mengendalikannya?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Aurat dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Luna Maya, Merayakan Perempuan yang Dicintai dan Mencintai

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Benarkah Menikah Menjadi Bagian dari Separuh Agama?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?
  • Perempuan di Ruang Domestik: Warisan Budaya dan Tafsir Agama
  • Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi: Singa Podium dari Bojonegoro
  • Mengapa PRT Identik dengan Perempuan?
  • Kisah Luna Maya, Merayakan Perempuan yang Dicintai dan Mencintai

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version