• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Imlek dan Prinsip Kesalingan

Zahra Amin Zahra Amin
19/02/2018
in Featured, Publik
0
Imlek

Imlek

230
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Tahun baru Imlek merupakan perayaan terpenting orang Tionghoa. Perayaan tahun baru Imlek dimulai di hari pertama bulan pertama di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh tanggal kelima belas, pada saat bulan purnama. Namun masih banyak di antara kita yang belum mengerti tradisi dan budaya Tionghoa ini. Bahkan ada yang mengharamkan untuk sekadar mengucapkan selamat tahun baru Imlek. Alasannya, itu bukan bagian dari tradisi Islam atau karena mayoritas warga etnis Tionghoa bukan muslim.

Padahal dalam sejarah penyebaran Islam di Indonesia tidak lepas dari peran Laksamana Cheng Ho/Sam Po Kong, yang diutus oleh Kaisar Tiongkok pada masa itu untuk melakukan muhibah menjalin kerjasama antar bangsa melalui perjalanan laut, berlayar hingga ke Nusantara pada masa sebelum dan saat Kerajaan Majapahit bertahta.

Tidak hanya itu saja, sejarah Nusantara telah banyak bersinggungan dengan tradisi dan budaya Tionghoa. Bahkan para penyebar agama Islam di Pulau Jawa yang dikenal dengan sebutan Wali Songo, di antaranya merupakan bangsa Tionghoa. Seperti Sunan Ampel yang masih keturunan dari Kerajaan Champa atau dikenal dengan nama Negara Kamboja saat ini, memiliki nama Tionghoa Bong Swie Hoo.

Maka ketika kita mengabaikan perayaan Imlek, sama halnya dengan lupa pada sejarah, dan tidak menghargai bagaimana proses penyebaran Islam hingga sekarang. Padahal menurut Profesor Doktor Mahfudz MD, dalam salah satu tayangan di TV swasta nasional, beliau menyampaikan bahwa Imlek atau Tahun Baru China sudah ada sejak 2569 tahun yang lalu, sedangkan tahun masehi baru 2018 dan tahun hijriyah di hitungan tahun 1438, sehingga secara logika Imlek lebih dahulu ada. Maka terasa aneh jika mengucapkan atau merayakan imlek dianggap sebagai perbuatan bid’ah.

Di Indonesia sendiri selama tahun 1968-1999 perayaan tahun baru Imlek dilarang dirayakan di depan umum. Dengan instruksi Presiden nomor 14 tahun 1967, rezim orde baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto melarang segala hal yang berbau Tionghoa di antaranya imlek. Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan tahun baru Imlek pada tahun 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid mencabut inpres no 14 tahun 1967.

Baca Juga:

Boys Don’t Cry: Membongkar Kesalingan, Menyadari Laki-laki Juga Manusia

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

Bagaimana Mubadalah Memandang Fenomena Perempuan yang Menemani Laki-laki dari Nol?

Luka Ibu Sebelum Suapan Terakhir Bagian II

Kemudian Presiden Abdurrahman Wahid menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/201 tertanggal 9 April 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya). Baru pada tahun 2002, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri mulai tahun 2003.

Maka kita patut berterima kasih pada Presiden Abdurrahman Wahid atau yang akrab dipanggil Gus Dur karena telah membuka lagi kesempatan untuk menjalin hubungan harmonis dengan masyarakat Tionghoa. Mereka sudah diakui sebagai bagian yang tak terpisahkan dari Indonesia. Sehingga keberagaman yang ada itu menjadi tanggung jawab kita bersama untuk menjaganya. Apa yang sudah dimulai Gusdur, tugas kita untuk meneruskan nilai-nilai pluralisme dan toleransi.

Setelah perayaan Imlek diperbolehkan, tradisi Tionghoa yang mati selama puluhan tahun itu akhirnya hidup kembali, dan menjadi bagian dari budaya serta tradisi orang Indonesia. Kita bisa melihat atraksi barongsai yang mungkin sudah semakin langka dalam berbagai event perayaan Imlek di kota-kota besar. Kita juga bisa ikut menikmati kue khas imlek seperti kue keranjang dan aneka panganan khas Tionghoa lainnya.

Dalam hidup bermasyarakat yang majemuk, kita sudah terbiasa berinteraksi dengan komunitas Tionghoa, terutama di bidang perdagangan, bisnis dan pengobatan sebagai sarana hubungan simbiosis mutualisme, yang saling menguntungkan. Proses ini  dinamakan dengan prinsip kesalingan untuk bekerjasama dalam hal kebaikan.

Relasi antara muslim dan non muslim sebagaimana yang pernah disampaikan KH. Husein Muhammmad saat mengampu Pengajian Kamisan di Fahmina Institute, bahwa Islam menghargai setiap individu dan siapapun manusianya. Maka turunlah perintah-perintah agama untuk bersikap adil, bertindak kasih, saling mengenal dan etika sosial lainnya. Moralitas luhur yang lain, prinsip dasar Islam  adalah penghormatan terhadap manusia siapapun dia dan darimanapun asal-usulnya, maka kita wajib menghormati.

Maka salah jika menganggap komunitas Tionghoa atau tradisi yang mereka miliki sebagai ‘the others’ atau yang lain, sebab kita tidak bisa mengeneralisir orang lain sebagai sesuatu yang harus dijauhi atau dimusuhi, karena hal itu justru akan menyempitkan pandangan kita terhadap prinsip kemanusiaan, yakni menghormati manusia sebagai bagian hak asasi manusia.

Sehingga prinsip resiprokal hadir untuk saling menghormati dan menghargai budaya serta tradisi komunitas Tionghoa dalam merayakan imlek. Karena Indonesia adalah rumah bersama, yang satu sama lain telah menjadi keluarga, sudah selayaknya antar anggota keluarga untuk saling menopang kebutuhan dan kepentingan satu sama lain. []

Tags: ImlekKesalinganMubadalahprinsip kesalingantionghoa
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Isu Iklim

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

3 Juli 2025
KB sebagai

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

3 Juli 2025
Poligami atas

Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

3 Juli 2025
Konten Kesedihan

Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

3 Juli 2025
SAK

Melihat Lebih Dekat Nilai Kesetaraan Gender dalam Ibadah Umat Hindu: Refleksi dari SAK Ke-2

2 Juli 2025
Wahabi Lingkungan

Ironi: Aktivis Lingkungan Dicap Wahabi Lingkungan Sementara Kerusakan Lingkungan Merajalela

2 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Konten Kesedihan

    Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim
  • Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID