Jalan Mandiri Pernikahan

Selain jalan ibadah, pernikahan dalam bingkai sosial ialah ruang belajar menjadi insan mandiri melalui kerja sama dan kesalingan.

Jalan Mandiri Pernikahan

Jalan Mandiri Pernikahan

Mubadalah.id – Ada hal yang—dengan sadar atau tidak—membikin kita sejenak berpikir. Entah karena setuju ataupun tidak. Itulah yang saya alami, secara tak sengaja, tatkala menonton sebuah tayangan Kang Dedi Mulyadi di Facebook.

Tayangan berisi KDM memberi pesan, entah kepada siapa, seputar pernikahan. Pesannya kira-kira demikian manakala saya bahasakan: Kalau sudah menikah, dan ingin maju, jangan tinggal sama orang tua. Tinggallah sendiri walaupun mengontrak. Pesan ini menyiratkan jalan mandiri pernikahan.

Dalam pelbagai kesempatan, sebagai warga Jawa Barat, sejauh ini saya banyak tak setuju dengan kebijakan KDM semenjak menjabat gubernur. Akan tetapi, lain cerita dengan satu pesannya barusan. Tayangan itu memang potongan, dan ketika esai ini saya tulis, dua hari sebelumnya saya melacak tayangan utuhnya. Hasilnya nihil, atau memang kemampuan saya masih terbatas dalam hal ini.

Saya ingin sedikit lebih sabar menyimak tayangan utuhnya agar paham konteks yang KDM ucapkan ihwal pesan itu. Dalam ucapan sebelum atau setelahnya, atau pesan itu terakibatkan dari sebuah peristiwa tak sengaja, itu pun bisa menjadi kemungkinan. Pun, tayangan itu saya tak bisa pastikan apakah terbikin setelah menjadi gubernur, sebelum, atau masa kampanyenya. Hal-hal itu, sementara saya endapkan dulu.

Kembali. Saya ingin menariknya fokus pada pesan tadi. Pernikahan secara normatif memang ruang bersatunya dua orang, tetapi pada hakikatnya sebenarnya menikahkan antardua keluarga masing-masing mempelai juga. Konsep pernikahan memberi pengertian bahwa tanggung jawab mempelai perempuan (istri) sepenuhnya terlimpahkan pada suami, tidak lagi pada ayahnya, orang tuanya.

Ruang Mandiri

Selain jalan ibadah, pernikahan dalam bingkai sosial ialah ruang belajar menjadi insan mandiri melalui kerja sama dan kesalingan. Dua orang, dengan pelbagai karakter, sepakat bersatu membangun dan membina rumah tangga mereka. Sejak awal saja, konsep itu sudah mewujud pada pengertian mandiri. Dua orang itu ingin membangun keluarga sendiri, artinya berpisah dari keluarga besar.

Ini menjadi tanda, selain terpisah secara administratif, maka hal-hal lainnya pun mengikuti. Termasuk terpisah secara tempat tinggal. Singgungan antara mandiri dan keterpisahan dengan keluarga besarnya, sebuah pasangan sejatinya tengah menerapkan pemaknaan peribahasa “Berat Sama Dipikul, Ringan Sama Dijinjing”. Pelbagai cobaan dan tantangan mesti mereka selesaikan—lebih dulu—dengan pasangannya dalam rangka menghadapi bahtera rumah tangga.

Secara kasuistis, sebenarnya tak ada larangan pasangan suami-istri untuk tetap tinggal bersama dengan orang tua mereka. Namun, hal demikian berpotensi memunculkan banyak kemungkinan. Memang relatif, bisa baik atau tidak. Pun, banyak Banyak pro-kontra pendapat di dalamnya, sebagian setuju, banyak juga yang menolak. Kita mesti jeli dan hati-hati dalam mengambil keputusan apapun, termasuk dalam hal ini.

Bukti Empiris

Kita menjaga, barang kali dalam kebersamaan tinggal bersama orang tua berpotensi memunculkan sekian persoalan. Demi menjaga hubungan baik, kiranya jalan mandiri dan berpisah tempat tinggal adalah pilihan yang tak terlalu buruk.

Kita bisa menyimak bukti empiris itu dalam sebuah film berjudul Home Sweat Loan (2024) garapan sutradara Sabrina Rochelle Kalangie. Apa yang terjadi pada Kaluna setidaknya jangan sampai terjadi dalam kehidupan nyata kita, saya, dan Anda.

Bagaimana Kaluna berjibaku, sebagai anak bungsu, ingin segera keluar dari rumah orang tuanya yang selalu ramai dan kerap membuatnya terganggu dan tak nyaman. Dua kakaknya, Kamala dan Kanendra sudah menikah, dan tetap tinggal bersama pasangan dan buah hati mereka dalam satu atap bersama orang tua mereka, orang tua Kaluna juga.

Di rumah itu, bagi Kaluna, pernikahan sekaligus kehadiran keluarga Kamala dan Kanendra adalah biang masalah. Kebebasan, kemerdekaan, dan kuasanya sebagai anggota rumah seakan menguap begitu saja. Kaluna sudah beribu kali mengalah menyoal fasilitas, waktu, kerja, dsb yang berhubungan dengan rumah orang tuanya itu. Ibunya cenderung berpihak kepada kedua kakaknya. Di rumah, harapan satu-satunya yang tersisa bagi Kaluna ialah bapaknya.

Pemisalan inilah yang terkhawatirkan dari bagaimana akibat anak yang telah menikah tetapi masih tinggal bersama satu atap dengan orang tuanya. Soal siapa setuju, siapa tidak itu kembali lagi adalah hal relatif. Utamanya, pesan yang KDM ucapkan dalam tayangan di atas sudah sepantasnya mendapat perhatian dan terpertimbangkan.

Khususnya bagi sesiapun yang hendak atau baru saja melangsungkan pernikahan tetapi masih bernaung di atas yang sama dengan orang tua. Maka, satu dari sekian banyak jalan mandiri pernikahan ialah dengan hidup terpisah dengan orang tua. Tabik. []

Exit mobile version