• Login
  • Register
Sabtu, 10 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Jangan Ada Predator Seks di Antara Kita

Aspiyah Kasdini RA Aspiyah Kasdini RA
24/01/2020
in Personal
0
211
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

            “Orang pinter, udah sekolah tinggi-tinggi, jauh pula, kok gitu?”

            “Katanya Ustadz, kok bejat?!”

Kejadian yang ramai diperbincangkan masyarakat akhir-akhir ini menjadi sesuatu yang mencengangkan. Dua kasus tersebut membuktikan, bahwa predikat seseorang tidak menjamin perilakunya. Siapa pun itu berpeluang menjadi predator seks atau korban, mengapa? Karena semua manusia memiliki alat kelamin dan anus yang menjadi sasaran para predator seks. Siapa yang menjadi korban? Tentunya siapa pun yang memiliki alat kelamin dan anus sama-sama berpeluang menjadi korban.

Korban predator seks berasal dari berbagai kalangan, entah itu perempuan, laki-laki bahkan anak-anak sekali pun. Tentunya membuat khawatir bagi orang tua yang memiliki anak, terlebih anak-anak yang sudah tidak dalam pengawasan langsung orang tua, seperti berada di daerah yang berbeda (sekolah, pesantren, kuliah, kerja, dan sejenisnya).

Adanya rasa khawatir berseberangan dengan rasa aman. Lantas bagaimana menghilangkan rasa khawatir dan menciptakan rasa aman kepada diri sendiri dan orang-orang tersayang? Dalam ilmu Budaya Dasar dijelaskan, manusia diciptakan sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Sebagai makhluk individu, seseorang berhak mengakses segala hal untuk memenuhi hak pribadinya. Juga sebagai makhluk sosial, seseorang pun berhak mencukupi hak bersamanya.

Baca Juga:

Perempuan di Ruang Domestik: Warisan Budaya dan Tafsir Agama

Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi: Singa Podium dari Bojonegoro

Mengapa PRT Identik dengan Perempuan?

Kisah Luna Maya, Merayakan Perempuan yang Dicintai dan Mencintai

Memang, sebagai makhluk individu seseorang dapat dengan bebas melakukan apa pun yang dianggap adalah haknya, namun tidak boleh dilupakan, bahwasanya ia juga adalah makhluk sosial, sehingga pemenuhan hak atas dirinya tidak boleh mengganggu hak atas diri orang lain.

Oleh karena itu, dalam menjalankan hidup, manusia tidak mungkin terlepas dari norma-norma berikut sangsinya yang berlaku. Norma-norma inilah yang mengatur bagaimana seseorang dapat memenuhi hak pribadinya tanpa merugikan orang lain, tidak lain tujuannya agar hubungan di dalam masyarakat dapat berjalan seperti yang diharapkan, yakni aman, tertib, dan damai, demikian ujar Soerjono Soekanto, Guru Besar Sosiologi Hukum Universitas Indonesia.

Norma-norma yang dimaksud adalah norma susila (yang datang dari hati nurani), norma kesopanan (lahir dari hubungan sosial di masyarakat), norma agama (bersumber dari doktrin agama), norma kebiasaan, dan norma hukum. Penerapan norma-norma ini bisa dipraktekkan dalam melakukan pendekatan preventif kepada orang-orang terdekat, termasuk diri sendiri, agar tidak menjadi pelaku atau korban predator seks.

Pendekatan preventif yang penulis maksudkan dapat dilakukan dengan tiga cara yang saling melengkapi, yakni: pendekatan individu, pendekatan agama, dan pendekatan sosial.

Pendekatan individu dapat dilakukan dengan memperkenalkan sedini mungkin alat-alat vital reproduksi yang terdapat dalam tubuh, seperti payudara, vagina, berikut anus untuk perempuan, penis dan juga anus untuk laki-laki. Tidak cukup hanya diperkenalkan saja, setiap individu juga harus mengetahui cara menggunakan berikut fungsinya.

Pendekatan selanjutnya adalah pendekatan agama. Menjadi penting karena dengan pendekatan agama seseorang dapat memiliki batas dalam memahami dan menggunakan alat-alat vital reproduksinya. Setiap agama tentu memiliki aturan pada hal seksualitas, dalam nash-nash agama Islam juga demikian.

Segala hal yang berhubungan dengan alat vital reproduksi memiliki dasar hukumnya masing-masing sejak lahir. Seperti perbedaan penyucian air seni bagi perempuan dan laki-laki (perbedaan kadar bakteri yang terkandung antar keduanya), masa menstruasi dan mimpi basah sebagai tanda mukallaf, kehalalan hubungan badan hanya setelah ada akad perkawinan, menjaga kemaluan dan pandangan bagi mukallaf, batas aurat, dan lainnya. Pasal-pasal tersebut secara tidak langsung menegaskan bahwa kita harus apik terhadap alat vital reproduksi yang kita miliki serinci mungkin.

Dua pendekatan tersebut harus diiringi dengan pendekatan sosial. Pendekatan sosial ialah dengan menampilkan identitas diri selayaknya yang berlaku di masyarakat. Pemilihan lingkungan yang baik dan sehat sangat mempengaruhi karakter pada diri seseorang. Baik di sini maksudnya adalah lingkungan bersangkutan adalah lingkungan yang dapat memberikan pengaruh positif pada perilaku tiap individu, sedangkan lingkungan yang sehat adalah lingkungan yang memberikan pengaruh positif pada kesehatan fisik dan psikis (kejiwaan) para individunya.

Tidak hanya pemilihan lingkungan yang baik dan sehat saja, aktifitas atau kegiatan pun hendaknya merupakan wujud dari identitas diri. Aktifitas yang bersebrangan umumnya meninggalkan jejak yang bersebrangan pula, seperti anak laki-laki yang dibiasakan main boneka, anak perempuan yang dipakaikan pakaian laki-laki atau berambut pendek seperti laki-laki, atau lainnya, kebanyakan akan berpengaruh atau memiliki kecenderungan terhadap lawan dari identitas dirinya.

Sebenarnya sah-sah saja demikian, namun harus dengan catatan, yakni tidak boleh sampai memudarkan atau menghilangkan identitas dirinya. Boleh berambut pendek bagi perempuan, namun bagaimanakah rambut pendek yang baik untuk perempuan, rambut pendek ketika orang melihatnya tidak mengira dia laki-laki. Laki-laki juga boleh bermain boneka, namun jangan sampai menghilangkan jati dirinya sebagai laki-laki, seperti bermain boneka hewan atau robot.

Perempuan juga boleh menggunakan celana yang secara konstruk sosial merupakan pakaian laki-laki, namun celana bagaimana-kah yang tidak menghilangkan identitas keperempuannya. Perihal ini dijelaskan Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani dalam kitab Al-Ghunyah, bahwa pakaian yang harus dihindari adalah setiap pakaian yang aneh dalam pandangan orang lain dan tidak ada dalam kebiasaan masyarakat serta keluarga.

Dimana dengan memakai pakaian itu, orang lain akan membicarakan dirinya dan akhirnya menjadi bahan bagi mereka untuk ghibah, sehingga pemakainya ikut berbuat dosa. Lagi-lagi, manusia berhak bebas atas dirinya, namun jangan sampai mengganggu hak sesama lainnya, terlebih untuk berbuat dosa.

Tiga pendekatan ini adalah bentuk ikhtiar sebagai manusia, agar dunia hasanah dan akhirat hasanah dapat diwujudkan. Tentunya dengan pendekatan ini pula setiap individu dapat leluasa mengunakan hak seksnya tanpa memberikan kerugian terhadap sesama, sehingga sebagai makhluk sosial kita dapat saling memberikan rasa aman, rasa damai, rasa tenang, dan tentunya rasa yang membahagiakan. Wallah A’lam bi al-Shawwaab.[]

Aspiyah Kasdini RA

Aspiyah Kasdini RA

Alumni Women Writers Conference Mubadalah tahun 2019

Terkait Posts

Kisah Luna Maya

Kisah Luna Maya, Merayakan Perempuan yang Dicintai dan Mencintai

9 Mei 2025
Waktu Berlalu Cepat

Mengapa Waktu Berlalu Cepat dan Bagaimana Mengendalikannya?

9 Mei 2025
Memilih Pasangan

Jangan Nekat! Pentingnya Memilih Pasangan Hidup yang Tepat bagi Perempuan

8 Mei 2025
Keheningan

Keheningan Melalui Noble Silence dan Khusyuk sebagai Jembatan Menuju Ketenangan Hati

8 Mei 2025
Separuh Mahar

Separuh Mahar untuk Istri? Ini Bukan Soal Diskon, Tapi Fikih

7 Mei 2025
Aktivitas Digital

Menelaah Konsep Makruf dalam Aktivitas Digital

7 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kritik Kesaksian Perempuan

    Kritik Syaikh Al-Ghazali atas Diskriminasi Kesaksian Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tafsir Sosial Kemanusiaan: Vasektomi, Kemiskinan, dan Hak Tubuh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa PRT Identik dengan Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Saksi Perempuan Menurut Abu Hanifah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Keheningan Melalui Noble Silence dan Khusyuk sebagai Jembatan Menuju Ketenangan Hati

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Perempuan di Ruang Domestik: Warisan Budaya dan Tafsir Agama
  • Ibu Nyai Hj. Djamilah Hamid Baidlowi: Singa Podium dari Bojonegoro
  • Mengapa PRT Identik dengan Perempuan?
  • Kisah Luna Maya, Merayakan Perempuan yang Dicintai dan Mencintai
  • Aurat dalam Islam

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version