Mubadalah.id – Jejak tokoh muslim penyandang disabilitas dapat kita lihat sebagai pedoman bahwa Rasulullah membawa ajaran Islam dengan sangat memperjuangkan kesetaraan setiap manusia. Islam sangat mengecam tindakan diskriminasi, baik soal ras, suku, kasta, hingga dalam konteks difabel dan non difabel.
Saya mengingat ulasan dari bu Nyai Nur Rofi’ah pada salah satu sesi Ramadhan Inklusif bagaimana Nazi memperlakukan kelahiran manusia difabel. Peristiwa euthanasia merupakan pembunuhan difabel secara masal karena menganggap mereka adalah beban, tidak bisa bekerja dan tidak berharga.
Jika kita ulas ke era sebelum Islam, peristiwa di atas serupa pembunuhan bayi perempuan yang yang ada pada masa jahiliyyah. Orang Arab Jahiliyah tidak menyukai bayi perempuan karena menganggap mereka tidak bisa berperang dan tidak bisa mempertahankan kekuasaan. Dua peristiwa masa lalu ini adalah hal yang sangat keliru dan mencederai norma kemanusiaan.
Singkatnya, perilaku diskriminasi suatu golongan tertentu adalah bentuk pelestarian budaya jahiliyyah. Di zaman ini, sudah sepatutnya mengancam kita mengecam tindakan diskriminasi apapun bentuknya. Sebab kita tidak pernah tahu, dibalik kekurangannya Tuhan memberkati kelebihan apa dalam dirinya.
Mengenal Tokoh Muslim Difabel
Sejak zaman dahulu Islam mengajarkan saling menghargai satu sama lain, termasuk pada penyandang disabilitas. Yuk, kenali tokoh muslim penyandang disabilitas yang bisa menjadi panutan.
Abdullah Ibn Ummi Maktum
Mungkin nama ini tidak begitu terkenal, tetapi kisahnya sangat terkenal di kalangan umat Muslim. Abdullah ibn Ummi Maktum adalah seorang tunanetra termasuk golongan sahabat Rasulullah, bahkan termasuk assabiqunal awwalun. Beliaulah lah sosok oang buta yang dikisahkan pada Qs. ‘Abasa ayat 1-6.
Saat itu Rasulullah sedang bertemu pemuka kaum Quraisy, hingga saat datang Abdullah ibn Ummi Maktum Rasulullah memalingkan muka memasang wajah masam. Kedatangannya pun bukan tanpa sebab, ia adalah orang yang gemar belajar ilmu agama Islam kepada Rasulullah. Rasulullah mendapat teguran dari Allah lewat surat ‘abasa dan kemudian memperbaiki sikapnya pada ibn Maktum.
Selain seorang sahabat, Ibn Maktum juga termasuk kerabat Siti Khadijah, Istri Rasulullah. Berkat belajar langsung dari Rasulullah, Ibn Maktum menjadi penghafal Al-Qur’an dan beberapa kali mengumandangkan adzan seperti Bilal Ibn rabbah. Atas keterbatasannya, meskipun boleh untuk tidak ikut berjihad, Ibn Maktum tetap ikut berjihad hingga ia menjadi pahlawan syahid dalam peperangan.
Az-Zamakhsyari
Abu al-Qasim Mahmud ibn Umar al-Khawarizmi az-Zamakhsyari merupakan seorang ahli tafsir yang terkenal dengan nama Az-Zamakhsyari. Salah satu karyanya di bidang tafsir adalah tafsir Al-Kasyaf yang identik dengan ra’yi (pendapat) az-Zamakhsyari.
Imam Az-Zamakhsyari juga seorang ahli di bidang ilmu lughah, ma’ani, dan bayan. Tidak heran, tafsir al-Kasyaf sarat akan makna bahasa yang mendalam. Pendapat az-Zamakhsyari juga banyak tercantum di kitab-kitab Ilmu Nahwu dan Balaghah sebagai dalilnya.
Keahliannya di berbagai bidang tentu tidak lepas dari perjuangan dan semangat yang besar. Selain belajar Al-Qur’an kepada ayahnya, az-Zamakhsyari juga menuntut ilmu pada ulama-ulama di berbagai negara seperti Khurasan, Khawarizm, dan Baghdad.
Ada beberapa versi tentang cerita latar belakang Az-Zamakhsyari. Tetapi yang pasti beliau adalah seorang tuna daksa yang memiliki kecacatan kaki hingga akhir hayatnya. Bahkan az-Zamakhsyari juga tidak menikah seumur hidupnya.
Hafsh ibn Umar al-Bashri
Nama lengkapnya adalah Hafsh ibn Umar ad-Dharir al-Akbar al-Bashri, seorang ahli hadis berasal dari Bashrah. Hafsh al Bashri mendapatkan banyak keilmuan agama Islam, khususnya di bidang hadis dari dari guru-guru di tempat kelahirannya; Bashrah. Selain ilmu hadits, beliau juga ahli di bidang ilmu astronomi, waris, puisi dan sejarah.
Beliau merupakan seorang tunanetra sejak kecil tapi tidak menjadikannya orang yang buta akan ilmu pengetahuan. Sebagai seorang perawi hadis, perlu kredibilitas yang tinggi untuk menjamin keabsahan hadits. Menurut Abu Hatim, Hafsh ibn Umar al-Bashri meriwayatkan sebagian besar hadis dengan cara menghafalnya, bukan menulis.
Ali ibn Ahmed ibn Yusuf ibn Al-Khizr Al Amidi
Al ibn Ahmed ibn Yusuf ibn Al-Khizr Al-Amidi adalah ahli bahasa asing yang merupakan seorang penyandang disabilitas netra. Sayang sekali, nama Al-Amidi jarang dikenal dalam ranah ilmuwan muslim atau ilmuwan dunia, padahal ia memiliki kontribusi pada penemuan huruf baca tunanetra.
Pada tahun 1824, Louis Braille membuat metode huruf Braille yang sekarang populer di masyarakat, khususnya penyintas disabilitas netra. Tetapi jauh sebelum itu, 600 tahun sebelumnya al-Amidi telah memikirkan huruf baca tunanetra. Al amidi menciptakan penulisan untuk tunanetra memanfaatkan keunggulan tunanetra dalam meraba. selain membaca, al-Amidi juga mampu menentukan jarak baris hingga harga buku.
Tidak banyak kisah lama yang mencatat kiprah Al-Amidi. Selain itu, Al-Amidi juga ahli hukum dan ahli bahasa. Meskipun secara global tidak tercatat sebagai penggagas huruf untuk tunanetra, tetapi namanya terkenal di kawasan jazirah Arab. D
Beberapa tokoh di atas menjadi gambaran bahwa setiap manusia sama-sama memiliki potensi tanpa memandang kesempurnaan fisiknya. Seorang penyandang disabilitas juga memiliki hak untuk menunjukkan potensinya di berbagai bidang seperti manusia lainnya. Begitulah keadilan hakiki seharusnya berjalan. []