Mubadalah.id – Secara literal, Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) didefinisikan sebagai gerakan Islam rahmatan lil ‘alamin, yang berdimensi spiritual, intelektual, kultural dan struktural, untuk meneguhkan nilai-nilai keislaman, kebangsaan, dan kemanusiaan, serta kelestarian lingkungan dengan menitik-beratkan pada perspektif keadilan gender.
Dimensi spiritual artinya gerakan ini berangkat dari nilai moral ketuhanan untuk kemanusiaan. Dimensi intelektual merujuk pada pentingnya kerja-kerja pengetahuan sebagai basis gerakan. Serta dimensi kultural pada pentingnya akar dan media budaya dalam setiap langkah gerakan.
Sementara dimensi struktural artinya, gerakan KUPI memberi mandat kepada para peserta untuk melakukan kerja-kerja transformatif yang nyata bagi keadilan sosial, bukan sekedar wacana, termasuk dengan perubahan kebijakan, untuk meneguhkan nilai-nilai KUPI tersebut.
Karena itu, KUPI tidak bisa berhenti hanya sekedar kegiatan Kongres belaka. Untuk menerjemahkan hasil-hasilnya. Maka yang KUPI perlukan sebuah gerakan yang berisi individu dan lembaga-lembaga yang meyakini visi dan misi KUPI yang bekerja secara lebih kordinatif. Hal ini guna memastikan hasil-hasil tersebut nyata terimplementasikan di lapangan.
Gerakan ini menjadi bagian integral dari substansi KUPI sebagai ruang bersama dan belajar bersama. Serta bergerak bersama untuk meneguhkan keadilan relasi laki-laki dan perempuan dalam perspektif Islam.
Jadi, paska kongres, substansi KUPI berubah wujud menjadi sebuah gerakan bersama untuk meneguhkan eksistensi dan peran keulamaan perempuan Indonesia.
Siapapun yang mengakui keulamaan perempuan, menerima dan meyakini konsep keadilan hakiki bagi perempuan. Termasuk memakai perspektif kesalingan dalam relasi gender, menganut metodologi musyawarah keagaman yang dipakai selama Kongres. Serta mengamalkan hasil-hasil Kongres adalah bagian dari gerakan keulamaan perempuan KUPI. []