• Login
  • Register
Kamis, 3 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Film

Melihat Relasi Pernikahan Menurut Buya Hamka dalam Film Noktah Merah Perkawinan

Review Film Noktah Merah PerkawinanPerkawinan pemikiran dalam pernikahan hanya akan tercapai dengan dialog yang terbuka dan setara antara suami dan istri. Itulah pentingnya pillow talk dalam rumah tangga, bincang-bincang kecil sebelum tidur bersama pasangan

Rahmah Eka Saputri Rahmah Eka Saputri
06/02/2023
in Film
0
Film Noktah Merah Perkawinan

Film Noktah Merah Perkawinan

617
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ada banyak teori yang coba memformulasikan tiang keutuhan sebuah rumah tangga. Suatu kali salah seorang guru saya mendefenisikan bahwa rumah tangga terbangun atas dua komponen utama yaitu uang dan seks. Saya menilai ini ada benarnya juga, jika melihat lebih dekat memang beberapa gejolak dalam rumah tanggga sering muncul karena dua faktor itu. Sebagaimana yang nampak dalam film Noktah Merah Perkawinan, berdasarkan pendapat Buya Hamka tentang relasi pernikahan.

Menurut Buya Hamka, uang yang tidak mencukupi menimbulkan kekurangan hidup, akan berdampak kepada kurangnya pemenuhan kebutuhan keluarga teruma anak, yang ujung-ujunnya seringkali menimbulkan pertengkaran dalam rumah tangga. Sampai-sampai Buya Hamka dalam Merantau Ke Deli menyebut bahwa uang adalah nafas dalam rumah tangga. Barangkali karena krusialnya keuangan dalam keberlanjutan kehidupan berkeluarga.

Ini bukan berarti bahwa buya Hamka yang seorang sastrawan, filsuf, maupun seorang sufi,  justru menjadikan hal materialistis sebagai basis keutuhan rumah tangga. Karena dalam kehidupannya berkeluarga pun, ia tidak dapat juga kita bilang bergelimang harta. Hal ini dapat kita lihat dari cerita anaknya Irfan Hamka dalam Kisah Kisah Abadi Bersama Ayahku Hamka. Ia mengakui bahwa dalam perjalanan sang ayah menjadi anggota Muhammadiyah, dalam masa pemerintahan orde lama di mana buku-bukunya sempat tercekal. Sehingga komisi dari buku-buku itu tidak dapat lagi mengasapi dapur mereka.

Menilik Kehidupan Keluarga Buya Hamka

Kehidupan keluarga buya Hamka pun sempat kesulitan untuk sekedar yang akan mereka makan. Namun pernikahan Hamka dan istrinya yang pertama tampak baik-baik saja, langgeng dan harmonis. Jadi dengan demikian uang memang krusial tapi bukanlah yang utama.

Dalam bukunya yang lain, Hamka lebih jauh menyebutkan bahwa pergumulan hubungan suami dan istri adalah bagaikan hubungan dua bersahabat. Menurut Hamka di dalam pernikahan itu terdapat dua perkawinan yaitu perkawinan badan layaknya suami dan istri dan satu hal lagi yang melebihi hubungan jasmaniah yaitu perkawinan pemikiran layaknya orang berkawan.

Jika perkawinan jasmaniah adalah hal yang lumrah dalam berumah tangga, karena ia dianggap sebagai kebutuhan berkeluarga itu sendiri. Tapi sebaliknya kebanyakan pasangan sering abai pada perkawinan yang kedua. Yaitu perkawinan pemikiran dalam pernikahan. Cukup pun uang, terpenuhi kebutuhan jasmaniyah, tapi konflik-konflik di dalam kepala tidak penah tersampaikan. Atau impian-impian bersama tidak pernah suami istri perbincangkan. Sehingga permasalahan bersama tidak pernah terselesaikan, rumah tangga hanya akan menjadi bagaikan bara dalam sekam.

Baca Juga:

Tafsir al-Maidah 116: Apakah Al-Qur’an Salah Paham tentang Trinitas?

Buya Hamka Berbicara Tentang Hak Memilih Bagi Perempuan

Cara Mengatasi Perselisihan di Keluarga Menurut Buya Hamka

Perintah Haji dan Hikmah yang Terkandung didalamnya

Seperti kisah Ambar dan Gilang dalam Noktah Merah Perkawinan. Ambar dan Gilang belum sampai pada tahap yang kedua, yaitu kesejalanan dalam pikiran. Ambar yang ketika menemukan suatu hal yang salah dari pernikahannya merasa berusaha sendiri untuk menyelesaikan permasalahan itu. Gilang sendiri selalu tidak mampu menyelesaikan masalah secara radikal atau mendalam ketika istrinya memulai pembicaraan. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Hanya berasumsi tentang pasangan tanpa mencari tahu hal mendasar apa sebenarnya yang harus mereka bicarakan dan harus mereka selesaikan.

Pentingnya Pillow Talk bagi Suami Istri

Perkawinan pemikiran dalam pernikahan hanya akan tercapai dengan dialog yang terbuka dan setara antara suami dan istri. Itulah pentingnya pillow talk dalam rumah tangga, bincang-bincang kecil sebelum tidur bersama pasangan. Berdialog tidak melulu mesti menceritakan tentang rutinitas yang melelahkan, dialog juga bisa mengarah kepada hal-hal yang mungkin lebih fundamental untuk keberlanjutan hubungan. Misalnya mendialogkan tentang bagaimana seharusnya bersikap jika menghadapi situasi tertentu. Apa hal yang kita harapkan dari pasangan dan apa juga hal yang tidak kita sukai. Dialog kecil seperti inilah yang akan menjadi jembatan kesearahan dalam pemikiran itu tadi.

Saya teringat suatu kali Marshanda yang menerima vonis bipolar, pernah mengatakan bahwa itu adalah kesalahan diri kita sendiri. Yakni ketika orang-orang terdekat kita tidak dapat memahami kita. Penyebabnya adalah karena kita tidak pernah memberi tahu mereka bahwa kita tidak suka mendapat perlakuan begini. Kita tidak pernah menyampaikan kepada mereka bahwa kita lebih nyaman jika menerima perlakukan begitu, dan seterusnya. Sehingga orang-orang terdekat seperti pasangan mampu mengenal apa yang akan melukai. Dan apa yang bisa membuat kita merasa lebih baik. Saya kemudian berpikir bahwa, keterbukaan seperti itulah yang barangkali Hamka maksud sebagai perkawinan pemikiran.

Dan ini pula lah yang ingin tersuguhkan oleh kisah rumah tangga Ambar dan Gilang dalam Noktah Merah Perkawinan. Ambar yang selalu dengan wajah cemberut dan kesal ketika akan memulai pembicaraan dengan suaminya, selalu dibalas dengan pertengakran baru yang berakhir dengan larinya Gilang dari masalah yang sedang mereka bicarakan. Ini kondisi yang lumrah terjadi dalam pernikahan. Suami sering memilih pergi untuk menenangkan pikiran di saat istrinya mulai mengeluarkan unek-uneknya. Sehingga suami tidak pernah tahu akar permasalahan yang harus mereka pecahkan.

Pelajarannya adalah penting untuk menemukan akar persoalan agar dapat sama-sama kita pahami apa yang harus kita perbaiki bukan malah lari. Pelajaran lainnya juga adalah jangan diamkan masalah, selesaikan saat itu juga. Jika pasangan seperti Gilang memiliki pola setiap ada masalah selalu kabur, berarti Ambar sebagai istri mesti berusaha mencegat suami untuk duduk, dan menyelesaikan masalah terlebih dahulu. Jangan selalu memberi kesempatan atau kita biarkan untuk lari.

Pelajaran dari Film Noktah Perkawinan

Kisah Ambar dan Gilang dalam film Noktah Merah Perkawinan juga mengajarkan bahwa keluhan-keluhan kita terhadap pasangan jangan malah kita sampaikan kepada orang lain. Ambar misalnya malah menceritakan keluhan tentang suaminya kepada sahabatnya yang berujung bocornya pembicaraan itu kepada sang suami melalui ibunya, dan akhirnya  masalah baru pun muncul. Di sinilah pentingnya komunikasi asertif dengan pasangan, yaitu komunikasi yang lugas dan objektif.

Ambar semestinya menyampaikan langsung kepada suaminya tentang hal-hal yang tidak dia sukai dari sang suami. Tanpa membuat pasangan tidak nyaman, tujuannya agar tercapai kesepemahaman tadi. Gilang pun semestinya mendengarkan dulu, membiarkan dulu semua keluhan sang istri keluar, baru merespon. Mengeluarkan dan mendengar, baik suami maupun istri itulah kunci terbangunnya persahabatan dalam pernikahan.

Wajar sebenarnya jika Ambar yang mewakili banyak perempuan di luar sana merasa tidak dianggap sebagai pasangan oleh suaminya karena banyak juga suami-suami seperti Gilang yang tidak mau mendengarkan keluhan istri. Karena dalam banyak hubungan pernikahan, relasi suami dan istri seringkali seperti relasi atasan dan bawahan. Istri dituntut nrimo, tidak boleh mengeluh, terima saja apa yang diberikan, tidap perlu banyak tanya, lakukan saja yang diperintahkan. Sehingga sering suami tidak menganggap penting apa yang dirasakan oleh istri.

Inilah yang harus kita perbaiki, relasi suami dan istri bukanlah seperti itu, relasi yang baik seperti Buya Hamka katakan adalah seperti dua orang bersahabat. Orang yang bersahabat akan selalu menganggap perasaan, impian, dan keluhan sahabatnya itu penting. Karena relasi persahabatan adalah relasi yang setara. Relasi persahabatan yang setara itu hanya dapat kita wujudkan dengan kesalingan dalam pemikiran dan dialog yang sama-sama mencari penyelesaian. []

Tags: Buya HamkaFilm Noktah Merah :PerkawinanPillow TalkReview Film. Relasi Pernikahan
Rahmah Eka Saputri

Rahmah Eka Saputri

  • Ibu muda. Penulis lepas. Alumni Aqidah Filsafat Islam UIN Padang dan UIN Bukittinggi. Tertarik pada kajian Islam, gender dan pemikiran. Merupakan bagian dari Pimpinan Wilayah Nasyiatul Asyiah (PWNA) Sumatera Barat

Terkait Posts

Squid Game

Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

3 Juli 2025
Nurhayati Subakat

Nurhayati Subakat, Perempuan Hebat di Balik Kesuksesan Wardah

26 Juni 2025
Film Animasi

Belajar Nilai Toleransi dari Film Animasi Upin & Ipin

22 Juni 2025
Film Azzamine

Film Azzamine: Ketika Bentuk Proteksi Orang Tua Kepada Anak Perempuan Disalahartikan

20 Juni 2025
Tastefully Yours

Tastefully Yours : Membongkar Konstruksi Sosial dari Dapur

19 Juni 2025
Bela Negara

Pearl Eclipse: Potret Keberanian Perempuan Dalam Bela Negara

14 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Konten Kesedihan

    Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim
  • Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID