• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Melindungi Anak di Bawah Umur dari Pernikahan

Beberapa ulama kontemporer melakukan kritik konten terhadap hadits tersebut. Yang hasilnya, dengan data-data sejarah dan lintas disiplin ilmu, bahwa Aisyah ra. tidak menikah pada usia 6 tahun, melainkan di atas 15 tahun.

Redaksi Redaksi
03/12/2024
in Hikmah, Pernak-pernik
0
Pernikahan Anak

Pernikahan Anak

768
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sekalipun usia pernikahan sudah ditetapkan dalam undang-undang oleh hampir seluruh negara Islam, namun praktik pernikahan anak di bawah umur masih saja terjadi dengan atau tanpa izin dispensasi dari lembaga-lembaga yang ditunjuk negara.

Di samping faktor-faktor sosial dan ekonomi, kentara juga faktor kultural cukup dominan, di mana interpretasi agama yang berkembang di masyarakat justru membolehkan pernikahan di usia anak.

Interpretasi ini merujuk pada pandangan mayoritas ulama fikih dari berbagai mazhab, yang disandarkan pada ayat al-Qur’an (QS. at-Thalaq: 4) dan teks hadits (Shahih al-Bukhari, No. 3942, 3944, 5188, dan 5189: Shahih Muslim, No. 3545, Sunan al-Nasa’i, No. 3392: dan Sunan Ibn Majah, No. 1950).

Ayat tersebut berbicara tentang perempuan yang diceraikan dalam keadaan belum haid, berarti orang belum haid boleh menikah. Yang belum haid ditafsirkan sebagai anak perempuan yang belum dewasa. Sekalipun bisa jadi ada perempuan dewasa yang juga belum atau tidak haid.

Sementara teks hadits menyebut soal Aisyah ra. sebagai teladan, yang dinikahi Nabi Saw pada usia 6 tahun dan hidup satu rumah dengan beliau pada usia 9 tahun.

Baca Juga:

Dari Kasus Nenek SA: Hukum Tak Lagi Melindungi yang Lemah

Peran Penting Ayah di Masa Ibu Menyusui

Jangan Nekat! Pentingnya Memilih Pasangan Hidup yang Tepat bagi Perempuan

Luna Maya Menikah, Berbahagialah!

Diskusi Fikih

Dalam diskusi fikih tentang kebolehan menikah bagi mereka yang masih di usia anak, hanya ada teks hadits tentang teladan Aisyah ra.

Tetapi dalam narasi populer, terutama dalam perdebatan pro dan kontra, masih banyak hadits lain yang mereka kutip untuk memfasilitasi kebolehan. Bahkan urgensi pernikahan yang dini atau segera, termasuk dalam usia anak yang belum dewasa.

Keteladanan Aisyah ra. ini sesungguhnya tidak bisa kita terima secara bulat oleh ulama klasik. Tercatat ada tiga ulama besar yang menolaknya, dan menganggap hal tersebut merupakan praktik khusus bagi Nabi Saw, sama persis dengan kewajiban tahajud malam.

Juga termasuk kebolehan puasa setiap hari secara bersambung, keharaman menerima harta zakat, dan kehalalan menikah lebih dari empat perempuan.

Karena khusus Nabi Saw., maka umatnya kembali pada hukum asal, di mana semua kontrak. Juga termasuk pernikahan, hanya sah bagi orang dewasa.

Ketiga ulama tersebut adalah Utsman al-Baththi (w. 43 H/663 M), Ibn Syubrumah (w. 144 H/761 M), dan Abu Bakr al-Ashamm (w. 279 H/892 M).

Pada dasarnya, dalam pandangan mereka, kontrak pernikahan itu mewajibkan para pihak untuk memenuhi tanggungjawabnya (QS. al-Maidah: 1). Sementara anak, sebagaimana dalam hadits, bukan pihak yang bisa menerima tanggungjawab dari sebuah kontrak secara penuh (Sunan Abu Dawud, No. 4400).

Menyusun UU Perkawinan

Pendapat ketiga ulama ini yang akhirnya diadopsi negara-negara Islam dalam menyusun UU Perkawinan. Termasuk Indonesia, dengan membuat batasan usia pernikahan yang dianggap dewasa dari sisi fikih.

Beberapa ulama kontemporer melakukan kritik konten terhadap hadits tersebut. Yang hasilnya, dengan data-data sejarah dan lintas disiplin ilmu, bahwa Aisyah ra. tidak menikah pada usia 6 tahun. Melainkan di atas 15 tahun.

Tetapi narasi kritik ini begitu rumit, tidak kita kenal, dan kurang otoritatif. Di kalangan masyarakat, hadits Aisyah ra. jauh lebih populer dan sering menjadi rujukan pembicaraan.

Dalam narasi-narasi keagamaan yang berkembang, juga banyak teks hadits lain yang orang-orang kutip dan jadikan rujukan, yang pada akhirnya membentuk budaya permisif pada pernikahan usia anak di negara-negara Islam.

Hadits-hadits tentang anjuran untuk segera menikah saat menemukan pasangan yang cocok (Sunan Ibn Majah, No. 2043). Kemudian, seruan kepada para pemuda untuk menikah ketika sudah mampu (Shahih al-Bukhari, No. 5120).

Lalu perintah untuk menghindari perbuatan-perbuatan yang mengarah pada zina (Musnad Ahmad, No. 9054). Serta anjuran dan motivasi untuk melampiaskan nafsu secara halal (Shahih Muslim No. 2376). []

Tags: anakBawah UmurMelindungipernikahan
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Bersyukur

Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

19 Mei 2025
Pemukulan

Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

18 Mei 2025
Gizi Ibu Hamil

Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

17 Mei 2025
Pola Relasi Suami Istri

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

17 Mei 2025
Peluang Ulama Perempuan

Peluang Ulama Perempuan Indonesia dalam Menanamkan Islam Moderat

16 Mei 2025
Nusyuz

Membaca Ulang Ayat Nusyuz dalam Perspektif Mubadalah

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version