• Login
  • Register
Jumat, 9 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Buku

Memotret Shafi Al-Dhabi dalam Novel Zinah Karya Nawal al-Sa’dawi

Novel Zinah melawan budaya patriarki, dengan ragam sistem baik berkedok fundamentalis, marxis, maupun pluralis demokratis

Moh Soleh Shofier Moh Soleh Shofier
23/06/2024
in Buku, Rekomendasi
0
Novel Zinah

Novel Zinah

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dalam novel Zinah, Nawal El-Sa’dawi memperkenalkan karakter Shafi Al-Dhabi sebagai perempuan intelek dengan kepribadian tegas. Dalam pengakuan pada mantan suaminya yang muslim sebelum menikah, Shafi mengatakan.

…. أنا لست جسدًا يا أستاذ، أنا عقل يفكِّر، أنا كاتبة مرموقة، هل قرأت كتابي في النقد الأدبي؟ ألا تقرأ مقالاتي في الصحف؟

“Saya bukan raga, Profesor melainkan dalah akal yang berpikir. Akupun penulis perempuan yang terkemuka. Sudahkah Anda membaca buku saya tentang kritik sastra? Apakah Anda tidak membaca artikel saya di surat kabar?” (Zinah: 88).

Novel Zinah sendiri adalah karya terakhir Nawal yang terbit pada tahun 2008/2009. Sebagaimana karya lainnya, buku ini menggambarkan situasi negaranya, Mesir. Dan mewakili sikap Nawal untuk mengkritik budaya Mesir yang menurutnya tidak senafas dengan prinsip kehidupan.

Novel Zinah melawan budaya Patriarki, dengan ragam sistem baik berkedok fundamentalis, marxis, maupun pluralis demokratis. Dengan dua tokoh kunci yaitu Badur dan anaknya Zinah, Nawal hendak merobohkan hegemoni budaya yang dikendalikan negara dan agama (ideologi) yang mengekang kehidupan perempuan bertahun-tahun. Tak lupa pula dengan Shafi al-Dhabi yang berperan sebagai karib satu-satunya Badur.

Baca Juga:

Persoalan Gender dalam Fikih Kesaksian

Sejarah Kartini (1879-1904) dan Pergolakan Feminis Dunia Saat Itu

Wajah Perempuan Bukan Aurat, Tapi Keadilan yang Tak Disuarakan

Bagaimana Gerakan Kesalingan Membebaskan Laki-laki Juga?

Sudah banyak jurnal atau studi yang mengkaji dan menganalisis karya terakhir Nawal tersebut, baik luar maupun dalam negeri. Namun, hal yang membuat saya tertarik adalah peran dari Shafi – Shafa’ al-Dabbi. Karena perjalanan kehidupan Shafi seolah adalah kehidupan Nawal al-Sa’dawi sendiri, khususnya dalam perjalanan cintanya.

Hubungan Shafi dengan Badur Al-Damahiri terjalin sejak di universitas sampai masa tuanya yang memiliki peran penting dalam novel ini. Melalui percakapan mereka, pembaca dapat melihat pemikiran Shafi yang kritis – menambah kuatnya narasi Nawal al-Sa’dawi dalam novel tersebut.

Shafi al-Dhabi Women Support Women

Sebagai seorang sahabat, Shafi al-Dhabi setia mendengarkan keluh kesah dan memberikan dukungan moral dan intelektual kepada Badur, sering kali menyemangati temannya untuk lebih berani dan kritis.

Misalnya tercermin ketika menghibur Badur yang stres dengan kisah cinta yang toxic dan KDRT. Dan bahkan, Shafi, menandaskan bahwa kesepian bukanlah suatu masalah besar ketimbang berpasangan dengan relasi yang tidak sehat sebagaimana Badur menjalaninya.

– الوحدة خير من جليس السوء يا بدور، كنت مثلَك أخاف الوحدة، أرضى بالهوان خوفًا من الوحدة، كنت سجينة الخوف، حتى عرفت الوحدة فوجدتها جميلة موحية. نحن نولد في الخوف، نعيش في الخوف ونموت في الخوف

“Kesepian lebih baik daripada suami yang buruk, Badur. Seperti kamu, aku takut akan kesepian. Aku menerima penghinaan (lelaki) karena takut akan kesepian. Aku terpenjara kesepian sampai aku mengenalnya dan menjumpai kesepian sebagai keindahan yang menginspirasi. Kita dilahirkan dalam ketakutan, kita hidup dalam ketakutan, dan kita mati dalam ketakutan” (Zinah, 67-69).

Demikian pula, Shafi berdiri tegak ketika membela Zinah yang berhadapan dengan ketua Islam konservatif Ahmad yang mengharamkan segala musik apa lagi terkait dengan perempuan.

“Shafi Al-Dhabi menoleh ke arah mereka dan ikut campur dalam percakapan, suaranya berbisik dengan marah: Mengapa dilarang, Profesor Ahmad? Seni yang indah adalah anugerah dari Tuhan. Tuhan kita cantik dan menyukai keindahan. Bukankah begitu, Profesor.” (hal: 93).

Shafi menjadi semacam cermin bagi Badour, menunjukkan bagaimana seseorang bisa terus bertahan dan mencari makna meskipun menghadapi berbagai kegagalan dan kekecewaan. Atau dalam istilah lainnya sosok Shafi merepresentasikan ungkapan Women suport Women.

Kehidupan Pribadi dan Pergolakan Batin

Hal itu tak terlepas dari pengalaman hidup Shafi Al-Dhabi yang penuh lika-liku, pergolakan batin dan konflik. Berkaitan dengan cinta, Shafi jauh lebih pengalaman ketimbang Badur. Shafi banyak berhubungan dengan ragam latar lelaki, dari yang ateis sebagai kaum Marxis sampai yang kaum Islamis-fundamentalis hatta liberalis.

Saat muda dia menikah dengan seorang kawan universitas yang memiliki pandangan Marxisme. Pernikahan ini penuh dengan idealisme cinta dan kesetiaan, bahkan demi cinta Shafi rela keluar dari agamanya dan berpegang pada nilai-nilai Marxis sebagaimana ajaran Karl Marx dan Frederick Engels.

Lika-Liku dalam Biduk Rumah Tangga

Namun berakhir dengan pengkhianatan. Suaminya berselingkuh dengan Asisten Rumah Tangga (ART) mereka. Pengalaman pahit ini membuat Shafi meragukan nilai-nilai yang dulu dia pegang teguh: Marxisme.

Setelah perceraian, ia menikah lagi dengan seorang pria yang religius-Fundamentalis. Dia mengubah penampilannya dengan mengenakan jilbab dan mendalami agama, namun dua tahun kemudian suaminya yang religius juga tidak setia dan menggunakan agama sebagai pembenaran untuk poligami. Pengalaman ini membuat Shafi semakin skeptis terhadap moralitas yang dihubungkan dengan agama.

Tak berhenti di situ, ia juga mendapatkan pengkhianatan dari penulis liberalis setelah memutuskan menikah pasca perceraian keduanya. Shafi pun diminta untuk tidak terlalu ketat beragama sebagaimana ketika masih bersama suami keduanya yang fundamentalis.

Suami yang liberal berselingkuh dengan salah satu mahasiswi di universitasnya. Dalihnya, kebebasan sebagaimana nilai yang dianutnya. Suka sama suka dan keduanya adalah bebas tanpa terikat dengan pernikahan. Membuat Shafi terheran-heran dengan kebebasan macam apa. Dalam pergolakan itu, Shafi mengungkapkan puncak perasaannya.

أنا أبحث عن الرجل الذي يستحقُّني، لكنه لم يخلق بعد، ربما لن يكون مخلوقًا أبدًا

“Aku mencari seseorang yang pantas untukku tetapi ia belum terlahir atau bahkan tidak akan lahir selamanya” Tegas Shofi al-Dhabi, (Zinah, hal: 70).

Ungkapan itu sesungguhnya juga menuangkan perasaan Nawal el-Sa’dawi sebagai feminis yang mengupayakan tatanan masyarakat adil dan tidak patriarki. Sayangnya, saking menguatnya budaya patriarki dalam sendi-sendi kehidupan mulai dari politik, agama, sosial, maka seolah Nawal agak putus asa perjuangannya belum membuahkan hasil atau bahkan tak akan ada.

Sebagaimana lelaki yang pantas untuk Shafi sebagai simbol relasi kehidupan laki-laki dan perempuan.

Kritik Nawal el-Sa’dawi Melalaui Karakter Shafi al-Dhabi

Melalui karakter Safi Al-Dhabi, Nawal El Saadawi menyampaikan kritik sosial yang tajam terhadap patriarki, moralitas agama, dan ketidaksetaraan gender.

Dalam budaya patriarki, Nawal menyampaikan kritiknya melalui kisah percintaan Shafi yang senantiasa terkhianati. mulai dari kaum marxisme, islamis-fundamentalis, bahkan yang liberalis suka berbual di bawah nama Tuhan Allah kita, atau Tuhan Karl Marx.

Namun orang-orang Marxis lebih berhati-hati dibandingkan orang Islam. Mereka yang mengikuti Marxisme sadar dan terlatih dalam kerahasiaan dan kebohongan, namun mereka yang mengikuti Islam lebih sembrono. Ungkap Shafi. (Hal:110)

Shafi Simbol Perjuangan Perempuan

Safi adalah simbol dari perjuangan perempuan dalam masyarakat yang konservatif dan patriarkal. Dalam percakapannya dengan Badur, Safi menyuarakan pemikirannya tentang kebebasan, kesepian, dan kematian. Dia melihat kematian dan kesepian sebagai ilusi yang sering kali digunakan untuk menakut-nakuti manusia dan perempuan khususnya.

Pandangan filosofis ini menunjukkan kedalaman pemikiran Safi dan ketidakpuasannya dengan penjelasan-penjelasan sederhana yang diberikan oleh masyarakat dan agama.

Untuk menggambarkan Shafi al-Dhabi, bisa kita baca dari komentar psikiaternya Shafi.

 يقول بصوت حنون في أذنها: إنتي يا صافي إنسانة عظيمة، أستاذة عندها عقل. أي امرأة عندها عقل لا يمكن تجد الرجل يستحقها. كل الرجالة ورق، كلهم مرضى، كذابين منافقين مزدوجين وأنا واحد منهم، انتي أستاذة كبيره لكي اسمك ومؤلفاتك ومنصبك في الجامعة. الفلوس تروح وتيجي، الراجل يروح ويجي، كل شيء يروح ويجي إلا عقلك وشغلك وكتاباتك وصحتك

“Psikiaternya berkata dengan suara lembut di telinga Shafi: Shafi, kamu adalah orang yang hebat, seorang profesor yang berakal cerdik. Perempuan mana pun yang berakal tidak dapat menemukan pria yang pantas mendapatkannya. Semua laki-laki adalah kertas, mereka semua sakit, pembohong ganda, munafik, dan saya salah satu dari mereka. Anda adalah profesor yang hebat karena nama Anda, buku Anda, dan posisi Anda di universitas. Uang datang dan pergi, manusia datang dan pergi, segalanya datang dan pergi kecuali pikiran Anda, pekerjaan Anda, tulisan Anda, dan kesehatan Anda”. (Zinah, hal: 100). []

Tags: Budaya PatriarkifeminismeGenderkeadilanKesetaraanMesirNawal El ShaadawiNovel zinah
Moh Soleh Shofier

Moh Soleh Shofier

Dari Sampang Madura

Terkait Posts

Vasektomi

Tafsir Sosial Kemanusiaan: Vasektomi, Kemiskinan, dan Hak Tubuh

8 Mei 2025
Barak Militer

Mengasuh dengan Kekerasan? Menimbang Ulang Ide Barak Militer untuk Anak Nakal

7 Mei 2025
Hak Penyandang Disabilitas

Menilik Kiprah Ulama Perempuan dalam Menguatkan Hak Penyandang Disabilitas

6 Mei 2025
Penguatan Perempuan

Doa, Mubadalah, dan Spirit Penguatan Perempuan: Catatan Reflektif dari Kuala Lumpur

5 Mei 2025
Hari Buruh

Semua Adalah Buruh dan Hamba: Refleksi Hari Buruh dalam Perspektif Mubadalah

4 Mei 2025
Kisah Sopyah

Kisah Sopyah dan Pentingnya Pendidikan bagi Masa Depan Perempuan

3 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Vasektomi

    Tafsir Sosial Kemanusiaan: Vasektomi, Kemiskinan, dan Hak Tubuh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kritik Syaikh Al-Ghazali atas Diskriminasi Kesaksian Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jangan Nekat! Pentingnya Memilih Pasangan Hidup yang Tepat bagi Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kopi Kamu: Ruang Kerja Inklusif yang Mempekerjakan Teman Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menikah sebagai Kontrak Kesepakatan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menguatkan Peran Suami dalam Menjaga Kesehatan Kehamilan Istri
  • Kopi Kamu: Ruang Kerja Inklusif yang Mempekerjakan Teman Disabilitas
  • Menikah sebagai Kontrak Kesepakatan
  • Jangan Nekat! Pentingnya Memilih Pasangan Hidup yang Tepat bagi Perempuan
  • Cara Membaca Ayat Kesaksian Perempuan Menurut Ibnu Rusyd dan Ibnu Al-Qayyim

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version