Mubadalah.id – Dalam perspektif lain terkait mengapa manusia menjadi makhluk Tuhan paling terhormat, disampaikan para sufi. Mereka memperoleh pikiran dasarnya dari sebuah Hadis.
Nabi Saw bersabda: “Innallaha khalaqa adam ‘ala shuratih (Sesungguhnya Tuhan menciptakan Adam menurut gambar-Nya).”
Serupa dengan Hadis ini menyebutkan: “Adam tercipta menurut gambar Yang Maha Pengasih.”
Sejumlah orang menerjemahkan kata ‘ala shuratih (menurut gambar-Nya) dengan “menurut citra-Nya”. Makna Hadis ini yang para ulama dialogkan. Masing-masing berpendapat sesuai dengan perspektif atau ideologinya sendiri-sendiri.
Kata ganti “hu” (nya/dia) diperdebatkan: dia merujuk pada Adam atau kepada Tuhan. Tetapi mayoritas ulama berpendapat bahwa “hu” merujuk pada Tuhan. Ada ulama yang menafsirkan kata “shurah” sebagai “ruh”.
Maulana Jalaluddin Rumi menafsirkannya: “Khuliqa adam ‘ala shurah al-kamillah (Adam tercipta menurut bentuk hukum-hukum Tuhan)?.” Perdebatan itu pada akhirnya mengarah kepada problem yang tak pernah selesai dalam perdebatan. Yakni, soal Transendensi dan Imanensi Tuhan.
Untuk tidak memperpanjang pembicaraan, saya ingin menganalogikan kata-kata “gambar Tuhan” dengan kata “Rumah Tuhan” (Bait Allah). Semua ulama sepakat bahwa “rumah Tuhan” sama sekali tidak berarti “tempat tinggal Tuhan” atau “rumah milik Tuhan”.
Tetapi ia berarti: “rumah yang Tuhan hormati”. Maka kata “bentuk, rupa, gambar, citra Tuhan” merupakan kata metafora untuk penghormatan Tuhan terhadap manusia.
Sufi acap mengatakan: “Carilah Dia dalam dirimu sendiri.” Adam adalah nama yang mewakili seluruh makhluk Tuhan yang berpikir, yakni manusia. Jadi, janganlah kalian menyakiti manusia, karena ia makhluk Tuhan yang paling terhormat. []