• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Buku

Perempuan Ulama yang Luput dari Sejarah

Ada banyak perempuan ulama tetapi nama mereka tenggelam begitu saja, peran dan jasanya tidak pernah diperdengarkan seolah  tidak pernah hadir mengisi ruang keilmuan.

Atu Fauziah Atu Fauziah
03/02/2021
in Buku
0
Perempuan Ulama

Perempuan Ulama

238
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Judul                          : Perempuan Ulama di Atas Panggung Sejarah

Penulis                        : K.H Husein Muhammad

Penerbit                      : IRCiSCoD

Tahun Terbit             : Cet.I September, 2020

Tebal                          : 234 Halaman

Baca Juga:

Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

ISBN                           : 978-623-6699-00-3

Mubadalah.id – Sebelum teman-teman membaca tulisan ini lebih lanjut, saya ingin terlebih dahulu bertanya. “Ulama siapa sajakah yang teman-teman ketahui?” oke, cukup teman-teman jawab di dalam hati. Mungkin teman-teman akan menyebutkan nama Ustadz Abdul somad, M. Quraish Shihab, Cak Nun, Gus Mus, Ustadz Adi Hidayat, dan tentu masih banyak sosok ulama yang akan teman-teman sebutkan. Dari yang sudah wafat tetapi keberadaannya masih dirasakan lewat peran dan karyanya, baik ulama yang masih giat mengadakan majlis-majlis ilmu untuk berbagi ilmunya dengan kita.

Adakah sosok ulama selain laki-laki yang teman-teman sebutkan? Saya yakin betul yang teman-teman sebutkan semuanya ulama laki-laki. Jangan-jangan kita tidak sama sekali tahu ada perempuan yang menjadi ulama. Kita kadang kala luput menyadari keberadaan sosok perempuan ulama di lingkungan kita karena hanya mengetahui bahwa yang bergelar ulama adalah laki-laki.

Ulama adalah sosok yang selalu menjadi panutan dan dihormati oleh berbagai kalangan. Lebih-lebih karena ulama memiliki keunggulan dalam pengetahuan, terutama pengetahuan  agama. Di  mana pengetahuan akan ilmu agama sebagai kebutuhan spiritual setiap umat beragama.

Sudah cukup lama gelar ulama dipahami hanya  ditunjukkan pada laki-laki. Bahkan rasanya sangat asing ketika kita mendengar sebutan ulama perempuan. Memang ada sebutan Kiyai-Nyai, Ustadz-Ustadzah, sebagai guru agama, tetapi sosok Nyai dan Ustadzah kalah pamor dengan Kiyai dan Ustadz. Hanya sedikit sekali perempuan yang memiliki peran sama seperti laki-laki menyiarkan ilmu agama, lalu namanya disebut-sebut.

Sebutan Nyai contohnya, sering kali ditunjukan bukan karena perannya sebagai perempuan yang aktif  dalam syiar agama dan intelektual. Tetapi, karena diperistri oleh seorang Kiyai. Meskipun nyatanya sosok Nyai tersebut memiliki peran yang sama dengan Kiyai, identitas perempuan selalu disandarkan kepada laki-laki sebagai suaminya.

Budaya patriarki begitu telah memengaruhi segala sisi kehidupan kita, melekat kuat, dan makin nyata pula bias yang kita saksikan dan rasakan. Kekeliruan dalam mendefinisikan perempuan sebagai manusia yang lebih rendah dari laki-laki, manusia yang kurang akal, serta lemah, telah  menjadi dasar ketidakadilan yang dialami perempuan. Itulah mengapa begitu jarang kita dengar sebutan perempuan ulama.

Sebetulnya siapakah yang berhak menyandang gelar ulama itu?

Kata ulama sendiri jamak dari kata tunggal “alim”, yang bermakna orang-orang berilmu. Ulama tidak hanya seseorang yang ahli dalam ilmu agama saja (tafsir, hadits, fiqh, ushul fiqh, tasawuf dll.) tetapi juga yang ahli di bidang ilmu seperti, matematika, fisika, sosiologi, dan yang lainnya. Meskipun makna ulama itu kini mengalami penyempitan, hanya dipahami sebagai seseorang yang ahli dalam ilmu agama. [hal 24-25]

Dapat kita pahami, siapa saja yang memiliki kemampuan dalam hal intelektual, dan mampu membimbing umat dalam kebaikan, entah itu laki-laki atau perempuan, bisa menyandang gelar ulama. Lalu apa ada dalam catatan sejarah ditemui sosok perempuan ulama?

Pertanyaan tersebut benar-benar dijawab oleh K.H Husein Muhammad dalam bukunya “Perempuan Ulama Di Atas Panggung Sejarah”. Tidak hanya menjawab pertanyaan itu, buku ini dengan terperinci menyebutkan tokoh-tokoh perempuan yang memiliki kapasitas intelektual layaknya laki-laki, atau bahkan melebihi laki-laki.

Setidaknya, beliau menyebutkan tiga puluh perempuan ulama dalam bab ke-tiga buku tersebut. Meski beliau dengan rendah hati mengatakan, masih banyak tokoh perempuan ulama yang tidak beliau hadirkan dalam bukunya karena segala keterbatasan.

Ada banyak perempuan ulama tetapi nama mereka tenggelam begitu saja, peran dan jasanya tidak pernah diperdengarkan seolah  tidak pernah hadir mengisi ruang keilmuan. Mungkin kita juga tidak pernah tahu,  kalaulah dua ahli hadits terkemuka seperti al-Hafizh Ibnu al-Mundzir dan Ibnu Qayyim al-Zauziyah berguru pada perempuan-perempuan ulama pada masanya.

Keterpakuan kita menempatkan satu jenis kelamin (laki-laki) terhadap gelar ulama, jelas itu salah satu warisan budaya patriarki yang menganggap perempuan tidak layak berdiri di posisi sama dengan laki-laki, dan berhak menyandang sebutan perempuan ulama.

Dalam bukunya,  Kiyai Husein juga  merekam usaha  para tokoh perempuan ulama Indonesia beserta para aktivis perempuan yang menyuarakan kesetaraan gender dan berinisiatif  mendirikan Kongres Ulama Perempuan Indonesia, di Kebon Jambu pada 2017. Forum tersebut juga yang meninjau ulang pemaknaan kata ulama yang terlanjur ditunjukan pada laki-laki saja, dan lupa bahwa banyak  perempuan yang juga  memiliki kapasitas keulamaan, intektual, dan memiliki peran dalam kemanusiaan.

Perempuan ulama seperti Nyai Badriyah Fayumi, Nyai Shinta Nuriyah Abdurahman Wahid, Nyai Nur Rofiah, dan masih banyak lagi, telah memperkuat eksistensi perempuan cendekia di Tanah Air. Dan tentunya diharapkan ulama perempuan ikut andil dalam merekonstruksi dan memaknai teks agama secara berkeadilan dengan pendekatan yang kritis, yang selama ini selalu jadi monopoli laki-laki.

Buku “Perempuan Ulama di Atas Panggung Sejarah”,  telah hadir untuk mematahkan anggapan bahwa tidak ada perempuan di posisi ulama. Buku ini memang bukan satu-satunya rujukan untuk menelusuri jejak perempuan-perempuan ulama yang tesebar di seluruh penjuru bumi. Tetapi setidaknya dengan kehadiran buku ini telah meluruskan makna dan sosok perempuan ulama yang sesungguhnya. Dan juga mengingatkan betapa kita telah melupakan kehadiran perempuan-perempuan intelektual. []

 

Tags: Kongres Ulama Perempuan IndonesiaPerempuan UlamaSejarah Islamulama perempuan
Atu Fauziah

Atu Fauziah

Mahasiswi Akidah Filsafat Islam di UIN Banten.

Terkait Posts

Herland

Herland: Membayangkan Dunia Tanpa Laki-laki

16 Mei 2025
Neng Dara Affiah

Islam Memuliakan Perempuan Belajar dari Pemikiran Neng Dara Affiah

10 Mei 2025
Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati

Falsafah Hidup Penyandang Disabilitas dalam “Seporsi Mie Ayam Sebelum Mati”

25 April 2025
Buku Sarinah

Perempuan dan Akar Peradaban; Membaca Ulang Hari Kartini Melalui Buku Sarinah

23 April 2025
Toleransi

Toleransi: Menyelami Relasi Ketuhanan, Kemanusiaan, dan Keberagaman

23 Maret 2025
Buku Syiar Ramadan Menebar Cinta untuk Indonesia

Kemenag RI Resmi Terbitkan Buku Syiar Ramadan, Menebar Cinta untuk Indonesia

20 Maret 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version