Mubadalah.id – Sebagai kalam Allah Sang Pencipta manusia, al-Qur’an senantiasa mengerti dan memahami manusia dengan beragam keadaan dan kecenderungannya. Pesan – pesan al-Qur’an mengenai relasi suami istri pun demikian.
Jika hari ini kita sering bicara tentang sensitivitas gender, untaian kalimat dalam al-Qur’an telah menunjukkan hal itu; memberikan norma yang sensitif gender tanpa subjektivitas sempit.
Bahkan al-Qur’an mendorong manusia mencapai sebuah relasi yang adil, setara. Serta berorientasi pada perlindungan seluruh anggota keluarga, terutama yang lemah.
Betapa dalam dan sensitifnya pemahaman al-Qur’an terhadap relasi suami istri antara lain tampak jelas dalam surat al-Baqarah ayat 233 yang artinya:
“Para ibu hendaklah menyusukan anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang hendak menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi rizki dan pakaian kepada para ibu secara patut. Seseorang tidak dibebani selain menurut kadar kemampuannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya, dan seorang ayah karena anaknya.”
“Demikian pula para waris. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran secara patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
Jika kita perhatikan setiap kalimat dalam ayat di atas, tampak jelas bahwa al-Qur’an selalu menyampaikan norma ideal kepada sasaran yang tepat.
Dengan cara ini, al-Qur’an telah menjadi pemberi petunjuk bagaimana seharusnya pihak-pihak yang disebut melakukan apa yang semestinya dilakukan.
Sekaligus memberi peringatan secara tidak langsung agar pihak yang tertulis di dalam al-Qur’an tidak lari dari tanggung jawab. Karena hal tersebut yang sering manusia lakukan karena nafsunya. []