• Login
  • Register
Jumat, 9 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Pesan Damai Enggang Gading

Aspiyah Kasdini RA Aspiyah Kasdini RA
16/07/2020
in Publik
0
Ilustrasi Oleh Nurul Bahrul Ulum

Ilustrasi Oleh Nurul Bahrul Ulum

41
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Enggang Gading, ini adalah nama burung yang dijadikan maskot Provinsi Kalimantan Barat yang ditetapkan dan disahkan dengan SK Mendagri No. 4 Tahun 1989. Burung dengan nama Latin Rhinoplax Vigil ini merupakan simbol ‘alam atas,’ yaitu alam kedewataan yang bersifat maskulin.

Jika mendatangi kota-kota di Kalimantan Barat, kita akan mudah menjumpai beragam bentuk ornamen yang bercorakkan burung Enggang Gading ini, baik dari lampu-lampu hias jalan, patung persimpangan jalan, corak batik lokal, dan beragam atribut yang digunakan oleh masyarakat Dayak.

Penggunaan bagian-bagian tubuh Enggang Gading pada atribut pakaian tokoh adat Dayak memiliki makna dan filosofi tersendiri. Bulunya digunakan sebagai mahkota, kalung, dan gelang yang menjuntai di leher serta tangan membuat penampilan yang menggunakannya menjelma bak seekor burung yang kharismatik.

Seperti hasil reportase wartawan Media Indonesia, dan kepercayaan masyarakat Dayak pada umumnya, burung Enggang Gading merupakan burung yang dikeramatkan. Mereka menganggap burung ini sebagai penjelmaan Panglima Burung di hutan pedalaman Kalimantan. Panglima Burung adalah sosok berwujud gaib dan hanya akan hadir saat perang terjadi.

Kembali pada filosofi atribut yang menggunakan bagian tubuh Enggang Gading, sosok burung ini sendiri merupakan simbol pemimpin idaman yang menyukai perdamaian. Lebar sayapnya digambarkan sebagai tempat perlindungan bagi rakyatnya yang membentang luas. Pun bunyi kepakkannya merupakan simbol kekuataan dan keberanian. Demikian pula pada suaranya yang melengking, menggambarkan perintah pemimpin yang selalu didengarkan rakyatnya.

Baca Juga:

Kisah Luna Maya, Merayakan Perempuan yang Dicintai dan Mencintai

Aurat dalam Islam

Mengapa Waktu Berlalu Cepat dan Bagaimana Mengendalikannya?

Benarkah Menikah Menjadi Bagian dari Separuh Agama?

Burung ini juga dianggap sebagai Dewa, karena ia selalu hinggap di pohon yang tinggi. Bahkan pada ornamen-ornamen daerah, patung burung ini kerap diletakkan diujung menara dengan paruh yang menghadap ke langit. Jika melihat pada sejarahnya, kepercayaan orang Dayak kuno dikenal dengan nama Kaharingan.

Menurut Hamid Darmadi dalam “Dayak: Asal-Usul dan Penyebarannya di Bumi Borneo,” Kaharingan merupakan agama asli yang lahir dari budaya setempat sebelum nusantara mengenal agama pertama kali, yakni Hindu. Dari sini dapat disimpulkan, bahwa bangsa negeri ini memiliki peradaban yang tidak kalah dengan peradaban Yunani dan Mesir kuno.

Kendati acap dikategorikan sebagai kepercayaan primitif, namun simbol-simbol beserta filosofi yang digunakan membuktikan bahwa tingkat intelektual dan spiritual masyarakat yang hidup di hutan belantara ini sangatlah mumpuni. Melalui alam mereka dapat mengenal hakikat Sang Pencipta, bahwa ada Dzat Yang Maha Segalanya, dan untuk menggapainya dibutuhkan perantara yang dapat menjembatani antara makhluk dan Khalik-nya.

Menjadi burung yang dikeramatkan, Enggang Gading tidak hanya menjadi simbol dan ornamen hiasan bagi yang mempercayainya saja, ia juga merupakan ibrah dan tanda kebesaran-Nya bagi setiap orang yang mentafakkurinya. Sebagaimana bunyi QS. Al-Jatsiyah ayat 3:

ان في السموات والأرض لأيات للمؤمنين

Prof. Quraish Shihab menfasirkan ayat ini dengan mengatakan bahwa di langit dan di bumi itu terdapat tanda kekuasaan Allah, semua pergerakan, wujud, sistem kerja, dan keindahan yang terdapat di dalamnya merupakan rambu perjalanan menuju Tuhan.

Jika kita dapat melihat sesuatu yang diyakini oleh orang lain dan tidak kita yakini dengan cara pandang demikian, maka mustahil bagi manusia akan merasa paling benar, dan mustahil bagi manusia untuk menyalahkan orang yang berbeda dengannya. Dengan demikian, filosofi Enggang Gading yang membawa dan menyukai perdamaian akan benar terwujud bagi seluruh alam.

Melihat beragam etnis, bahasa, budaya, dan kepercayaan yang dimiliki bangsa Indonesia dengan semboyannya Bhineka Tunggal Ika, membuktikan bahwa semua perbedaan yang ada bermula dari Yang Satu, melihat pada Yang Satu, meyakini pada Yang Satu, dengan cara dan teknis yang berbeda-beda.

Di sinilah kita dapat memaknai pepatah, ‘Tak kenal maka tak sayang.’ Jika kita melihat perbedaan sebagai suatu hal yang bertolak belakang, maka segala bentuk perdamaian akan sulit untuk dicapai. Berbeda jika kita melihat suatu perbedaan sebagai suatu hal yang harus dikenali, lambat laun akan timbul simpati bahkan empati, rasa sayang pun akan tumbuh di hati.

Ketika rasa sayang sudah terpatri, kita akan merasa perbedaan tersebut sebagai bagian dari diri yang harus senantiasa dijaga dan dikasihi. Sehingga sungguh mustahil perpecahan dapat terjadi. Demikianlah cara lain menafsirkan QS. Al-Hujarat ayat 13 versi orang-orang berbeda yang hidup bersamaan dengan damai dalam menghadapi kondisi zaman saat ini.

Singkatnya, perbedaan itu ada untuk saling melengkapi dan mengasihi, bukan saling menguasai. Mengasihi dapat dirasakan jika manusia mampu; berlaku adil kepada sesama, adil secara fikiran, perasaan, ucapan, serta perbuatan (Ihsan); menjalani aktivitas sebagai bentuk peribadatan kepada-Nya (Islam); serta senantiasa mengingat-Nya dalam setiap hembusan nafas (Iman). Adil Ka’ Talino, Bacuramin Ka’ Suraga, Basengat Ka’ Jubata (Adil terhadap sesama, Berpedoman hidup pada surga, dan selalu mengingat Tuhan sebagai pemberi kehidupan). []

Aspiyah Kasdini RA

Aspiyah Kasdini RA

Alumni Women Writers Conference Mubadalah tahun 2019

Terkait Posts

Vasektomi untuk Bansos

Vasektomi untuk Bansos: Syariat, HAM, Gender hingga Relasi Kuasa

9 Mei 2025
Vasektomi

Tafsir Sosial Kemanusiaan: Vasektomi, Kemiskinan, dan Hak Tubuh

8 Mei 2025
Barak Militer

Mengasuh dengan Kekerasan? Menimbang Ulang Ide Barak Militer untuk Anak Nakal

7 Mei 2025
Jukir Difabel

Jukir Difabel Di-bully, Edukasi Inklusi Sekadar Ilusi?

6 Mei 2025
Budaya Seksisme

Budaya Seksisme: Akar Kekerasan Seksual yang Kerap Diabaikan

6 Mei 2025
Energi Terbarukan

Manusia Bukan Tuan Atas Bumi: Refleksi Penggunaan Energi Terbarukan dalam Perspektif Iman Katolik

6 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kritik Kesaksian Perempuan

    Kritik Syaikh Al-Ghazali atas Diskriminasi Kesaksian Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tafsir Sosial Kemanusiaan: Vasektomi, Kemiskinan, dan Hak Tubuh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Keheningan Melalui Noble Silence dan Khusyuk sebagai Jembatan Menuju Ketenangan Hati

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Saksi Perempuan Menurut Abu Hanifah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jangan Nekat! Pentingnya Memilih Pasangan Hidup yang Tepat bagi Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Kisah Luna Maya, Merayakan Perempuan yang Dicintai dan Mencintai
  • Aurat dalam Islam
  • Mengapa Waktu Berlalu Cepat dan Bagaimana Mengendalikannya?
  • Benarkah Menikah Menjadi Bagian dari Separuh Agama?
  • Vasektomi untuk Bansos: Syariat, HAM, Gender hingga Relasi Kuasa

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version