• Login
  • Register
Selasa, 15 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Jukir Difabel Di-bully, Edukasi Inklusi Sekadar Ilusi?

Tanpa pendidikan yang aksesibel, diskriminasi dan perundungan terhadap kaum difabel akan sulit berhenti.

M. Khoirul Imamil M M. Khoirul Imamil M
06/05/2025
in Publik
0
Jukir Difabel

Jukir Difabel

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Nasib pilu menimpa seorang juru parkir atau jukir difabel di Kota Bekasi pada akhir April lalu. Difabilitas mental yang ia miliki menjadi objek bully-an tiga orang remaja. Kepalanya memperoleh jitakan berulang kali. Padahal, ia tak membuat sepucuk kekeliruan apapun. Jukir itu coba melawan, tapi dayanya tak cukup tangguh untuk membalas perundungan yang diterimanya.

Sementara, fakta bahwa pelaku masih tergolong anak di bawah umur kian membikin publik geram. Sejak usia sedini itu, mereka telah melakukan perilaku yang merendahkan martabat sesama. Mereka mungkin sekadar berniat iseng atau jail. Namun, perilaku mereka telah mencederai nilai-nilai kemanusiaan.

Sementara, Wakil Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Bekasi, Novrian, menyebut bahwa salah seorang di antara ketiga pelaku merupakan anak putus sekolah (APS). Artinya, kuat kemungkinan adanya gap edukasi yang menjaraki pelaku dari akses terhadap nilai-nilai inklusivitas. Keterputusan pendidikan sangat mungkin menyumbang stimulus negatif bagi lahirnya ekspresi dan tindakan-tindakan kontra-inklusif.

Bila publik mencermati lebih jeli, baik jukir difabel selaku korban maupun pelaku yang putus sekolah sejatinya sama-sama masuk kategori kelompok rentan. Eksklusi sosial acap mereka alami. Namun, bagaimanapun keberpihakan kita semestinya jatuh kepada jukir difabel tersebut. Ketidaktahuan para pelaku akan nilai-nilai inklusi tidak lantas beroleh toleransi sosial begitu saja. KPAD mesti menindak mereka dengan tegas, sembari melakukan pendekatan edukatif.

Peristiwa yang melibatkan jukir difabel dan anak putus sekolah ini menyorok publik untuk sangsi. Apakah inklusivitas yang selama ini menggema di ruang-ruang diskusi sekadar ilusi di lapangan? Apakah teori dan peta jalan yang lahir dari perut pemikiran para akademisi dan aktivis sama sekali mandek di masyarakat akar rumput?

Baca Juga:

Tidak Ada yang Sia-sia Dalam Kebaikan, Termasuk Menyuarakan Isu Disabilitas

Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

Sementara kita berhadapan dengan isu difabel yang kian kompleks, kita masih belum tuntas mengurai masalah pendidikan yang belum merata. Meskipun konstitusi mengamanatkan pencerdasan kehidupan bangsa, akan tetapi akses pendidikan masih saja belum aksesibel bagi setiap anak negeri.

Akses Pendidikan yang Belum Inklusif

Selama ini, kita sering mendapatkan pemahaman bahwa inklusivitas di dunia pendidikan berarti melibatkan peserta didik berkemampuan khusus (difabel) di dalam aktivitas pembelajaran reguler. Tentu, pemahaman ini tidak mutlak sepenuhnya salah.

Namun, sejatinya konsekuensi dari inklusivitas di antaranya yaitu melibatkan anak usia sekolah yang mengalami putus sekolah untuk tetap mendapatkan hak-hak belajarnya. Kita perlu mendudukkan personal jukir difabel dan remaja putus sekolah ini di atas meja yang objektif.

Inklusivitas bertalian erat dengan aksesibilitas pendidikan. Sayangnya, hingga saat ini, aksesibilitas pendidikan masih menjadi pekerjaan rumah (PR) bersama. Sebagai contoh, hasil kajian Lembaga Kajian Islam Sosialis (LKiS) dalam buku “Suara Demokrasi dari Akar Rumput: Problematika, Praktik Baik dan Peta Jalan Demokrasi di DIY” menunjukkan bahwa pendidikan belum sepenuhnya aksesibel.

Di kota sekaliber Yogyakarta yang moncer dengan sebutan “Kota Pelajar”, angka anak putus sekolah masih tinggi. Sebagai misal, pada tahun 2021, jumlah siswa drop out dari sekolah mencapai 365 orang. Dari jumlah ini, siswa sekolah menengah atas (SMA/SMK) menjadi subjek dengan proporsi dominan. Padahal, sekolah menengah atas merupakan pijakan krusial sebelum memasuki usia produktif, baik untuk bekerja maupun berstudi ke perguruan tinggi.

Ilusi Pendidikan Inklusi

Faktor utama penyebab tingginya angka putus sekolah tersebut umumnya berkisar pada masalah ekonomi. Tingginya pengeluaran yang mesti dikeluarkan keluarga untuk menyekolahkan anak seringkali tidak sebanding dengan besaran pendapatan keluarga. Terlebih, nilai upah minimum regional (UMR) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta masih konsisten di level terendah se-Indonesia (Kabar Nusantara, 2025).

Catatan ini diperkuat dengan data LKiS tentang aktivitas penahanan ijazah yang dilakukan oleh sekolah terhadap siswa yang belum mampu melunasi iuran. Hal ini secara tidak langsung telah menambah beban psikologis terhadap siswa maupun orang tuanya.

Bukan mustahil, para wali siswa menjadi ragu-ragu untuk menyekolahkan anaknya gegara khawatir tidak dapat memenuhi seluruh pembayaran. Sementara, bagi siswa sendiri, bayang-bayang penangguhan ijazah sangat berpotensi mempengaruhi motivasi belajar.

Sekelumit ironi tadi hanyalah sekadar abstraksi sederhana betapa akses pendidikan bagi masyarakat rentan masihlah sangat struggling. Kondisi ini membuat mimpi membangun pendidikan inklusif berasa makin bak ilusi semata. Selama sentralisasi dan monopoli pendidikan oleh segelintir orang masih terus berjalan, rasa-rasanya ableism serta bullying seperti apa yang menimpa jukir difabel tadi masih akan berlanjut.

Pentingnya Pendidikan tentang Inklusivitas Sejak Dini

Peristiwa perundungan (bullying) terhadap jukir difabel oleh remaja tadi seyogianya melahirkan interpretasi akan pentingnya pendidikan mengenai inklusivitas sejak dini. Anak mesti lekas belajar tentang inklusivitas secara bertahap menurut usia dan fase tumbuh kembangnya.

Mengupayakan pendidikan tentang inklusivitas kepada anak berarti melibatkan tiga pusat pendidikan, yakni keluarga, sekolah, serta masyarakat. Konsep ini masyhur dengan nama Trisentra Pendidikan hasil buah pikir Ki Hadjar Dewantara.

Keteladanan keluarga, warga sekolah, serta masyarakat dalam menerapkan prinsip-prinsip inklusivitas merupakan pondasi awal untuk menanamkan benih inclusive mindset kepada anak. Selain itu, ketiga Trisentra tadi bertanggung jawab untuk mengenalkan kepada anak tentang keberagaman (diversity) sebagai suatu keniscayaan.

Selanjutnya, membangun habitual sederhana seperti bercerita dan membaca dapat membuka wawasan anak untuk menerima diri dan lingkungannya. Disabilitas seperti apa yang melekat pada jukir difabel tersebut bukanlah aib atau azab yang harus ditutup rapat.

Namun, semestinya keluarga, lingkungan, serta sekolah membuka diri untuk menjelaskan sekaligus membiarkan anak untuk bereksplorasi dengan apa yang ia temui. Dengan begitu, anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang apresiatif, bukan figur yang diskriminatif.

Peristiwa jukir difabel dan remaja putus sekolah sekali lagi mengajarkan kita akan kuatnya relasi antara pendidikan dengan tumbuhnya ruang inklusif. Tanpa pendidikan yang aksesibel, diskriminasi dan perundungan terhadap kaum difabel akan sulit berhenti.

Pendidikan tak melulu berarti sekolah formal. Karenanya, pendidikan-pendidikan lewat praksis dan budaya inklusif di lingkungan masyarakat sejatinya dapat menjadi ajang “sekolah inklusivitas” yang lebih manifestatif.

Tentu, pendidikan inklusif menjadi tanggung jawab kita bersama. Setiap kita berhak untuk merasa aman atas orang lain, maka masing-masing dari kita juga semestinya bersikap aman kepada orang sekitar. Inklusivitas adalah kita! []

 

Tags: Hari Pendidikan NasionalIsu DisabilitasJukir DifabelKi Hajar DewantaraPendidikan Inklusi
M. Khoirul Imamil M

M. Khoirul Imamil M

Pernah nekat menggelandang sepanjang Olomouc-Bratislava-Wina-Trier-Luksemburg.

Terkait Posts

Krisis Ekologi

Empat Prinsip NU Ternyata Relevan Membaca Krisis Ekologi

14 Juli 2025
Merawat Bumi

Merawat Bumi Sebagai Tanggung Jawab Moral dan Iman

14 Juli 2025
Disabilitas Mental

Titik Temu Antara Fikih dan Disabilitas Mental

14 Juli 2025
Mas Pelayaran

Kedisiplinan Mas Pelayaran: Refleksi tentang Status Manusia di Mata Tuhan

13 Juli 2025
Perempuan dan Pembangunan

Perempuan dan Pembangunan; Keadilan yang Terlupakan

12 Juli 2025
Isu Disabilitas

Tidak Ada yang Sia-sia Dalam Kebaikan, Termasuk Menyuarakan Isu Disabilitas

12 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Krisis Ekologi

    Empat Prinsip NU Ternyata Relevan Membaca Krisis Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merawat Bumi Sebagai Tanggung Jawab Moral dan Iman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Asma’ binti Yazid: Perempuan yang Mempertanyakan Hak-Haknya di Hadapan Nabi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ukhuwah Nisaiyah: Solidaritas Perempuan dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Ronggeng Dukuh Paruk dan Potret Politik Tubuh Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Asma’ binti Yazid: Perempuan yang Mempertanyakan Hak-Haknya di Hadapan Nabi
  • Empat Prinsip NU Ternyata Relevan Membaca Krisis Ekologi
  • Ukhuwah Nisaiyah: Solidaritas Perempuan dalam Islam
  • Merawat Bumi Sebagai Tanggung Jawab Moral dan Iman
  • Jihad Perempuan Melawan Diskriminasi

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID