• Login
  • Register
Kamis, 29 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Rabiah al-Adawiyah: Sufi Perempuan yang Tekun Bekerja

Gus Baha menyebut Rabiah sebagai salah seorang wali min auliya' Allah lewat jalur budak atau buruh.

Rasyida Rifa'ati Husna Rasyida Rifa'ati Husna
04/01/2025
in Hikmah
0
Sufi Perempuan

Sufi Perempuan

505
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Rabiah al-Adawiyah, seorang sufi perempuan yang begitu populer hingga di dunia Barat. Banyak cendekiawan Eropa, seperti Margareth Smith dan Masignon yang meneliti pemikiran Rabiah dan menulis riwayat hidup sufiyah yang memiliki julukan ‘The Mother of the Grand Master‘ atau Ibu Para Sufi Besar itu. Ia terkenal kecintaan dan kerinduannya (hubb wa ’isyq) terhadap Allah.

Rabiah lahir dan tumbuh di keluarga yang sangat miskin dan merupakan anak bungsu dari empat bersaudara, yang kemudian ayahnya memberi nama dirinya Rabiah. Yang berarti anak keempat. Orang tuanya meninggal dunia sewaktu kecil, sehingga ia yatim dan orang tuanya hanya meninggalkan warisan perahu untuk keempat putrinya itu.

Bekerja Sebagai Penarik Perahu dan Budak

Perahu tersebut kemudian ia gunakan untuk mencari nafkah sebagai penarik perahu untuk menyeberangkan orang-orang di sungai Dajlah dekat kampungnya. Sedangkan ketiga saudara perempuan lainnya hanya menenun kain atau memintal benang di rumah.

Suatu waktu kota Basrah, di mana Rabiah dan ketiga saudaranya tinggal itu, berbagai bencana alam melanda dan kekeringan akibat kemarau panjang. Sehingga Rabiah dan kakak perempuannya tersebut memutuskan untuk pergi ke daerah lain untuk bertahan hidup. Dalam pengembaraanya, Rabiah terpisah dengan ketiga saudaranya sehingga ia hidup seorang diri.

Pada saat itulah Rabiah diculik oleh sekelompok penyamun kemudian dijual sebagai budak seharga enam dirham kepada seorang pedagang. Malangnya, tuan itu ternyata berwatak keras dan memperlakukan Rabiah dengan sangat kasar, sehingga ia harus selalu bekerja berat sepanjang hari.

Baca Juga:

Being Independent Woman is Not Always About Money, Bro!

Islam adalah Agama Kasih: Refleksi dari Buku Toleransi dalam Islam

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence Pada Ayat-ayat Shirah Nabawiyah (Part 2)

Meneladani Noble Silence dalam Kisah Bunda Maria dan Sayyida Maryam menurut Al-Kitab dan Al-Qur’an

Kerelaannya Terhadap Keputusan Allah

Dalam satu ceramah, Gus Baha pernah mengisahkan bahwa daerah majikan Rabiah suatu ketika juga dilanda musim paceklik. Para pemuka agama pun berbondong-bondong melaksanakan doa dan salat meminta hujan (istisqa’). Namun hal tersebut tidak ada hasilnya, musim kemarau yang menyebabkan kekeringan justru semakin lama. Langit tidak sedikitpun menunjukkan tanda-tanda akan turun hujan.

Gus Baha menerangkan bahwa salah satu keutamaan menjadi seorang budak atau buruh adalah ketika ia bekerja keras tetapi hatinya ridha kepada Allah. Dia akan mendapat keutamaan dan derajat yang agung. Bahkan, sebagaimana keterangan dari Gus Baha, orang tersebut akan memperoleh tiket ke surga terlebih dahulu daripada orang yang sudah menunaikan haji, orang-orang saleh, atau wali sekalipun.

Singkat cerita, dalam kesibukannya menjadi budak, Rabiah al-Adawiyah selalu meluangkan waktunya untuk bermunajat dan menghaturkan puja-puji terhadap Allah. Di setiap malam, jika ia dapat bebas dari tugas pekerjaannya itu maka ia tak akan berhenti sedikit pun shalat dan ibadah dengan khusyu’. Ia sangat menikmati kenyamanan bersama Tuhannya.

Gus Baha menceritakan, ketika Rabiah keluar ke tengah lapangan. Sebagaimana biasanya, ia menunaikan shalat dan bermunajat kepada Allah. Tidak lama kemudian hujan turun. Ternyata ada seorang budak yang lain mengetahui hal tersebut. Budak ini pun melapor kepada majikannya bahwa shalat dan doa Rabiah diijabah Allah seketika itu juga.

Mendengar cerita sang budak, tuannya ketakutan dan menyadari bahwa Rabiah bukanlah orang biasa. Demikian pula, Rabiah dihormati banyak orang dan memiliki perangai yang baik. Alhasil, sang majikan pun memerdekakan Rabiah.

Sebelum Rabiah pergi, tuannya itu menawarkan dia untuk tinggal di Basrah. Ia juga akan menanggung segala keperluan dan kebutuhan sehari-hari Rabiah. Akan tetapi karena kezuhudannya, Rabiah menolak tawaran tersebut. Ia tidak mau berpangku tangan kepada orang lain dan memilih berusaha sendiri.

Rabi’ah, Seorang Budak yang Tekun Bekerja

Suatu waktu ketika ditanya tentang sikapnya tersebut, Rabiah al-Adawiyah menjawab, “Saya malu meminta sesuatu pada Dia yang memilikinya, apalagi pada orang-orang yang bukan menjadi pemilik sesuatu itu. Sesungguhnya Allah lah yang memberi rezeki kepadaku dan kepada mereka yang kaya. Sekiranya Dia menghendaki begitu, maka kita harus menyadari posisi kita sebagai hamba-Nya dan haruslah kita menerimanya dengan hati rida (senang).”

Sebelum menjadi sufi besar, Rabiah al-Adawiyah adalah seorang budak yang tekun bekerja tetapi tidak meninggalkan ibadah dan ketakwaanya kepada Allah. Gus Baha menyebut Rabiah sebagai salah seorang wali min auliya’ Allah lewat jalur budak atau buruh.

Dari kisah Rabiah al-Adawiyah kita dapat memahami, bahwa memang kita tidak bisa mengklaim ketakwaan seseorang hanya melalui baju zahir yang ia kenakan. Bagaimana bisa seorang pemuka agama yang melaksanakan salat istiqa’ tidak langsung Allah mengabulkan doa dan permohan mereka. Sementara, seorang budak perempuan yang teguh dalam keimanannya di tengah kesibukan menjadi budak, diijabah doanya seketika. Tentu ini merupakan rahasia Allah.

Menjadi orang besar atau kecukupan harta itu lebih mudah untuk ridha atas keputusan Allah. Sebaliknya, sulit atau kerasnya hidup seperti ditakdirkan menjadi budak/buruh sebagaimana Rabiah al-Adawiyah tentu hal tersebut sangat susah untuk dapat menerima ketetapan Allah.

Namun sebagaimana saya jelaskan di atas, jika ia mantap memilih rela dengan takdir yang Allah berikan, maka ia akan masuk surga terlebih dahulu dari pada orang-orang saleh yang dekat kepada Allah sekalipun. Wallah a’lam. []

Tags: Budak Perempuanislamperempuan bekerjaRabi’ah al-‘Adawiyahsejarahsufi perempuan
Rasyida Rifa'ati Husna

Rasyida Rifa'ati Husna

Terkait Posts

Surah Al-Ankabut Ayat 60

Refleksi Surah Al-Ankabut Ayat 60: Menepis Kekhawatiran Rezeki

28 Mei 2025
Etika Sosial Perempuan 'Iddah

Etika Sosial Perempuan dalam Masa ‘Iddah

28 Mei 2025
Kehidupan

Fondasi Kehidupan Rumah Tangga

27 Mei 2025
Sharing Properti

Sharing Properti: Gagasan yang Berikan Pemihakan Kepada Perempuan

27 Mei 2025
Meneladani Noble Silence

Meneladani Noble Silence dalam Kisah Bunda Maria dan Sayyida Maryam menurut Al-Kitab dan Al-Qur’an

24 Mei 2025
ihdâd

Ihdâd: Pengertian dan Dasar Hukum

24 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Merariq Kodek

    Merariq Kodek: Ketika Pernikahan Anak Jadi Viral dan Dinormalisasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Alarm Kekerasan Terhadap Anak Tak Lagi Bisa Diabaikan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • #JusticeForArgo: Melawan Privilese Dalam Menegakkan Keadilan Korban

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Budaya Gosip dan Stigma atas Perempuan dalam Film Cocote Tonggo (2025)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Refleksi Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab: Apakah Perempuan Tak Boleh Keluar Malam?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Refleksi Surah Al-Ankabut Ayat 60: Menepis Kekhawatiran Rezeki
  • Etika Sosial Perempuan dalam Masa ‘Iddah
  • Budaya Gosip dan Stigma atas Perempuan dalam Film Cocote Tonggo (2025)
  • Refleksi Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab: Apakah Perempuan Tak Boleh Keluar Malam?
  • #JusticeForArgo: Melawan Privilese Dalam Menegakkan Keadilan Korban

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID