Mubadalah.id – Tren S-Line tiba-tiba booming di jagat media sosial sejak diluncurkannya serial drakor dengan judul yang sama, S-Line. Serial S-Line menceritakan tentang seorang anak perempuan yang memiliki kemampuan untuk melihat garis merah di atas kepala seseorang yang menunjukkan bahwa ia telah berhubungan suami istri dengan seseorang baik secara sah atau tidak. Tentu saja alur dan cerita yang sangat tidak biasa ini mampu menarik perhatian banyak penonton bahkan sejak pertama kali diluncurkan.
Namun, mirisnya serial drama yang jelas-jelas fiksi tersebut mempengaruhi para penontonnya yang mengikuti dan menciptakan tren dengan judul yang sama dengan serial tersebut. Mereka tidak malu mengunggah foto mereka dengan editan garis-garis merah atas kepala, yang tidak langsung menjelaskan tentang body count mereka.
Padahal, kalau kita pikir-pikir lagi dan kita ambil sebagai sebuah refleksi mungkin adalah “Bagaimana jika dosa kita terlihat jelas berada di atas kepala?” seperti yang tergambarkan serial drakor S-Line itu?
Wajah-wajah Berdosa di Padang Mahsyar
Padang Mahsyar adalah tempat yang luas di mana manusia berkumpul untuk menjalani hisab perbuatannya selama di dunia. Di Padang Mahsyar, sebagaimana Rasulullah kisahkan kepada Muadz bin Jabal R.A terdapat 10 golongan pelaku maksiat dengan wajah dan penampilan mereka masing-masing sesuai dengan jenis kemaksiatan yang mereka lakukan di dunia.
Sepuluh golongan tersebut ada yang diserupakan wajahnya dengan monyet, diserupakan dengan babi, ada yang berjalan terbalik dengan kaki di atas, ada yang bisu, tuli dan tidak berakar dan bermacam bentuk golongan lainnya.
Ini adalah bukti bahwa kemaksiatan di dunia, akan ditampakkan balasannya oleh Allah di akhirat kelak. Namun, bayangkan jika dosa kita diperlihatkan bagaimana bentuknya sejak di dunia?
Mungkin jika tergambarkan dengan bau maka baunya akan sangat menyengat, dan kalau kita gambarkan dengan garis merah di atas kepala seperti di serial S-Line mungkin garis merah kita akan seperti sapu ijuk baru yang masih panjang ijuknya dan mengembang.
Sudah kebayang?
Tren S-Line dan Larangan Membuka Aib Diri Sendiri
Tren S-Line jika kita telusuri lagi sebenarnya lebih mengarah ke membuka aib diri sendiri. Meskipun para pengunggahnya berdalih dengan kata “bercanda”.
Muhamad bin Wasi’ berkata, “Seandainya dosa-dosa itu ada baunya maka tidak seorangpun yang mau duduk bersamaku”. Oleh karena itulah, jangan pernah ujub dengan amalan. Jangan pernah terpedaya dengan pujian yang diberikan. Jangan pernah riya dengan kebajikan yang diperbuat. Karena semua itu tidak akan berguna, jika satu aib saja diungkap oleh Allah. Yakinlah, semua pujian tersebut akan berubah menjadi celaan. Kita akan terpuruk, seterpuruk-terpuruknya. Kita juga akan malu, semalu-malunya. Kita juga akan hina, sehina-hinanya. Seperti tak ada lagi tempat tersedia untuk menerima kita.Bukankah kita sering mendengar sebuah peribahasa “Hujan sehari menghapus kemarau setahun”, atau peribahasa yang lain, “karena nila setitik, rusak susu sebelanga”.
Islam mengajarkan kita untuk menutup aib diri sendiri, begitu juga menutup aib orang lain. Bahkan, perintah untuk tidak mengumbar aib dan keburukan menjadi salah satu penyebab turunnya ayat Al-Quran, yakni Surat Al Hujurat ayat 12.
Kenapa “aib” begitu antusias orang bicarakan? Secara istilah, aib merupakan sesuatu yang ada pada diri seseorang yang sifatnya buruk atau tidak menyenangkan. Karena itu, aib adalah suatu hal yang harus kita tutup rapat-rapat dan tak boleh kita sebarkan. Meski bukan sejenis hoaks, namun aib sesuatu yang buruk sehingga tak boleh orang lain ketahui. Sebab hal itu sangat memalukan.
Setiap orang memiliki aibnya masing-masing. Untuk itulah Allah memerintahkan untuk menutupi aib diri sendiri dan sesama muslim, seperti tertera pada Surah Al Hujurat tersebut.
Kisah Sayyidah Aisyah dan Tolakan Mendengar Aib Orang Lain
Sebuah hadis menceritakan, kisah seorang perempuan yang menemui Aisyah radhiyallahu’anha dan menceritakan sebuah aib yang ia alaminya.
Dari Maryam binti Thariq meriwayatkan bahwa seorang perempuan menemui Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu’ anha. “Wahai Aisyah”, kata perempuan itu, “Ketika aku sedang pergi haji menuju Baitullah, laki-laki yang menyewakan kendaraan untuk jamaah haji itu sengaja menyentuh betisku”.
Belum selesai kalimat itu, Aisyah langsung menghentikannya, Sudah, cukup. Aisyah kemudian berpaling dan menyuruh perempuan tersebut keluar. Setelah itu, Ummul Mukminin juga keluar dan mengumpulkan para perempuan mukminah lantas menasehati mereka semua:
“Wahai wanita-wanita mukminah, jika kalian berbuat salah, janganlah sekali-kali menceritakannya kepada orang lain. Mintalah ampunan kepada Allah dan bertaubatlah. Manusia seringkali menginginkan membuka aibnya dan tidak menutupinya. Sedangkan Allah bermaksud menutupinya dan tidak membukanya”.
Dari sini dapat kita simpulkan bahwa menceritakan aib diri sendiri adalah sebuah larangan karena ia adalah hal yang bersifat buruk pada diri kita. Sudah sepatutnya keburukan dalam diri di simpan rapat-rapat, bukannya kita jadikan jedag-jedug tik tok dengan dalih ikut trend, kalau kata anak jaman sekarang sih fomo!
Lantas, bagaimana dengan tren S-Line yang berseliweran? Jawabannya sudah kita ketahui bersama, hanya tinggal memilih menjaga aib diri sendiri atau ketinggalan tren. []