Mubadalah.id – Serial Anne With An E adalah adaptasi dari novel Anne of Green Gables karya Lucy Maud Montgomery. Saya selalu suka film atau serial adaptasi, karena bisa membaca dan membandingkannya dari dua arah.
Serial 3 seasons atau 28 episode ini, berlatar di Pulau Prince Edward, Kanada pada tahun 1890. alur ceritanya sangat relevan sampai hari ini, tidak heran jika serial ini menjadi salah satu serial terfavorit di Netflix.
Anne Shirley Curtbert, tokoh utama dalam serial Anne with An E. Perempuan berambut merah, dengan bintik-bintik di wajahnya. Ia terkenal sebagai sosok yang periang dan imajinatif.
Anne With An E dimulai dari pengenalan tokoh Anne, seorang gadis yatim piatu berusia 11 tahun, yang diadopsi oleh Marilla dan Matthew untuk membantu menjalankan pertanian Green Gables.
Awalnya, Marilla dan Matthew menginginkan anak laki-laki. Namun ternyata pihak panti asuhan membawa Anne. Marilla dan Matthew kecewa, namun pada akhirnya mereka sepakat untuk menerima Anne.
Dari niat Marilla dan Matthew yang bersikeras mengadopsi anak laki-laki ketimbang perempuan sudah terlihat adanya ketimpangan gender. Anak laki-laki sudah semestinya terlatih untuk bertani dan bekerja. Sedangkan anak perempuan sama sekali tidak mereka pertimbangkan dalam pekerjaan demikian.
Serial ini mengangkat isu-isu yang masih relevan hingga saat ini, terutama persoalan ketimpangan gender sampai diskriminasi dalam pendidikan.
Saat menonton serial ini, saya sangat terkesan dengan karakter dan tindakan Anne yang berani menyuarakan pendapatnya sehingga membuat situasi berubah.
Ketimpangan Gender
Episode favorite saya jatuh pada saat guru baru Anne, Ny. Stachy mengajar menggantikan guru laki-laki yang patriarkis sebelumnya. Penampilannya begitu memukau. Ia tidak mengenakan korset seperti perempuan pada umumnya di zaman itu. Ia memilih mengenakan celana karena dianggap lebih praktis dan tidak ribet. Ia juga suka mengotak atik motornya.
Pada tahun 1890 di Avonlea, banyak kejadian yang saya pikir sama dengan hal-hal yang terjadi saat ini. Perempuan seperti Ny. Stachy dianggap berbeda dan tidak sesuai dengan tradisi yang ada. Ini menyalahi kodrat perempuan.
Guru ini juga seorang janda dengan paras menarik. Ketika ia menumpang kereta milik seorang laki-laki yang sudah memiliki istri, rumor pun beredar. Ia disebut sebagai perempuan penggoda, dan melesat dengan julukan pelacur karena ia tidak lantas menikah lagi. Kalau zaman sekarang, banyak yang bilang pelakor, perebut laki orang. Hm… Padahal yang ia lakukan hanya menumpang, tidak ada niat apapun.
Stigmatisasi perempuan begitu kental di sini. Tidak hanya itu, Marilla, ibu angkat Anne juga mengalami hal yang sama. Ia tidak menikah dan hidup bersama kakaknya Matthew. Marilla dianggap tidak menjalani sebenar-benarnya hidup karena ia tidak menikah.
Diskriminasi dalam Pendidikan
Anne Shirley, seorang anak yatim piatu dengan semangat dan keingintahuan intelektual yang tinggi, menjadi titik fokus eksplorasi diskriminasi dalam pendidikan. Serial ini dengan jelas menggambarkan bias masyarakat terhadap anak yatim piatu, dengan Anne menghadapi prasangka baik dari teman sebaya maupun guru.
Diskriminasi ini tidak hanya berdampak pada harga diri tetapi juga menghambat peluangnya untuk berprestasi secara akademis.
Tidak hanya Anne, tapi Cole Juga mengalami diskriminasi hanya karena dia laki-laki yang menyukai seni dan kesendirian. Ia terlihat berbeda dari kebanyakan anak laki-laki di sana.
Anne tidak segan-segan menjawab stereotip gender yang merasuki sistem pendidikan saat itu. Tekad Anne yang tak tergoyahkan untuk mengejar pengetahuan menantang anggapan umum bahwa pendidikan pada dasarnya adalah bidang bagi anak laki-laki.
Serial ini menampilkan bagaimana perjalanan Anne untuk mempertanyakan peran gender tradisional dan mengadvokasi kesempatan pendidikan yang setara bagi semua.
Aspek lain dari diskriminasi yang dieksplorasi dalam serial ini adalah ketimpangan akses terhadap pendidikan. Kesenjangan sosial ekonomi antar karakter dalam Avonlea menyoroti bagaimana hak istimewa dan status sosial berdampak pada kemampuan seseorang untuk menerima pendidikan berkualitas.
Perjuangan Anne untuk mengatasi hambatan-hambatan ini menjadi narasi yang menyentuh, menekankan pentingnya menghilangkan hambatan sistemik untuk menjamin pendidikan bagi semua.
Suara Perempuan
Sejak awal, serial ini membahas tentang kerentanan perempuan dalam hampir segala hal. Marilla ditinggal sendirian karena dia harus mengurus keluarganya di rumah, Prissy harus menikah di usia muda, dan Stacey dibawa bersama putra Rachel, Caleb, dan lainnya.
Menurut saya, cerita Anne memberikan beberapa hal yang sangat menarik seperti kebebasan berbicara sebagai perempuan. Ini adalah perjuangan yang dilakonkan oleh Anne. Saat itulah Josie Pye dilecehkan secara seksual oleh Billy Andrews.
Josie tak ingin ada yang tahu apa yang terjadi padanya, namun saat Anne tidak tinggal diam. Ia menulis artikel di surat kabar tentang pelecehan yang Josie alami.
Dalam opini ini, dia menulis: “Perempuan itu penting, bukan dalam kaitannya dengan laki-laki. Kita semua berhak atas otonomi tubuh dan diperlakukan dengan hormat dan bermartabat. Katakan saja, “Berhenti,” dan dengarkan. Pendapat Anne menyebabkan keributan di Avonlea.
Awalnya Josie Pye sangat marah pada Anne. Bahkan teman-teman sekelas Anne pun menganggapnya terlalu banyak ikut campur dalam urusan orang lain. Namun pada akhirnya, teman-teman Anne berubah arah dan menyetujuinya serta membantu idenya untuk berpidato di Balai Kota.
Ketika mereka memprotes Dewan Balai Kota, mereka mengirimkan pesan: “Kami di sini bukan untuk memprovokasi. Kami di sini untuk didengar. Walau kalian berusaha membungkam suara kami. Kami punya pesan untuk kalian. Kebebasan berpendapat adalah Hak Asasi Manusia.”
Bagi Anne, perempuan adalah manusia yang juga mempunyai kebebasan berbicara, memilih dan memutuskan. Meskipun Anne of E menekankan kesetaraan, sisi humornya juga terwakili dengan baik dalam serial ini. Serial ini layak untuk kita tonton. []