Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

Stella Young memperkenalkan term ‘inspirational porn’ di acara TED Talks "I’m Not Your Inspiration, Thank You Very Much”.

Inspirational Porn

Inspirational Porn

Mubadalah.id Inspirational porn. Istilah asing bagi penulis, sudah muncul lebih dari satu dekade. Kata-katanya tampak positif, namun sebaliknya malah memperkuat stereotip untuk merendahkan para penyandang disabilitas. Kok bisa?

Stella Young memperkenalkan term ‘inspirational porn’ di acara TED Talks “I’m Not Your Inspiration, Thank You Very Much”. Wanita Australia ini terdiagnosa Osteogenesis Imperfecta – tulang rapuh- sejak lahir. Dia seorang aktivis, penulis, dan komedian. Sayangnya pejuang hak-hak disabilitas ini meninggal dunia di tahun 2014.

Stella melihat bahwa disabilitas kerap menjadi objek inspirasi non disabilitas. Dia pernah mengalami objek inspirasi dari salah satu siswa di sekolah Melbourne.

“Hey, miss when are you going to start doing your speech?” Tanya seorang siswa.

“What speech?” Kata Stella bingung.

“I’d been talking to you about defamation law for a good 20 minutes”, Lanjut Stella.

“You know, you like motivational speaking. When people in wheelchairs come to school, they usually say “like inspirational stuff?” ucap siswa itu dengan polosnya.

Percakapan itu menyadarkan Stella bahwa anak itu hanya mempunyai pengalaman bahwa disabled people sebagai objek inspirasi bagi kaum non-difabel.

Padahal sehari-hari Stella Young melakukan aktivitas biasa. Berangkat sekolah, mendapatkan nilai yang baik, menjalin pertemanan, dan menonton film favoritnya. Lalu, mengapa individu dalam kondisi keterbatasan fisik, mental, dan intelektual harus menginspirasi non-difabel?

Inspirational Porn Luka bagi Difabel

Mengapa difabel merasa terluka ketika dijadikan inspirasi? Bukankah bagus menginspirasi orang-orang?

Permasalahannya outsider menjadikan insider sebagai inspirasi hanya untuk membuat senang dan merasa beruntung atas keadaannya. Hal itu memaknai bahwa orang-orang dengan kondisi terbatas tidak beruntung. Menurut difabel sikap itu sebuah bentuk penghianatan, sebab keterbatasan mereka adalah objektivitas motivasi ketika non-disabilitas terpuruk.

Difabel pun memiliki aktivitas dan kemampuan yang sama dengan non-difabel. Mereka belajar, bekerja, bersenang-senang dengan teman, bermain, punya hobi, serta bakat. Kegiatan biasa tampak hebat di mata outsider.

Dani, salah satu stand-up comedy pertama cerebral palsy di Indonesia,  merasakan inpirational porn. Orang-orang menilai dengan kekurangan (keterbatasan) fisiknya saja bisa bercerita lucu di panggung. Sebenarnya Dani tidak berkenan dengan perilaku tersebut.

Menurutnya semua manusia – difabel dan non-difabel – mempunyai bakat. Hanya saja cara melakukannya (proses) berbeda. Dia ingin masyarakat cuma melihat karyanya. Pandanglah difabel sebagai manusia biasa. Tidak perlu ada embel-embel “dia saja yang mempunyai kekurangan fisik ada bakat, masa kita nggak bisa?”

Pemikiran seperti itu seolah-olah disabilitas tidak bertalenta. Mereka dicap kaum tak berdaya. Mindset itu sangat melukai hati para difabel.

Media Berperan Besar Membranding Inspirational Porn

Media massa menjadi konsumsi sehari-hari publik. Semakin hari arus informasi semakin deras tersedia dari televisi, radio, dan media cetak. Di era internet sosial media menjadi primadona para netizen. Media sosial  memberikan ‘kabar terkini’ yang sangat cepat.

Peran media memersuasi opini – cara pandang publik terhadap suatu objek. Salah satunya meliput tentang disabilitas. Media menggambarkan dan menarasikan disabilitas dengan bahasa yang mempengaruhi emosional audiens.

Media membranding disabilitas dengan inspirational porn. Berita dengan judul “Inspiratif! Perjuangan Mencari Nafkah dan Bertahan Hidup di Tengah Keterbatasan”. Pelaku media menyorot difabel yang tidak punya kaki berprofesi sebagai pedagang keliling. Apa tanggapan dari netizen setelah menonton pemberitaan itu?

“Kita yang normal harus lebih bersyukur jangan kufur nikmat.” Komentar lain “Ini baru keren dan inspiratif! Lebih baik cacat fisik tapi semangat hidup tinggi”. Jika konteksnya kesetaraan, ini sangat tidak baik. Bukankah difabel&non-difabel harus bekerja jika ingin mendapatkan uang?

“Media hanya menampilkan sisi kasihan atau sedih dari kehidupan difabel. Mereka tidak menyorot karya/ skill dari seorang disabilitas,” curhat Putri Ariani di kanal youtube TV Desa “ Inspiration Porn VS Inspiration As A Mission” (15/11/2020).

Putri Ariani, seorang difabel netra yang berprestasi di kancah internasional. Sosoknya booming ketika mengikuti kompetisi Bakat America’s Got Talent 2023. Dia mendapatkan Golden Buzzer dari para juri. Karya-karyanya pun mulai terkenal setelah ajang bergengsi itu seperti: Loneliness, Perfect Liar, dan Hanya Rindu.

Dia mendunia dan pemusik luar negeri mengakui bakat menyanyinya. Alan Walker mengajak kolaborasi Putri dengan judul lagu Who Am I. Tidak hanya itu, penyanyi legend seperti Ronan Keating, David Foster N Friends mengajak bernyanyi bersama dalam sebuah konser.

Media Massa, Jangan Menjual Kesedihan Disabilitas!

Sebaiknya media memframing disabilitas dari sisi karya. Suarakan dengan kencang hak-hak disabilitas mendapatkan aksesibilitas. Berhentilah menjual rasa kasihan terhadap disabilitas. Disinilah fungsi media bekerja untuk mendidik pola pikir audiens.

Jika budaya inspirational porn terus menerus kita biarkan, masyarakat akan selalu memandang bahwa difabel itu lemah (tidak punya kemampuan). Mereka akan selalu haus inspirasi dari difabel untuk memuaskan nafsu bahwa dia beruntung hidup di dunia ini.

“I really want to live in a world where disability is not an exception but the norm, and where we value genuine achievement for disabled people”, harap Stella Young.

Tambahannya, dia menganggap bahwa orang-orang yang menjual kondisi disabilitas adalah bentuk ketidakadilan yang terbesar. Stop melakukan inspirational porn terhadap disabilitas! Mari memperjuangkan ‘kesetaraan’ bukan ‘menspesialkan’ disabilitas! []

 

 

Exit mobile version