Mubadalah.id – Tauhid bukan hanya fondasi utama ajaran Islam dalam hubungannya dengan Tuhan, tetapi juga menjadi dasar paling kuat dalam memperjuangkan kemanusiaan termasuk soal kesetaraan gender.
Termasuk banyak feminis Muslim menempatkan prinsip keesaan Tuhan ini sebagai pusat dari seluruh bangunan pemikiran dan tafsir mereka tentang hak-hak perempuan.
Sebab jika kita mau jujur, Al-Qur’an memuat begitu banyak ayat yang berbicara mengenai perempuan, bahkan lebih banyak dibanding isu lainnya. Ini menandakan betapa serius Islam memandang kemanusiaan perempuan sebagai bagian integral dari visi tauhid itu sendiri.
Dalam perspektif tauhid, kesetaraan manusia merupakan keniscayaan mutlak. Meyakini bahwa hanya Allah yang Maha Besar dan Maha Tinggi secara otomatis meniscayakan bahwa selain Dia adalah sama setara dalam kemanusiaannya.
Jika tidak ada keharusan penjelasan lebih panjang, sesungguhnya gagasan tauhid ini saja sudah cukup menjadi dasar untuk menuntaskan persoalan-persoalan kemanusiaan. Termasuk ketimpangan relasi gender yang terus diperjuangkan hingga hari ini.
Dengan prinsip ketauhidan, relasi antara laki-laki dan perempuan bukanlah relasi tuan dan hamba. Bahkan bukan pula yang satu lebih tinggi derajatnya dari yang lain. Keduanya adalah sama-sama hamba Allah, yang tunduk hanya kepada-Nya.
Dari relasi kehambaan yang setara inilah lahir tuntutan untuk berlaku adil satu sama lain, sebagaimana ditegaskan dalam QS. an-Nisa’ [4]:135. Mereka juga wajib saling menghormati atas dasar martabat kemanusiaan (QS. al-Isra’ [17]:70). Serta saling menolong dan bekerja sama dalam segala hal (QS. at-Taubah [9]:71).
Perempuan, sama halnya dengan laki-laki, adalah manusia bermartabat yang berhak atas hak-hak dasarnya. Seperti hak hidup, hak beragama, hak ekonomi, sosial, budaya, hingga politik.
Bahkan setiap bentuk pelanggaran atas hak-hak ini tidak hanya berarti merendahkan perempuan sebagai manusia. Tetapi juga sekaligus merupakan pengingkaran terhadap prinsip tauhid itu sendiri.
Sebab dalam Islam, memperkecil martabat manusia sama artinya menyalahi prinsip pengesaan Allah, yang menuntut kita mengakui tidak ada yang lebih tinggi kecuali Dia semata. []