Mubadalah.id – Dalam melakukan pelestarian alam sebagai sumber energi setidaknya ada tiga prinsip utama yang dapat dijadikan pegangan dan tuntunan bagi perilaku manusia terhadap alam.
Tiga prinsip utama ini merujuk pada teladan yang telah diajarkan oleh Rasulullah Saw. Bahwa diutus ke muka bumi tidak hanya untuk manusia semata, tetapi juga untuk alam semesta.
Karunia alam raya yang berlimpah ini tentu saja agar dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh manusia.
Oleh sebab itu, berikut tiga prinsip utama yang dapat dijadikan tuntunan bagi perilaku manusia terhadap pelestarian alam.
Tiga prinsip utama ini seperti dikutip di dalam buku Fikih Energi Terbarukan yang ditulis oleh Marzuki Wahid dkk.
Pertama, menghargai keragaman alam semesta (respect for nature, alakhlaq al-makhluqiyyah). Tuhan menciptakan makhluk dengan model dan rupa yang berbeda. Satu sama lain sudah sepatutnya harus saling menghargai dan menghormati.
Dunia ini tidak hanya diisi oleh manusia, tetapi ada makhluk-makhluk lain yang juga punya hak hidup dan lestari.
Setiap anggota komunitas ekologis harus menghargai dan menghormati setiap kehidupan dan spesies dalam komunitas ekologis itu.
Setiap anggota komunitas ekologis juga berkewajiban secara moral untuk menjaga kohesivitas dan integritas komunitas ekologis, alam tempat hidup bersama ini.
Oleh karena itu, sesama makhluk Tuhan di bumi seharusnya saling menghargai, dan tidak saling mengeksploitasi secara berlebihan.
Kedua, bertanggung jawab sebagai khalifah di bumi (moral responsibility for nature, al-mas’uliyyah al-makhluqiyyah). Sebagai khalifah, manusia bertugas untuk menjaga kelestarian dan kemakmuran bumi.
Oleh karena itu, manusia mempunyai peranan penting dalam menjaga kelestarian alam (lingkungan hidup). Islam memandang alam sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari keimanan seseorang kepada Tuhannya.
Manifestasi dari keimanan seseorang dapat dilihat dari perilakunya sebagai khalifah terhadap alam. Islam mempunyai konsep yang sangat detail terkait pemeliharaan dan kelestarian alam (lingkungan hidup).
Jelaslah, keberadaan manusia selain sebagai hamba Allah (abdullah), sekaligus juga sebagai khalifah di muka bumi.
Manusia mempunyai tugas memakmurkan dan menjaga keseimbangan ekosistem dan alam semesta sebagai bagian dari pengabdian dan penghambaan (ibadah) kepada Sang Pencipta.
Tauhid, dengan demikian merupakan sumber nilai sekaligus landasan etika yang pertama dan utama dalam teologi pelestarian alam.
Ketiga, solidaritas kosmis untuk penyelamatan ekosistem (cosmic solidarity for saving ecosystem, al-ukhuwwah al-makhluqiyyah).
Prinsip solidaritas berangkat dari kenyataan yang sama. Manusia adalah bagian integral dari alam semesta. Prinsip solidaritas kosmis ini mendorong manusia untuk menyelamatkan alam, menyelamatkan semua kehidupan, karena alam dan semua kehidupan di dalamnya mempunyai nilai yang sama dengan kehidupan manusia.
Solidaritas dalam Islam tidak terbatas dengan sesama manusia, tetapi juga dengan alam semesta.
Rasulullah SAW pernah memberikan contoh tentang balasan ampunan dosa bagi orang yang bersikap solidaritas terhadap binatang. Rasulullah SAW bersabda:
“Ada seorang perempuan pezina melihat seekor anjing di hari yang panasnya begitu terik. Anjing itu mengelilingi sumur tersebut sambil menjulur-julurkan lidahnya karena kehausan. Lalu, perempuan itu melepas sepatunya (lalu menimba air dengannya). Ia pun diampuni karena amalannya tersebut.” (HR. Muslim)
Berdasarkan sikap solidaritas ini, manusia tidak akan pernah merusak alam dan menciptakan ketidakseimbangan ekosistem. Solidaritas ini identik dengan manusia yang tidak akan merusak kehidupan dan rumah tangganya sendiri.
Solidaritas kosmis dengan demikian berfungsi sebagai pengendali moral. Solidaritas kosmis ini berfungsi untuk mengontrol perilaku manusia dalam batas-batas keseimbangan kosmis.
Solidaritas kosmis juga mendorong manusia untuk mengambil kebijakan yang pro-alam, pro-lingkungan, dan menentang setiap tindakan yang merusak alam. (Rul)