Mubadalah.id – Menunaikan ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan oleh umat Muslim yang mampu, baik laki-laki maupun perempuan, dari berbagai kelompok usia baik muda, dewasa, hingga lanjut usia (lansia).
Sebagai negara dengan jumlah jamaah haji terbesar di dunia, Indonesia melalui Kementerian Agama (Kemenag) berkewajiban memastikan pelaksanaan ibadah haji berjalan aman dan nyaman, terutama bagi jamaah lansia.
Namun, kenyataan di lapangan masih menunjukkan bahwa jamaah lansia kerap menghadapi berbagai kesulitan. Tak sedikit dari mereka yang jatuh sakit, bahkan meninggal dunia saat menunaikan ibadah haji.
Menurut laporan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Kemenag yang dikutip dari HIMPUHNEWS, pada tahun 2024 tercatat sebanyak 461 jamaah haji asal Indonesia meninggal dunia saat menunaikan ibadah haji. Mayoritas dari mereka adalah jamaah lanjut usia. Jamaah tertua yang wafat tercatat berusia 93 tahun, sedangkan yang termuda berusia 31 tahun. Kebanyakan dari mereka masuk dalam kategori risiko tinggi secara kesehatan.
Meskipun angka ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2023 yang mencapai 755 orang, pemerintah terus berupaya menekan angka kematian jamaah haji. Terutama lansia dengan berbagai kebijakan dan inovasi layanan yang lebih ramah terhadap mereka.
Empat Strategi Menuju Haji Ramah Lansia
Melansir dari situs Haji.Kemenag.go.id, berikut empat langkah utama yang telah Kementerian Agama lakukan dalam mewujudkan pelayanan haji ramah lansia:
Pertama, pemeriksaan kesehatan (istitha’ah kesehatan). Sejak dari tanah air, para calon jamaah wajib menjalani pemeriksaan kesehatan untuk memastikan mereka memenuhi syarat istitha’ah atau mampu secara fisik dan mental.
Karena hanya jamaah yang dinyatakan memenuhi syarat inilah yang diizinkan melunasi biaya haji. Langkah ini penting guna mencegah keberangkatan jamaah yang memiliki risiko tinggi terhadap gangguan kesehatan.
Kedua, layanan khusus bagi lansia. Setelah tiba di tanah suci, jamaah lansia mendapatkan layanan khusus dari petugas di bidang Penanganan Krisis dan Pertolongan Pertama pada Jamaah Haji (PKP3JH) serta layanan disabilitas.
Petugas ini bekerja sama dengan petugas sektor pemondokan dan petugas di Masjid Nabawi maupun Masjidil Haram. Sehingga kebutuhan lansia, baik dari sisi konsumsi, kesehatan, maupun mobilitas dapat petugas tangani secara cepat dan tepat.
Layanan serupa juga tersedia di asrama haji sebelum keberangkatan. Jamaah lansia harus mendapatkan fasilitas seperti kamar khusus, tenaga medis, serta kendaraan bantu untuk mobilitas selama masa transit.
Bimbingan Manasik Sesuai Kebutuhan Lansia
Ketiga, bimbingan manasik yang sesuai dengan kebutuhan lansia. Karena lansia memiliki karakteristik dan pemahaman yang berbeda dalam menyerap informasi, Kemenag menyediakan bimbingan manasik haji dengan metode yang lebih sederhana dan mudah mereka pahami.
Buku panduan yang ringkas dan mudah dibawa serta pendampingan oleh pembimbing ibadah juga disiapkan agar seluruh proses manasik berjalan lancar. Bimbingan ini dilakukan sejak sebelum keberangkatan hingga pelaksanaan ibadah di tanah suci.
Keempat, pengelompokan kloter secara bijak (pengkloteran). Kemenag juga telah menyesuaikan sistem pengelompokan kloter agar terdapat keseimbangan antara jamaah lansia dan non-lansia. Posisi duduk dalam pesawat pun dirancang agar lansia lebih mudah dievakuasi bila diperlukan.
Selain itu, dalam Surat Edaran Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) No. 1 Tahun 2024, menyebutkan bahwa jamaah lansia dan berisiko tinggi tidak wajib mengikuti seremoni pemberangkatan dan kedatangan. Kecuali pada kloter pertama dan dengan waktu maksimal 30 menit. Hal ini bertujuan untuk menghemat tenaga dan menjaga kondisi fisik jamaah lansia tetap prima.
Perkuat Skema Layanan Haji Ramah Lansia
Dengan jumlah jamaah lansia yang terus meningkat setiap tahunnya, pemerintah khususnya Kementerian Agama perlu terus mengembangkan dan memperkuat skema layanan Haji Ramah Lansia.
Seperti pemeriksaan kesehatan yang ketat, penyediaan layanan khusus, bimbingan manasik yang sesuai kebutuhan. Hingga pengaturan kloter yang adaptif menunjukkan keseriusan dalam memberikan perlindungan dan kenyamanan bagi jamaah lansia.
Namun demikian, keberhasilan penyelenggaraan haji yang ramah lansia tidak hanya bergantung pada kebijakan pemerintah. Tetapi juga memerlukan peran aktif dari keluarga, masyarakat, dan para calon jamaah itu sendiri dalam mempersiapkan diri secara fisik, mental, dan spiritual sejak jauh hari sebelum keberangkatan.
Harapannya, seluruh jamaah, termasuk lansia, dapat menunaikan ibadah haji dengan aman dan nyaman. Serta kembali ke tanah air dalam keadaan sehat serta memperoleh predikat haji yang mabrur. []