• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Membincang Ketidakadilan Gender Terhadap Perempuan

Perlahan-lahan pandangan patriarki yang mengantarkan pada ketidakadilan gender harus dihilangkan. Perempuan, bagaimanapun kondisinya, berhak menjadi apapun yang dia inginkan, tanpa di tekan oleh sikap dan nilai patriarki baik di domain keluarga ataupun di domain yang lebih luas

Laila Fajrin Rauf Laila Fajrin Rauf
30/12/2021
in Personal
0
Perempuan Menghadapi Perang, Apa yang Harus Dilakukan?

Perempuan Menghadapi Perang, Apa yang Harus Dilakukan?

383
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“Kemuliaan itu tidak akan bisa terwujud jika perempuan tidak punya akses pada kesetaraan”

-Kalis Mardiasih-

Mubadalah.id – “Mbak, ngapain sih koar-koar tentang kesetaraan gender? Sekarang zamannya sudah modern. Perempuan sudah memperoleh akses ke berbagai bidang sesuai dengan minat yang diinginkan”, kurang lebih begitulah ucapan teman perempuan saat sesi sharing season di acara reuni sekolah.

Pandangan semacam ini masih sering dijumpai, bahkan tidak jarang yang mengutarakan adalah sesama perempuan yang seharusnya saling mendukung. Tentu, sebagai perempuan kita memiliki situasi dan kondisi yang berbeda. Setiap perempuan memiliki privilege atas dirinya sediri.

Ada perempuan yang dengan mudah memperoleh akses pendidikan dan kesehatan sebab peninggalan harta warisan yang melimpah atau kondisi keluarga yang mapan. Mereka tidak perlu susah payah bekerja untuk memfasilitasi kebutuhan hidup sehari-hari.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimana nasib para perempuan yang tidak memiliki privilege seperti mereka? Sedangkan hidup terus berlanjut. Di mana peran emansipasi perempuan yang digaungkan oleh para feminis?

Kita coba bahas dan analisis satu persatu. Emansipasi perempuan tidak akan pernah terwujud jika ketidakadilan gender terus saja dilanggengkan. Dalam tatanan kehidupan, kita mengenal lima bentuk ketidakadilan gender yaitu stereotip, subordinasi, beban ganda, kekerasan dan marginalisasi.

Baca Juga:

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

Stereotip dikenal juga dengan pelabelan negatif terhadap salah satu jenis kelamin atau gender. Dalam kondisi ini, perempuan masih sering memperoleh stigma atau pandangan negatif, khususnya dari masyarakat. Perempuan mudah sekali di stigma, entah melalui sikap dan tingkah lakunya maupun dari apa saja yang melekat pada tubuhnya seperti pakaian make up dan perhiasan atau aksesoris.

Contohnya, perempuan keluar malam dibilang perempuan tidak baik. Perempuan berdandan menor dibilang penggoda. Perempuan bercadar disebut kaum radikal yang membela terorisme dan kekerasan. Padahal segala sikap yang diambil oleh perempuan memiliki alasannya masing-masing.

Tidak sedikit perempuan yang sering pulang larut malam karena bekerja. Dia harus mencari nafkah atau membantu suaminya untuk mencari nafkah sebab desakan ekonomi dan lain sebagainya. Stigma pada mereka yang memakai burqoh atau bercadar termasuk dalam kelompok radikal yang membawa virus-virus kekerasan dan menjadi pendukung kelompok teroris juga tidak dapat langsung dibenarkan, bisa jadi mereka mengenakan cadar sebab itu pakaian yang menjadikan mereka nyaman dalam beraktivitas.

Selain stereotip, ada juga yang namanya subordinasi. Subordinasi merupakan sikap merendahkan posisi atau status sosial salah satu jenis kelamin atau gender. Perempuan sering mengalami kondisi ini. Termasuk dalam sebuah organisasi. Bahkan secara tidak sadar, kita menganggap bahwa ketua itu lebih baik di pimpin oleh sosok laki-laki.

Perempuan lebih cocok menempati posisi sekretaris atau bendahara. Padahal perempuan juga bisa menjadi pemimpin ideal lho! Selain itu, kondisi ini pun dialami oleh para perempuan yang bekerja. Mereka direndahkan dengan pemberian gaji yang tidak sebanding sebab dianggap tidak dapat bekerja.

Sedangkan laki-laki cenderung menerima gaji jauh lebih besar dari perempuan. Salah satu dalihnya karena laki-laki memiliki kekuatan atau tenaga yang lebih kuat dari perempuan dan menjadi tulang punggung keluarga. Eits.. tidak sedikit perempuan yang bekerja karena menjadi orang tua tunggal dan harus memikul ekonomi serta menjadi tulang punggung keluarga!

Dalam situasi ini, biasanya perempuan mengalami double burden atau beban ganda. Artinya, disamping menjadi ibu rumah tangga yang mengurus keperluan domestik, mereka juga diharuskan mengurus kepentingan publik. Lihatlah, situasi umum yang terjadi dalam keluarga yang ayah dan ibu sama-sama bekerja. Sejak pagi ibu sudah mempersiapkan kebutuhan suami dan anak-anaknya seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah dan lain sebagainya. Kemudian, setelah tanggungan domestik terselesaikan, perempuan bekerja untuk membantu mencari nafkah. Belum lagi jika memiliki anak kecil yang masih menyusui. Perempuan harus mempersiapkan stok susu dan kebutuhan anak yang dititipkan pada keluarga atau baby sister. Terbayangkan, betapa repotnya jika perempuan mengalami double burden?

Sungguh sangat disayangkan pula jika kemudian perempuan masih mengalami tindak kekerasan atau violence. Kekerasan yang dimaksudkan adalah perlakuan yang mengakibatkan kerugian atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual dan ekonomi.

Kekerasan ini tidak hanya terjadi pada perempuan yang sudah menikah. Akan tetapi juga dapat terjadi pada relasi apapun antara laki-laki dan perempuan, misalnya Kekerasan Dalam Pacaran atau yang sering dikenal dengan sebutan KDP.

Yang terakhir adalah marginalisasi atau peminggiran dalam akses dan partisipasi publik. Biasanya perempuan dipinggirkan bukan karena dia tidak memiliki potensi. Tetapi, dia dipinggirkan semata-mata karena dia seorang perempuan.

Contohnya, perempuan yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang SMK jurusan otomotif dianggap kurang cocok, sebagai perempuan, di mata masyarakat patriarki, lebih baik dia mengambil jurusan tata boga atau tata busana. Sejak kapan jurusan-jurusan di sekolah memiliki jenis kelamin yang di cocok-cocokkan untuk laki-laki dan perempuan?

Inilah bahayanya sistem patriarki yang hingga saat ini masih membelenggu pola pikir manusia. Jika pola pikir semacam ini masih dirawat maka bukan tidak mungkin kesenjangan emansipasi bagi kaum perempuan yang sejak dulu diperjuangkan oleh tokoh-tokoh pejuang perempuan akan semakin sulit untuk di musnahkan.

Perlahan-lahan pandangan patriarki yang mengantarkan pada ketidakadilan gender harus dihilangkan. Perempuan, bagaimanapun kondisinya, berhak menjadi apapun yang dia inginkan, tanpa di tekan oleh sikap dan nilai patriarki baik di domain keluarga ataupun di domain yang lebih luas. Perempuan itu identitasnya bukan selalu tentang bersuara keras tapi tentang mendongkrak kualitas! []

 

Laila Fajrin Rauf

Laila Fajrin Rauf

Founder Komunitas Gerakan Kolektif Perempuan Feministic Indonesia. Aktif di Jaringan GUSDURian dan Duta Damai Yogyakarta. Bisa dihubungi via email ke [email protected] atau instagram @ubai_rauf

Terkait Posts

Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Suami Pengangguran

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

16 Mei 2025
Keadilan Semu

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

15 Mei 2025
Memahami Disabilitas

Memahami Disabilitas: Lebih Dari Sekadar Tubuh

14 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan

    KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version