• Login
  • Register
Minggu, 27 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Menilik Kehidupan Santri di Pondok Pesantren Nurul Ihsan Gresik

Budaya pondok pesantren dan posisi kiai di desa tersebut seharusya bisa menjadi contoh baik yang harus dipraktikkan kepada seluruh pesantren yang ada di Indonesia

Iqromah Zm Iqromah Zm
19/05/2022
in Pernak-pernik
0
Menilik Kehidupan Santri di Pondok Pesantren Nurul Ihsan Gresik

Menilik Kehidupan Santri di Pondok Pesantren Nurul Ihsan Gresik

247
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pondok Pesantren adalah central of Islamic knowledge atau sebuah tempat yang menjadi sumber pengetahuan keislaman. Sebuah pesantren bisa dikatakan sebagai “pesantren” jika memenuhi tiga syarat, yakni adanya kiai, kehidupan santri dan pengajian kitab kuning. Di dalam pesantren, segala aktivitas keilmuan atas dasar keagamaan dilaksanakan.Berikut artikel menilik kehidupan santri di Pondok Pesantren Nurul Ihsan Gresik.

Seiring perkembangan zaman, pondok pesantren tumbuh dengan pesat, mulai dari sarana prasarana, kurikulum dan lain sebagainya. Perlu digaris bawahi bahwa, pesantren tidak memiliki sinonim Bahasa, misal Islamic boarding school karena Islamic boarding school berbeda dengan pesantren mulai dari tujuan, sistem dan lainnya. (Baca: Menilik Santri Mengaji dan Mengabdi di Pesantren)

Dengan adanya pondok pesantren di sebuah desa atau daerah, diharapkan bisa menjadi tonggak peradaban di desa atau daerah tersebut. Karena sudah merupakan tanggung jawab sebagai kiai (orang yang memiliki ilmu) untuk mengamalkan ilmunya, di samping itu, kewajiban manusia untuk menuntut ilmu yang harus selalu digaungkan. Seorang kiai adalah role model dan pesantren adalah center dari tempat pembelajarannya. Masyarakat, kiai dan pesantren adalah mobilitas keilmuan yang seharusnya berjalan dengan berkesinambungan.

Kehidupan Santri di Pondok Pesantren

Dalam mobilitas keilmuan, agaknya kita perlu melirik salah satu desa di Jawa Timur yakni desa Banyu Urip, Ujung Pangkah, Gresik. Di desa tersebut, masyarakat selain bekerja untuk mencari nafkah juga mengaji kepada seorang kiai, tak heran anak-anak kecil di sana sudah fasih membaca Al-Quran bahkan hafal beberapa surat Al-Quran karena lingkungan keluarga dan masyarakat yang mendukung. Adapun kiai yang menjadi guru masyarakat desa Banyu Urip adalah KH. Mashun Mashudi (alm), beliau merupakan Pendiri dan pengasuh pondok pesantren Nurul Ihsan di desa tersebut.

Ibu Nyai Ainun Hakiema, selaku menantu dari KH. Mashun Mashudi berkata bahwa, “keseharian bapak, yakni mengajar, mulai dari mengajar santri, ketika santri berangkat ke sekolah beliau mengajar pengurus, setelah itu beliau mengajar guru yang mengajar TPA (Taman Pendidikan Alquran), selain di Pondok Pesantren beliau mengajar masyarakat setempat”.

Baca Juga:

Menguatkan Peran Ibu Nyai Pesantren dengan Penulisan Ulang Sejarah Ulama Perempuan

Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan

Menyemai Kasih Melalui Kitab Hadis Karya Kang Faqih

Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

Beliau sebagai kiai yang memiliki pesantren tidak hanya terfokus pada pesantren, melainkan pada masyarakat. “Di desa, masyarakat mengaji secara bertahap, mulai dari pengajian kitab kuning yang bahasannya ringan sampai pada pembahasan yang cukup berat”, sambung Ibu Nyai Ainun Hakiema

Dari sini tercipta sebuah mobilitas keilmuan yang sangat baik dan juga sebuah lingkungan yang seimbang antara kebutuhan duniawi dan akhrawi, dimana masyarakat tidak hanya bekerja untuk keperluan sehari-hari tetapi juga mengaji. Di desa tersebut kita menyaksikan menganai konsep bahwa menuntut ilmu itu minal Mahdi ilal lahdi (dari ayunan ibu sampai liang lahat).

Budaya pondok pesantren dan posisi kiai di desa tersebut seharusya bisa menjadi contoh baik yang harus dipraktikkan kepada seluruh pesantren yang ada di Indonesia. Sehingga bisa menjadi angin segar atas minimalisasi terorisme, ekstrimisme dan radikalisme yang ada di Indonesia, karena sudah saling bersinergi untuk mengoptimalisasi pengetahuan masyarakat mengenai isu keislaman dengan sumber yang jelas.

Selain itu, kiai sebagai seorang yang memilik wawasan keislaman juga menajadi role model yang mengamalkan ilmunya untuk linkungan sekitar samapai pada proses ziyadatul khoir (penambahan kebaikan dari Allah) sampai kepada masyarkat.

Dari Desa Ujung Pangkah kita banyak mengambil pelajaran, mulai dari kehidupan masyarakat yang menjalankan kehidupan dengan seimbang antara kehidupan dunia dan akhirat yang dilandasi dengan ilmu, sebagaimana hadits Nabi من اراد الدنيا فعليه بالعلم ومن اراد الأخر فعليه بالعلم ومن اراد هما فعليه بالعلم  yang artinya: “barang siapa yang ingin berbahagia di dunia maka dengan ilmu, barang siapa ingin bahagia di akhirat maka dengan ilmu dan jika ingin bahagia di keduanya maka dengan ilmu.

Tak banyak yang tahu tentang budaya di desa tersebut. Budaya yang benar-benar menginspirasi. Masyarakat di desa yang mempelajari ilmu secara runtut mulai dari kitab-kitab yang bahasannya ringan sampai yang bahasannya cukup berat. Misalkan pada pembelajaran fiqih dimulai dari kajian kitab Taqrib samapai kitab Ihya’. Jadi, tidak hanya fokus terhadap pekerjaan tetapi, masyarakat juga menambah khazanah pengetahuan.

Kemudian dari Kiai kita belajar bagaimana seorang guru menjadi tauladan dan tempat untuk belajar. Seorang kiai yang tak hanya fokus kepada pesantren, tetapi seluruh masyarakat yang ada di sekitarnya. Karena sejatinya Kiai adalah ulama’ (orang yang memiliki ilmu) dan ulama adalah warasatul anbiya yang tugasnya menyebarkan nilai-nilai keislaman kepada umat manusia.

Lalu, pondok pesantren sebagai tonggak peradaban. Bisa dikatakan bahwa seluruh masyarakat di desa tersebut menjadi santri secara batiniah artinya memiliki jiwa sebagai santri meskipun tidak berada di dalam Pondok Pesanteren.

Pada akhirnya, Mensantrikan masyarakat sudah menjadi realitas di lingkungan pondok pesantren Nurul Ihsan Gresik. “Setelah KH Mahsun Mashudi wafat, perjuangan dakwahnya ditruskan oleh generasinya, mulai dari anak sampai para menantu”, kata Nadhifa selaku santri dari KH. Jazilus Sakhok, salah satu putra KH Mahsun Mashudi. Semoga budaya ini bisa menjadi inspirasi bagi seluruh pondok pesantren di Indonesia, selain itu juga menjadi inspirasi kita untuk terus menuntut ilmu minal madi ilalahdi. Wallahua’lam bishshsawab. []

Tags: GresikkiaiLembaga PendidikanPondok PesantrenSantri
Iqromah Zm

Iqromah Zm

Mahasiswi STAI Sunan Pandanaran Yogyakarta, aktif di LPM Aksara

Terkait Posts

Upah

Upah: Hak Pekerja, Kewajiban Majikan

26 Juli 2025
PRT

Mengapa PRT Selalu Diidentikkan dengan Perempuan?

26 Juli 2025
PRT yang

PRT Bukan Budak: Hentikan Perlakuan yang Merendahkan

26 Juli 2025
PRT

PRT Juga Manusia, Layak Diperlakukan dengan Baik dan Bermartabat

26 Juli 2025
Ikrar Kesetiaan KUPI

Ketika Wisudawan Ma’had Aly Kebon Jambu Membaca Ikrar Kesetiaan KUPI, Bikin Merinding!

26 Juli 2025
PRT

PRT Bukan Pekerja yang Rendah dan Lemah

25 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • PRT yang

    PRT Bukan Budak: Hentikan Perlakuan yang Merendahkan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Disabilitas Netra dan Ironi Aksesibilitas Ruang Publik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Menikmati Proses, Karena yang Instan Sering Mengecewakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • PRT Juga Manusia, Layak Diperlakukan dengan Baik dan Bermartabat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mari Membahas Bersama Fomo Trend S-Line

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Beruntungnya Menjadi Anak Sulung
  • Refleksi Tren S-Line: Bagaimana Jika Dosa Kita Terlihat Jelas Atas Kepala?
  • Upah: Hak Pekerja, Kewajiban Majikan
  • Mari Membahas Bersama Fomo Trend S-Line
  • Mengapa PRT Selalu Diidentikkan dengan Perempuan?

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID