• Login
  • Register
Jumat, 13 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Menyemai Kasih Melalui Kitab Hadis Karya Kang Faqih

Setelah perjalanan panjang mengkaji kitab hadis ini, terasa hadir semacam pergeseran dalam cara memandang kehidupan.

Thoah Jafar Thoah Jafar
09/06/2025
in Hikmah, Rekomendasi
0
Kitab Hadis

Kitab Hadis

1.6k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ada kitab hadis yang tidak hanya kita baca, tetapi menyentuh dan menggerakkan hati. Sittin al-Adliyah karya Dr. KH. Faqihuddin Abdul Kodir, atau yang lebih terkenal dengan sapaan “Kang Faqih”, adalah salah satunya. Kitab ini menghimpun 60 hadis Nabi Muhammad Saw yang berporos pada nilai-nilai keadilan relasi, terutama dalam lingkup keluarga dan kehidupan sosial.

Selama kurang lebih satu tahun terakhir, hadis-hadis dalam kitab tersebut akhirnya rampung dibacakan satu demi satu dalam pengajian bersama santri putri. Mudah-mudahan, bukan sekadar membaca, tetapi juga mampu menyelami, merenungi, serta memaknainya dalam konteks kehidupan nyata.

Kitab Sittin al-Adliyah adalah jendela yang mampu membuka mata batin untuk melihat kembali bagaimana kasih sayang, keadilan, dan penghormatan terhadap sesama seharusnya dihadirkan dalam kehidupan sehari-hari.

Setiap pertemuan dengan kitab ini serasa menjadi ruang hening yang mengajak kembali kepada fitrah hubungan antarmanusia yang penuh cinta, hormat, dan tanggung jawab.

Hadis-hadisnya tidak hadir dengan suara keras, melainkan dengan kehangatan. Redaksinya tidak menghakimi, tetapi mengajak untuk merenung. Pesan-pesannya tidak cuma menyentuh nalar, tetapi juga menggugah nurani.

Baca Juga:

Menyulam Spiritualitas dan Rasionalitas: Belajar Menyebut Nama Tuhan dari Perempuan Abad 16

Keadilan sebagai Prinsip dalam Islam

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence Pada Ayat-ayat Shirah Nabawiyah Tokoh Perempuan (Part 3)

Islam dan Kemanusiaan

Menumbuhkan Kesadaran

Betapa agung ajaran Nabi Muhammad Saw tentang hubungan antarmanusia. Dalam satu sabdanya yang begitu lekat di hati, Rasulullah Saw bersabda:

عن أبي هريرة. قال: المسلم ‌أخو ‌المسلم. ‌لا ‌يظلمه، ولا يخذله، ولا يحقره. التقوى ههنا” ويشير إلى صدره ثلاث مرات “بحسب امرئ من الشر أن يحقر أخاه المسلم. كل المسلم على المسلم حرام. دمه وماله وعرضه

“Sesama muslim adalah bersaudara yang tidak boleh menzalimi satu sama lain, enggan menolongnya, serta tidak boleh meremehkannya. Adapun takwa letaknya di sini,’ seraya Nabi menunjuk ke dadanya sebanyak tiga kali. ‘Cukuplah seseorang itu dalam kejelekan ketika ia merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim terhadap muslim lainnya haram dan terjaga darah, harta, dan kehormatannya.” (HR. Muslim)

Begitu luhur pesan yang terkandung. Bahwa kehormatan manusia tidak dapat diremehkan atas alasan apapun. Dalam rumah tangga, dalam lingkungan tempat tinggal, atau dalam relasi sosial yang lebih luas, menjaga harga diri orang lain adalah bagian dari ketakwaan.

Kitab ini menghadirkan hadis-hadis yang menumbuhkan kesadaran baru. Bukan untuk menggugat masa lalu, melainkan untuk menumbuhkan pengertian yang lebih jernih terhadap warisan luhur ajaran Islam. Dalam pengasuhan anak, dalam pergaulan, dalam menghadapi perbedaan, dalam menanggapi perbedaan watak dan suara, semua memerlukan bekal akhlak dan adab yang mulia.

Rasulullah Saw juga bersabda:

عَنْ جَابِر بن عبد الله رضى الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم – قَالَ «إن من أحبكُمْ إِلي وَأَقْرَبَكُمْ مِنّى مَجْلِسًا يوم الْقِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلاَقَا وَإِنَّ أبْعضَكُمْ إِلَى وَأَبْعَدَكُمْ مِنّى مَجْلِسًا يوم الْقِيَامَةِ الثرثارُونَ والمتشدقون وَالْمُتَفَيهِقُونَ

“Orang yang paling aku cintai dan paling dekat dengan tempatku kelak di hari kiamat adalah mereka yang memiliki akhlak mulia. Sementara orang yang paling aku benci dan tempatnya paling jauh dariku kelak di hari kiamat adalah mereka yang keras dan rakus, suka menghina, dan sombong.” (HR. Tirmidzi)

Pesan ini melampaui sekadar ajakan menjadi baik. Wasiat Nabi ini menegaskan bahwa akhlak adalah jembatan menuju kecintaan Rasulullah Saw dan tempat terhormat di akhirat kelak. Dalam rumah tangga, akhlak menjadi nafas yang menjaga ketenteraman. Dalam masyarakat, adab menjadi penopang harmoni.

Kitab Sittin al-Adliyah menghidupkan kembali kesadaran bahwa relasi sosial tidak semata-mata dibangun oleh aturan, tetapi oleh rasa. Mulai dari rasa hormat, empati, kasih sayang, dan keadilan. Rasa itu tumbuh bukan dalam ruang-ruang besar, melainkan di tengah interaksi sehari-hari, bisa di ruang makan, di teras rumah, di pasar, maupun dalam percakapan antaranggota keluarga.

Salah satu hadis yang mematri pesan penting tentang relasi paling intim dan sekaligus paling sering teruji, yakni dalam pernikahan, disampaikan oleh Rasulullah Saw:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: ‌أَكْمَلُ ‌الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِنِسَائِهِمْ

“Imannya orang mukmin yang paling sempurna adalah yang paling apik akhlaknya. Dan lelaki yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik kepada istri-istrinya.” (HR. Tirmidzi).

Akhlak sebagai Standar Keimanan

Sebait sabda, sedalam samudra makna. Hadis ini tidak berbicara tentang romantisme kosong, melainkan tentang komitmen, kelembutan, dan penghormatan dalam kehidupan bersama. Hadis tersebut juga mengajak siapapun untuk menjadikan akhlak sebagai tolok ukur keimanan, dan relasi dengan pasangan sebagai cerminan dari kualitas diri yang sejati.

Meski begitu, penting kita sadari pula bahwa menjaga kehormatan bukan berarti memanjakan atau memenuhi seluruh keinginan pasangan secara membabi buta. Apalagi jika itu sampai membebani orang lain, seperti menyusahkan orang tua atau mertua atas nama “membahagiakan pasangan (istri/suami)”. Itu bukanlah wujud cinta yang adil, melainkan bentuk relasi yang kehilangan orientasi maslahat.

Setelah perjalanan panjang mengkaji kitab hadis ini, terasa hadir semacam pergeseran dalam cara memandang kehidupan. Bukan hanya dari segi ilmu, melainkan dari kematangan batin. Lebih jelasnya, ketika segala kandungannya bukan hanya dihafalkan sebagai slogan, tetapi terus kita upayakan sebagai laku hidup.

Kitab Sittin al-Adliyah adalah jejak yang harus kita tanamkan dalam hati, dalam tutur, dalam perilaku. Kitab ini perlu kita jadikan semacam benih yang sepatutnya tersemai di tanah-tanah harapan, agar kelak, saat para santri telah berada di tengah masyarakat, mampu menghadirkan Islam dengan wajah ramah, lembut, berkeadilan, dan membahagiakan.

Kasih yang tersemai lewat hadis-hadis ini tak mengenal batas usia, tidak terbatas pada ruang pesantren. Sittin al-Adliyah hadir sebagai bekal sepanjang hayat, untuk siapa pun yang ingin berjalan di jalan kebaikan, dalam rumah yang damai, di tengah masyarakat yang adil, dan menuju akhirat yang penuh ridha.

Wallahu a’lam bis-shawab. []

 

Tags: Akhlak NabiAl-Sittīn Al-‘AdliyahDr. Faqihuddin Abdul KodirislamkeimananKitab HadisPondok PesantrenSantri
Thoah Jafar

Thoah Jafar

Pengasuh Ponpes KHAS Kempek Cirebon

Terkait Posts

Menyulam Spiritualitas

Menyulam Spiritualitas dan Rasionalitas: Belajar Menyebut Nama Tuhan dari Perempuan Abad 16

12 Juni 2025
Semangat Haji

Merawat Semangat Haji Sepanjang Hayat: Transformasi Spiritual yang Berkelanjutan

11 Juni 2025
Keadilan

Keadilan sebagai Prinsip dalam Islam

11 Juni 2025
Ruang Domestik Perempuan

Benarkah Ruang Domestik Menjadi Ruang Khusus Bagi Perempuan?

10 Juni 2025
Dad's Who Do Diapers

Dad’s Who Do Diapers: Ayah Juga Bisa Ganti Popok, Apa yang Membuat Mereka Mau Terlibat?

10 Juni 2025
Prinsip Keadilan

Prinsip Keadilan Sosial dalam Ajaran Islam

9 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Sejarah Perempuan

    Seolah-olah Tidak Resmi: Sejarah Perempuan dan Rezim yang Ingin Menulis Ulang Sejarah Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kak Owen Hijaukan Bogor Lewat Aksi Menanam 10.000 Pohon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menyulam Spiritualitas dan Rasionalitas: Belajar Menyebut Nama Tuhan dari Perempuan Abad 16

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merawat Toleransi, Menghidupkan Pancasila

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nikel di Surga, Luka di Tanah Papua

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Penambangan Nikel di Raja Ampat: Ancaman Nyata bagi Masyarakat Adat
  • Nikel di Surga, Luka di Tanah Papua
  • Tauhid secara Sosial
  • Realita Disabilitas dalam Dunia Kerja
  • Kak Owen Hijaukan Bogor Lewat Aksi Menanam 10.000 Pohon

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID