Mubadalah.id – Dalam beberapa pandangan kitab kuning terhadap perempuan, lalu nilai-nilai hidup yang berkembang dan budaya yang dipertahankan di dalam pesantren, membuat KH. Husein Muhammad layak diposisikan sebagai sekutu dan teman yang baik dalam memperjuangkan gagasan dan gerakan kesetaraan gender terhadap perempuan.
Kiai Husein telah melakukan perlawanan dan pembelaan di tengah-tengah budaya dan wacana pesantren yang menimbulkan ketidakadilan dan subordinasi terhadap perempuan.
Kiai Husein layak menjadi sebagai feminis Islam, karena kesadaran akan ketertindasan terhadap perempuan yang ia miliki membuatnya mau menggagas wacana tandingan dengan basis keilmuan yang sama dalam pesantren.
Dengan kondisi budaya dan nilai hidup yang pesantren miliki. Maka Kiai Husein sebagai laki-laki, kiai dan pembela hak perempuan merupakan aset yang harus kita pertahankan.
Hal ini utamanya untuk mensosialisasikan gagasan-gagasan dan gerakan pembelaan terhadap perempuan.
Apa yang Kiai Husein lakukan akan membantu perjuangan yang sedang dan terus para aktifis perempuan lakukan.
Kiai Husein adalah feminis laki-laki yang memilihi kesadaran akan ketimpangan dan ketidakadilan gender. Dan merupakan teman dari gagasan di masyarakatnya, yaitu pesantren.
Sebagai orang yang bergelut dalam dunia pesantren, pendirian Kiai Husein tersebut dapat menjadi rujukan sebagai otokritik terhadap tradisi yang ia geluti.
Kalau hendak mencari padanannya dalam teori ilmu sosial, apa yang Kiai Husein dapat menjadi setara dengan metode refleksi Kiai Husein, yang kerap ia praktikkan oleh ilmuwan aktifis pengikut aliran Frankfurt atau teori kritis dalam menemukan masalah dan jalan keluarnya.
Hebatnya, proses refleksi Kiai Husein ini berhasil menemukan jalan keluar yang sama sekali tidak terbayang oleh kebanyakan feminis.*
*Sumber : tulisan karya Septi Gumiandari dalam buku Menelusuri Pemikiran Tokoh-tokoh Islam.