Mubadalah.id – Jika merujuk pandangan KH. Husein Muhammad tentang pikiran dan gagasan KH. Abdurrahman Wahid atau yang kerap disapa Gus Dur, maka Buya Husein mengibaratkan Gus Dur seperti tokoh besar pada umumnya.
Pikiran dan gagasan Gus Dur acap mengejutkan dan membingungkan banyak orang. Ia dianggap sering menyampaikan pikiran-pikiran yang kontroversial, melampaui batas kelaziman, dan konon sering inkonsisten.
Teramat banyak para pengkaji Gus Dur, apalagi masyarakat pada umumnya, terperangkap dalam kegalauan yang luar biasa untuk bisa menangkap dan memahami pikiran-pikiran, gagasan-gagasan, dan langkahlangkahnya yang kontroversial itu.
Kegalauan itu tampaknya bukan hanya karena Gus Dur memiliki pandangan yang beragam, berwarna, dan berbeda atas masalah yang sama.
Inkonsistensinya juga bukan karena ja ingin memuaskan semua pihak dengan kualitas intelektual yang beragam dan bertingkat, meskipun mungkin saja demikian.
Alih-alih Gus Dur punya hasrat ingin dikenal dan popular sebagaimana dikatakan dengan sinis oleh sebagian orang khalif tu’raf (berbedalah maka engkau pasti terkenal).
Gus Dur yang kontroversial itu boleh jadi lebih karena ia sendiri mengalami pergulatan intelektual tanpa bisa ia hentikan.
Pikirannya terus saja berjalan, menjelajah, dan mengejar-ngejar setiap waktu dandalam kadar yang sangat dinamissejalan dengan gerak kehidupan umat manusia.
Situasi-situasi ini menghadirkan kenyataan-kenyataan yang berubah dan berkembang secara terus-menerus.
Mungkin juga karena Gus Dur, seolah tak sabar, ingin mempersembahkan pengetahuannya bagi perubahan sosial yang ia kehendaki.
Yakni sebuah wujud kehidupan sosial kemasyarakatan yang adil, toleran, damai, dan sejahtera, sebelum masyarakat siap menerimanya.
Gagasan Gus Dur
Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika tidak sedikit orang menyebut pikiran dan gagasan Gus Dur satu abad melampaui zamannya. Banyak orang tidak memahami jalan pikirannya ketika ia sampaikan.
Tetapi, dengan berjalannya waktu dan kehidupan makin cerdas, pikiran-pikiran itu baru dapat kita pahami.
Ini bagi Buya Husein, memperlihatkan tanda seorang hakim (arif atau bijak bestari), seorang sufi, atau seorang wali sebagaimana sembilan Wali Sanga dalam konteks Indonesia.
Mengenai pikirannya yang mendahului zaman ini, saya ingin mengutip syair seorang sufi besar yang nama dan pikirannya sering Gus Dur sebut, Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari:
“Cahaya para bijak bestari mendahului kata-katanya. Ketika batin telah tercerahkan, kata-kata mereka sampai.”*
*Sumber: tulisan KH. Husein Muhammad, dalam buku Samudra Kezuhudan Gus Dur.