Mubadalah.id – KH. Abdurrahman Wahid atau yang kerap disapa Gus Dur tak henti-hentinya, siang dan malam, mengerahkan tenaga dan pikirannya untuk memperjuangkan tegaknya nilai-nilai kemanusiaan universal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Perjuangan itu dilakukannya dengan setulus hati. Baginya, nilai-nilai tersebut adalah akar atau fondasi bagi sebuah bangunan masyarakat yang adil dan sejahtera.
Pada akhirnya, ia merupakan komitmen yang nyata bagi penegakan prinsip fundamental Islam yaitu tauhid, dan keesaan Tuhan.
Dengan begitu, Gus Dur adalah seorang muwahhid-mukhlish (seorang yang mengesakan Tuhan dengan setulus-tulusnya).
Jika sufi, martir legendaris, Syekh Husein bin Manshur al-Hallaj, berteriak: “Akulah Kebenaran”. Maka Gus Dur bilang, “Akulah kemanusiaan”.
Ya, Gus Dur adalah sang pencinta manusia sebagai manusia dengan seluruh makna kemanusiaannya.
Butuh Pemimpin seperti Gus Dur
Hari ini dan seterusnya, ketika relasi antar manusia di negeri ini sedang memasuki sirkuit kemelut, bagai benang kusut dan mencemaskan. Kita sungguh-sungguh sangat membutuhkan lahirnya orang-orang dan pemimpin-pemimpin seperti Gus Dur.
Meski ia harus menanggung duka lara karena pikiran dan aksi-aksinya yang mengundang kecemasan, kegeraman, dan kebencian sebagian orang.
Bahkan sebagian besar orang di negerinya, ia tetap berjalan dengan tegap dan tenang, disertai kewibawaan yang penuh dan karisma yang mengagumkan.
Mereka boleh saja dan memang berhak untuk tidak setuju dengan eksistensi Gus Dur yang luar biasa dan asing itu, namun sejarahlah yang akan mencatat dan menyampaikan kabarnya. Saya selalu teringat pada pemikir al-Qur’an dari Mesir, Amin al-Khuli yang berkata:
“Terkadang, sebuah pemikiran menganggapnya sebagai kekafiran, haram dan wajib kita perangi. Tetapi kemudian seiring dengan gerak zaman pemikiran itu menjadi madzhab, keyakinan dominan, dan gagasan perbaikan yang dengannya kehidupan terus melangkah ke depan.”
Manakala Gus Dur sudah pergi, sudah pulang, dan tak lagi bersama kita secara fisik untuk selama-lamanya. Maka kita tetap mengharapkan lahirnya orang-orang yang meneruskan semangat, gagasan-gagasan, dan ruhnya.
Kita berharap ruh kemanusiaan Gus Dur tetap hidup di negeri ini untuk selama-lamanya.
Gus Dur ada di mana-mana, dalam tulisan-tulisannya sendiri, tulisan-tulisan orang lain yang menerjemahkannya, dalam pikiran para pengagumnya. Maupun dalam cerita-cerita teman-teman dan murid-muridnya yang setia dan mengerti. []