Rabu, 24 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Kekerasan di Kampus

    IMM Ciputat Dorong Peran Mahasiswa Perkuat Sistem Pelaporan Kekerasan di Kampus

    Kekerasan di Kampus

    Peringati Hari Ibu: PSIPP ITB Ahmad Dahlan dan Gen Z Perkuat Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender di Kampus

    KUPI yang

    KUPI Jadi Ruang Konsolidasi Para Ulama Perempuan

    gerakan peradaban

    Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

    Kemiskinan Perempuan

    KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

    Kekerasan Seksual

    Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

    sikap ambivalen

    Julia Suryakusuma Soroti Ancaman Kekerasan Seksual dan Sikap Ambivalen terhadap Feminisme

    Feminisme

    Julia Suryakusuma: Feminisme Masih Dibutuhkan di Tengah Krisis Multidimensi Indonesia

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Keadilan Hakiki

    Keadilan Hakiki bagi Perempuan Menjadi Bagian dari Prinsip Universal

    Keadilan Hakiki

    Keadilan Hakiki bagi Perempuan sebagai Jalan Dakwah Ulama Perempuan

    Hari Ibu

    Apa yang Sebetulnya Kita Rayakan di Hari Ibu?

    Dakwah Advokasi

    Dakwah Advokasi Harus Berakar pada Prinsip Al-Ma’un

    Perempuan Difabel

    Mengapa Perempuan Difabel Sulit Mengakses Keadilan Hukum?

    Dakwah Advokasi

    Dakwah Advokasi sebagai Jalan Ulama Perempuan Mengawal Kebijakan yang Berpihak pada Perempuan

    Meruwat Bumi

    Dari Merawat ke Meruwat Bumi: Jalan Spiritualitas Ekoteologis

    Konflik Agraria

    Penguasaan Lahan oleh Korporasi Perparah Konflik Agraria

    Negara

    Negara, Keadilan, dan Kepercayaan yang Hilang

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Kekerasan di Kampus

    IMM Ciputat Dorong Peran Mahasiswa Perkuat Sistem Pelaporan Kekerasan di Kampus

    Kekerasan di Kampus

    Peringati Hari Ibu: PSIPP ITB Ahmad Dahlan dan Gen Z Perkuat Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender di Kampus

    KUPI yang

    KUPI Jadi Ruang Konsolidasi Para Ulama Perempuan

    gerakan peradaban

    Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

    Kemiskinan Perempuan

    KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

    Kekerasan Seksual

    Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

    sikap ambivalen

    Julia Suryakusuma Soroti Ancaman Kekerasan Seksual dan Sikap Ambivalen terhadap Feminisme

    Feminisme

    Julia Suryakusuma: Feminisme Masih Dibutuhkan di Tengah Krisis Multidimensi Indonesia

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Keadilan Hakiki

    Keadilan Hakiki bagi Perempuan Menjadi Bagian dari Prinsip Universal

    Keadilan Hakiki

    Keadilan Hakiki bagi Perempuan sebagai Jalan Dakwah Ulama Perempuan

    Hari Ibu

    Apa yang Sebetulnya Kita Rayakan di Hari Ibu?

    Dakwah Advokasi

    Dakwah Advokasi Harus Berakar pada Prinsip Al-Ma’un

    Perempuan Difabel

    Mengapa Perempuan Difabel Sulit Mengakses Keadilan Hukum?

    Dakwah Advokasi

    Dakwah Advokasi sebagai Jalan Ulama Perempuan Mengawal Kebijakan yang Berpihak pada Perempuan

    Meruwat Bumi

    Dari Merawat ke Meruwat Bumi: Jalan Spiritualitas Ekoteologis

    Konflik Agraria

    Penguasaan Lahan oleh Korporasi Perparah Konflik Agraria

    Negara

    Negara, Keadilan, dan Kepercayaan yang Hilang

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Menggali Makna Tradisi Tedhak Siten, Benarkah Tidak Islami?

Tradisi tedhak siten merupakan upacara tradisi yang dilaksanakan ketika seorang anak menginjak tanah untuk pertama kali. Biasanya ketika berusia 7 lapan (bulan dalam kalender Jawa) atau 8 bulan menurut kalender Masehi

Hilda Rizqi Elzahra Hilda Rizqi Elzahra
29 Januari 2023
in Publik, Rekomendasi
0
Tradisi Tedhak Siten

Tradisi Tedhak Siten

985
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Setiap orang tua di dunia ini memiliki harapan yang baik untuk anak-anaknya. Hal ini yang terdapat dalam simbol tradisi tedhak siten, orang suku Jawa memiliki banyak upacara tradisi dalam setiap fase hidupnya, dari sebelum dilahirkan hingga setelah wafat. Salah satunya yaitu tedhak siten yang biasa terkenal dengan mudhun lemah atau turun tanah. Lantas, apakah benar tedhak siten tidak islami?

Tradisi tedhak siten merupakan upacara tradisi yang dilaksanakan ketika seorang anak menginjak tanah untuk pertama kali. Biasanya ketika berusia 7 lapan (bulan dalam kalender Jawa) atau 8 bulan menurut kalender Masehi. Pada fase ini, biasanya sudah mulai duduk, merangkak, berdiri dan belajar berjalan Anak juga mulai bisa memilih apa yang menjadi daya tarik di tangannya.

Namun sekarang, tradisi ini sudah hampir tidak ada yang melestarikannya dengan dalih itu hanyalah sebuah tradisi nenek moyang saja dan tidak ada dalam aturan syariat islam. Secara bahasa, Tedhak berarti turun atau menginjak, sedangkan Siten berasal dari kata siti yaitu tanah. Lebih dari itu, tradisi ini terlaksana dengan tujuan sebagai bentuk rasa syukur orangtua.

Akulturasi Budaya

Tedhak siten ini sebagai salah satu dari bentuk akulturasi budaya dan agama yang mana sudah menjadi komitmen antara Syekh Subakir dan Ki Semar. Ketika Syekh Subakir menyampaikan maksud kedatangan beliau ke tanah Jawa guna menyebarkan ajaran Islam. Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad sebagai pamungkas agama samawi. Kemudian Ki Semar pun memperbolehkan Syekh Subakir untuk menyebarkan agama Islam di tanah yang ia lindungi.

Namun, dengan beberapa syarat. Salah satunya adalah tidak boleh mengubah tradisi orang Jawa menjadi orang yang kearab-araban. Biarkanlah padi tetap ditanam di sawah dan kurma tetap ditanam di padang pasir. Orang Jawa harus tetap menjadi Jawa dengan segala budi pekerti dan kepribadian asli orang Jawa.

Pada umumnya, masyarakat yang masih melestarikan tradisi ini adalah masyarakat yang berada di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Jogjakarta. Ciri khusus dalam tedhak siten adalah anak kita tuntun untuk menginjak jaddah sebanjak tujuh piring yang masing-masing kita beri warna yang berbeda.

Berikut prosesi tedhak siten menurut Bratawidjaya :

1. Mensucikan kaki bayi

Dalam prosesi ini orangtua menggendong anaknya untuk kita cuci bersih kakinya sebelum menginjakkan kaki ke jaddah. Kegitan ini memiliki makna bahwa sebelum mulai menapaki kehidupan yang perlu anak lakukan dengan suci hati.

2. Menapaki jaddah

Ketika anak menapaki jaddah yang berjumlah 7 macam warna. Jaddah terbuat dari beras ketan yang lengket di kaki melambangkan kesulitan. Sedangkan Tujuh dalam bahasa Jawa pitu, angka pitu bermakna pitulung dengan harapan si anak kelak dalam mengatasi kesulitan hidup selalu mendapat pertolongan dari Allah.

3. Menaiki dan menuruni anak tangga

Setelah itu, anak kita tuntun untuk menaiki dan menuruni tujuh anak tangga yang terbuat dari tebu dihiasi dengan kertas warna-warni atau janur. Esensi dari proses menapaki tangga ini adalah kelak anak dapat melewati fase naik turunnya kehidupan, dan tebu melambangkan kemantapan tekad dalam menggapai cita-citanya karena tebu berasal dari kerata basa antebing kalbu, yang berarti kemantapan dan ketenangan hati.

4. Dimasukkan dalam kurungan ayam

Anak kita masukkan dalam kurungan ayam yang terbuat dari bambu dan kita hiasi dengan kertas warna-warni, bunga atau janur. Kurungan ini melambangkan dunia yang fana dengan berbagai gemerlap di dalamnya.

5. Disuguhi Bokor dan Memilih Barang didalamnya

Bokor tersebut berisi macam-macam benda yang kemudian kita dekatkan dengan anak. Tujuannya agar dapat salah satu dari benda tersebut. Di antaranya adalah tasbih, alat tulis, uang, cermin dan lain-lain. Dengan berbagai macam jenis isian yang ada dalam bokor, melambangkan dunia dengan berbagai pilihan di kemudian hari. Barang yang anak pilih melambangkan profesi, namun ini hanyalah sebagai syarat lambang saja.

6. Udik-udikan

Menyebar beras kuning dan uang logam Beras kuning yang kita campur dengan uang logam kemudian kita taburkan di hadapan anak-anak atau masyarakat setempat. Hal ini memiliki makna pengharapan orangtua bahwa kelak setelah memiliki profesi, anak akan menjadi orang yang dermawan. Penyebaran uang logam ini orangtua lakukan dan diniatkan sebagai sedekah.

Dalam prosesi ini, seperti yang umat salaf lakukan, yang terkenal dengan istilah al-ihtifal bihadzaq al-shibyan, atau merayakan kepintaran anak. Seperti yang Imam Hasan al-Bashri kemukakan, bahwa merayakan kepintaran anak hukumnya boleh, dengan menebar kacang-kacangan, memberikan uang, atau menyembelih hewan untuk mengundang orang makan bersama.

7. Mandi Bunga Setaman

Setelah itu, anak kita mandikan dengan air yang telah kita beri bunga setaman (macam-macam bunga) yang sudah didoakan oleh tokoh agama setempat. Harapannya, kelak anak akan dapat mengharumkan nama keluarga, bangsa dan agamanya.

8. Memakai Baju Adat

Setelah mandi bunga setaman, anak kita dandani dengan pakaian yang baik dan bersih. Hal ini melambangkan agar si bayi kelak dapat menjadi seseorang yang terhormat sesuai dengan peribahasa Jawa yaitu ajining rogo soko busono, ajining bongso soko budoyo. Kewibawaan diri kita pandang dari pakaian dan kehormatan bangsa kita pandang dari budaya.

Lantas, bolehkah tedhak siten dilaksanakan?

Mengutip dalam kitab Fashsh Al-Khawatim Fima Qila fi Al-Wala-im ;

الاحتفال بحذاق الصبيان:وروى الدوري في جزئه عن أبي بكر الهذلي قال: سألت الحسن يعني البصري وعكرمة عن الصبي نبتت أسنانه فينثر عليه الجوز، فقالا: حلال.. قال الحسن رضي الله عنه: كانوا إذا حذق الغلام قبل اليوم نحروا جزوراً، واتخذوا طعاماً

Merayakan kepintaran anak-anak; Al-Dauri meriwayatkan dari Abu Bakr Al-Hudzali, dia berkata;

Aku bertanya kepada Al-Hasan Al-Bashri dan Ikrimah mengenai seorang anak yang sudah tumbuh giginya. Kemudian dilemparkan kacang-kacangan padanya. Mereka berdua menjawab; Halal. Imam Al-Hasan Al-Bashri berkata; Jika anak sudah pintar, mereka menyembelih kambing kemudian mereka membuat makanan.

Selama prosesi tedhak siten, anak kita tuntun oleh orangtuanya. Hal ini melambangkan do’a dan  dukungan keluarga untuk anak dalam menjalani hari-harinya kedepan. []

Tags: BudayaislamiJawaNusantaraTedhak SitenTradisi
Hilda Rizqi Elzahra

Hilda Rizqi Elzahra

Mahasiswi jelata dari Universitas Islam Negeri Abdurrahman Wahid, pegiat literasi

Terkait Posts

Tradisi Pesantren
Publik

Fahmina dan Transformasi Tradisi Pesantren

26 November 2025
Nancy Ajram
Publik

Mengapa Nancy Ajram Begitu Menarik bagi Banyak Muslimah di Indonesia?

20 November 2025
Perkawinan Anak
Publik

Perkawinan Anak di Desa: Tradisi yang Harus Diakhiri

16 November 2025
P2GP
Keluarga

P2GP: Antara Agama, Tradisi, dan Kekeliruan yang Terus Diwariskan

26 Oktober 2025
Membaca Buku
Publik

Joglo Baca: Merawat Tradisi Membaca Buku di Tengah Budaya Scrolling

18 Oktober 2025
Siti Ambariyah
Figur

Menelaah Biografi Nyai Siti Ambariyah; Antara Cinta dan Perjuangan

18 Oktober 2025

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Hari Ibu

    Apa yang Sebetulnya Kita Rayakan di Hari Ibu?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Negara, Keadilan, dan Kepercayaan yang Hilang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dakwah Advokasi Harus Berakar pada Prinsip Al-Ma’un

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dari Merawat ke Meruwat Bumi: Jalan Spiritualitas Ekoteologis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dakwah Advokasi sebagai Jalan Ulama Perempuan Mengawal Kebijakan yang Berpihak pada Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Keadilan Hakiki bagi Perempuan Menjadi Bagian dari Prinsip Universal
  • Ratu Saba’ dan Seni Memimpin ala Perempuan
  • Keadilan Hakiki bagi Perempuan sebagai Jalan Dakwah Ulama Perempuan
  • Apa yang Sebetulnya Kita Rayakan di Hari Ibu?
  • Dakwah Advokasi Harus Berakar pada Prinsip Al-Ma’un

Komentar Terbaru

  • promo code for 1xbet egypt pada Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan
  • Justifikasi agama hambat penghapusan sunat perempuan: Asia Tenggara perlu belajar dari Afrika – Astaga! pada Ulama Dunia Desak Hentikan Khitan Perempuan
  • hair pada Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan
  • Thomasawale pada Majelis Mubadalah Ke-10 Digelar di IAIN Ponorogo
  • winbet299 pada Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID