Mubadalah.id – Pertanyaan yang menjadi judul catatan harian ini merupakan pertanyaan sederhana tetapi nyelekit. Kapan nikah? Apalagi di momen pasca Idulfitri seperti sekarang ini, momen di mana setiap keluarga berkumpul, saling melepas kangen, bersuka ria dan meluapkan ekspresi kebahagiaan lainnya. Momen di mana juga banyak orang yang hajatan pernikahan.
Jangankan orang lain, betapa saya juga mengalaminya sendiri. Pertanyaan itu awalnya pernah membuat saya sakit hati. Namun, seiring berjalan waktu, saya punya cara sendiri meredam dan mengelola emosi, sehingga justru semakin banyak yang menanyakan, bahkan meledek dan membully, saya justru berbahagia.
Loh kok bahagia? Sebab saya mengubah mindset. Setiap orang bertanya, apa pun pertanyaannya, selalu jadikan sarana untuk bersyukur. Betapa masih banyak yang perhatian terhadap saya. Memang benar, entah berapa banyak orang yang menaruh perhatian dan kepedulian, dari yang sekadar mendo’akan sampai yang terang-terangan menawarkan perempuan-perempuan hebat untuk saya jadikan calon istri. Dari sekian banyak perempuan yang mereka tawarkan, hampir tidak ada satu orang pun perempuan yang sembarangan. Subhanallah.
Fokus
Catatan harian ini saya niatkan untuk membantu para perempuan maupun laki-laki yang telah cukup umur. Tetapi masih belum menikah dan lalu selalu merasa tidak nyaman manakala mendapatkan pertanyaan “kapan nikah?” Tetap fokus pada apa yang sekarang tengah kalian jalani. Apakah itu sedang kuliah, bekerja atau menekuni apa pun. Jaga kesehatan, perkuat terus dengan ibadah dan sedekah, perbanyak silaturahim, dan membaca buku. Yang terakhir ini, membaca buku, betul-betul penawar hati yang paling efektif manakala kita sedang gundah.
Sungguh, pengalaman saya dihujani pertanyaan kapan nikah, akan kita jadikan untuk meluaskan empati. Bahwa tidak semua para pemuda mentalnya sekuat baja. Karena itu, bagi siapa pun yang telah menikah, tidak perlulah kita melakukan perbuatan yang tidak bermanfaat. Apalagi dengan maksud yang tidak baik. Apakah itu dengan tujuan bercanda atau lainnya. Tidak perlu merecoki kehidupan orang lain, khususnya soal menikah. Sebab menikah butuh persiapan dan kesiapan. Mulai dari usia, biaya, mental, dan spiritual.
Orang yang secara sembarangan meledek orang lain dengan pertanyaan kapan nikah adalah orang yang tidak menghormati dirinya sendiri. Lagi pula nikah itu bukan akhir dari hidup ini. Menikah justru tidak boleh kita lakukan dengan sembarangan, apalagi hanya karena karena ikut-ikutan orang atau termakan gengsi. Yang jelas jodoh kita telah Allah persiapkan. Tugas kita adalah menjemputnya. Jemputlah jodoh yang baik dengan cara terus memperbaiki diri.
Menjemput Jodoh
Harus kita akui bagi sebagian kecil orang, menjemput jodoh itu sebuah pilihan yang sulit sekaligus berat. Motifnya beragam, ada yang memang sulit menaruh hati, ada yang pernah mengalami trauma, lebih mementingkan pekerjaan dan lain sebagainya. Bahkan bisa jadi ada orang yang sengaja tidak ingin menikah. Lalu bagaimana bagi orang yang dari dirinya sendiri tidak ada keinginan menikah? Saya dan siapa pun tentu tidak ada hak untuk menghakimi dan memaksa orang lain untuk menikah.
Bagi yang telah menikah, tidak perlu kita mengganggu orang lain hanya karena orang tersebut belum menikah. Siapa yang pandai menjaga perasaan orang lain, maka perasaannya akan dijaga oleh Allah. Lebih dari itu, bahwa menikah itu tidak enak atau tepatnya berat. Segala sesuatu yang diniatkan ibadah memang berat.
Contoh salat lima waktu berjamaah dengan tepat waktu bagi yang tidak terbiasa pasti akan terasa berat. Jangankan lima waktu, bangun shalat shubuh saja beratnya luar biasa. Contoh lagi salat Tajahud, di kala orang lain nyenyak tidur, ada orang yang justru bangun untuk beribadah.
Nah bagi yang belum menikah, yang telah cukup maupun belum cukup usia, tetap tenang, fokus pada ibadah dan kebaikan. Bila perlu, kalau menurut saya sangat perlu, bersedekahlah karena Allah, do’anya agar dimudahkan dalam menjemput jodoh. Mulailah berlatih untuk memperkuat mental agar tidak sakit hati manakala dihujani pertanyaan kapan nikah. Siap? Wallahu a’lam. []