• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Hari Lahir Pancasila, dan Sekian Tantangan yang Kita Hadapi

Kebangsaan yang berjiwa Pancasila harus terus-menerus kita aktualisasikan. Salah satunya adalah dengan menjadikan agama sebagai sumber kasih, rahmatan lil alamin

Aspiyah Kasdini RA Aspiyah Kasdini RA
01/06/2023
in Featured, Publik
0
Hari Lahir Pancasila

Hari Lahir Pancasila

856
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Memperingati hari lahir Pancasila yang jatuh setiap 1 Juni, Institut Leimena mengadakan Webinar Internasional Seri Literasi Keagamaan Lintas Budaya dengan tema “Pendidikan Pancasila dan Tantangan Kohesi Sosial dalam Maysrakat Plural Masa Kini.”

Tema ini dipilih mengingat Literasi Keagamaan Lintas Budaya merupakan sebuah pendekatan juga program yang concern pada hubungan dan kerjasama lintas agama yang positif dan selaras dengan prinsip gotong-royong dari Pancasila.

Selain itu juga menjadi jawaban atas tantangan zaman yang tidak saja oleh bangsa Indonesia hadapi, tetapi juga oleh hampir seluruh bangsa di dunia, yakni meningkatnya polarisasi dan perpecahan dalam masyarakat yang menimbulkan berbagai ancaman yang berbentuk politik identitas, ketakutan akan orang yang berbeda (xenophobia), ujaran kebencian, serta berbagai ajaran intoleran dan radikal.

Pancasila Dapat Memperkuat Pendidikan Bangsa

Dalam ruang ini, para panelis menyampaikan tentang bagaimana menerjemahkan Pancasila dapat memperkuat pendidikan bangsa kita yang berjiwakan Pancasila. Webinar dwi bahasa ini diadakan secara daring pada hari Selasa, 30 Mei 2023, mulai pukul 19.00-21.00 WIB.

Pada kata sambutannya, Matios Ho selaku Direktur Eksekutif Institut Leimena memaparkan hasil survei mengejutkan oleh Setara Institute yang memberikan nilai 83.3% atas pemahaman siswa SMA yang menganggap bahwa Pancasila bukanlah sebuah ideologi permanen dan masih bisa kita ubah.

Baca Juga:

Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

Hasil survei dari lima kota ini tentu menjadi dasar bagi para tokoh bangsa masa kini untuk meneruskan perjuangan tokoh masa lalu yang memperjuangkan kesepakatan bersama. Yakni sebagai kelanjutan historis dan ideologis bagi bangsa yang majemuk ini dalam bentuk Pancasila.

Matios Ho mengutip pernyataan Bapak Sukarno di akhir sambutannya. Jika Pancasila harus kita peras dalam satu kata, maka kata tersebut adalah gotong-royong. Dan gotong-royong dapat terwujud dengan melakukan pembinaan atas kompetensi kerjasama bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Sebagai moderator, Icuk Salabiyati memberikan waktu pertama kepada Prof. Dr. M. Amin Abdullah (Dewan Pengarah, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) sebagai pembicara pada webinar ini. Ia mengawali pemaparannya dengan menampakkan peta Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan bangsa yang manjemuk dari berbagai aspeknya dapat kita satukan dalam sebuah negara Pancasila.

Di mana dalam pancasila ini mengandung nilai yang harus terus kita sampaikan di setiap jenjang pendidikan. Sehingga nila-nilai ini bisa terus kita terapkan, dan kita tanamkan dalam segala dimensi kehidupan bangsa ini.

Ideologi yang Memperkuat Memori Kolektif Bangsa

Tantangan pada momentum hari lahir pancasila hari ini, adalah kohesi kita adalah berupa inklusi sosial, pelembagaan, keadilan sosial dan ruang siber. Karena Pancasila adalah ideologi pemersatu bangsa, maka ia adalah satu-satunya ideologi yang memperkuat collective memory bangsa.

Saat tataran global sdang terpecah-belah dengan segala tragedinya, Indonesia tetap kokoh dan tangguh dalam dinamika politik nasional dan global, juga menjadi role model sebagai negara kesatuan yang demokratis.

Peralihan dari orde baru ke orde reformasi berakibat pada pendidikan Pancasila di sekolah dan perguruan tinggi, yang berbentuk lost generation. Untuk mengantisipasi hal tersebut, BPIP dan Kemendikbud-ristekdikti sepakat untuk mengembalikan Pendidikan Pancasila sebagai bahan ajar pokok dalam kurikulum PAUD sampai dengan Perguruan Tinggi yang akan launching pada 1 Juni ini di Monas.

Upaya ini harapannya dapat kembali memberikan pemahaman tentang hari lahir pancasila, dan Pendidikan Di mana bangsa kita yang besar ini, sangat membutuhkannya

Prof. Dr. Franz Magnis Suseno, S. J./Romo Magnis(Profesor Filsafat, Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara) sebagai pembicara kedua juga mengungkap pentingnya keberadaan Pancasila sebagai identitas bangsa yang memiliki banyak identitas komunitas ini.

Romo Magnis mengisahkan bagaimana para pendiri bangsa yang mayoritas beragama Muslim tidak menggunakan identitas agamanya sebagai dasar pendirian bangsa dan negara yang bersatu. Melainkan dengan ideologi bersama yang berbentuk Pancasila. Intoleransi alami adalah tantangan yang tidak bisa kita hindarkan.

Agama sebagai Sumber Kasih

Oleh karena itu kebangsaan yang berjiwa Pancasila harus terus-menerus kita aktualisasikan. Salah satunya adalah dengan menjadikan agama sebagai sumber kasih, rahmatan lil alamin. Para tokoh agama harus dapat membicarakan hal-hal positif tentang agama yang lain.

Juga komunikasi antar penganut agama yang berbeda. Kita bisa saja datang bersilaturahmi, berbicara, sehingga kita mulai bisa menyenangi karena mulai terbiasa satu sama lain, tresno jalaran soko kulino. Dengan adanya komunikasi, maka masalah juga dapat kita bicarakan bersama dan terselesaikan.

Termasuk dalam pengalaman pendidikan yang baik adalah menumbuhkan kebanggaan sebagai orang Indonesia. Yakni melalui perjalanan sejarah, menghayati peristiwa nasional (seperti sepak bola), juga bekerjasama dalam memajukan keadilan, solidaritas dan kesejahteraan.

Dengan demikian, kita sebagai bangsa bisa melakukan rekonsilisasi yang berupa keberanian menghadapi masa-masa gelap yang lampau dan sedang terjadi. Oleh karena itu, guru-guru sebagai tenaga pendidik harus memiliki pandangan terbuka dan bangga mengatakan “Aku Indonesia.” Tujuannya agar semangat tersebut menjalar dan berpengaruh kepada murid-muridnya.

Sebagai pembicara ketiga, Prof. Dr. Katherine Marshall (Vice President, G20 Interfaith Association (IF20)) memberikan dua pernyataan: pertama, keteladanan Indonesia sebagai negara kesatuan atas keberagaman. Kedua, peran Indonesia sebagai pelaku utama dalam G20 yang menjawab beragam tantangan secara nasional maupun global.

Membincang Keberagaman

Keberagaman banyak sekali bentuknya. Ia bersifat purba dan selalu ada di dunia ini dari waktu ke waktu, dan semakin terasa mendalam dan semakin membesar di masa yang akan datang. Hal ini bisa kita lihat dari berbagai fenomena di seluruh penjuru dunia, sehingga para pemimpin bangsa seharusnya melihat dan mampu menjawab tantangan ini. Selanjutnya, realita keberagaman harus bisa kita jadikan kekuatan, bukan perpecahan.

Karena penyeragaman itu akan menjenuhkan, stagnan, dan sulit berkemajuan. Akan tetapi, manfaat keberagaman ini tidak dapat kita lihat dalam jangka pendek, sehingga harus selalu kita usahakan, dan kita pahami dengan baik bahwa kita adalah makhluk yang tidak homogen.

Semua negeri pasti mengalami keragaman sebagai tantangan. Sebut saja perubahan dan tantangan di Uni Eropa ialah terkait tingkat imagrasi yang tinggi, karena terdapat realita kompleksitas keberagaman baru yang berada di hadapan mereka.

Ringkasnya, kita harus merayakan keberagaman ini dengan bersepakat untuk saling menghargai dengan berbagai status perbedaan yang ada. Oleh karena itu, kita membutuhkan tatanan sosial dan pemerintah yang baik untuk melakukan cita-cita tersebut.

Pendidikan sebagai Jalan Praktis

5 menit terakhir menjadi waktu bagi pembicara keempat, Dr. Chris Seiple (Senior Research Fellow, University of Washington) untuk menyampaikan paparannya. Dr. Chris mengungkap bahwa polarisasi menyebabkan terancamnya kerjasama dan ittikad baik antar agama mencapai titik tengah. Terutama dalam menghadapi tantangan global yang sama-sama kita hadapi saat ini.

Pendidikan adalah salah satu jalan yang praktis, dan tepat. Di mana ini merupakan titik awal dari kewarganegaraan para anak bangsa dalam mewujdukan cita-cita bersama. Kewargaan itu bisa berupa kewargaan spiritual, kewargaan global/hablum min al-nas, dan kewargaan nasional/bangsa dengan bergotong-royong serta menghormati perbedaan yang ada.

Oleh karena itu, guru harus memantiknya dengan memiliki kemampuan holistik dalam sejarah. Guru harus berinteraksi secara komprehensif dengan murid di dalam dan luar ruang. Selain itu menjadi teladan yang baik bagi murid-muridnya hingga dapat ditiru oleh para muridnya. Guru adalah titik awal dalam keberhasilan pendidikan persatuan dan kesatuan bangsa.

Pancasila bertambah usia, tambah pula manfaatnya untuk Indonesia dan dunia. Selamat ulang tahun wahai ideologi negeriku, berkah selalu! []

Tags: IndonesiaKebangsaankeberagamanPancasilasejarah
Aspiyah Kasdini RA

Aspiyah Kasdini RA

Alumni Women Writers Conference Mubadalah tahun 2019

Terkait Posts

Peran Aisyiyah

Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

20 Mei 2025
Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas

Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama

20 Mei 2025
Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version