• Login
  • Register
Sabtu, 5 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Film

Film Ki & Ka (2016): Normalisasi Pertukaran Peran dalam Rumah Tangga

Film Ki & Ka Seolah mematahkan stereotip tentang perempuan, Kia digambarkan sebagai alpha woman. Jiwa kepemimpinannya sangat dominan. Kabir justru tergambarkan sebagai sosok laki-laki yang jiwa femininnya lebih dominan

Dewi Surani Dewi Surani
16/06/2023
in Film, Rekomendasi
0
Film Ki & Ka

Film Ki & Ka

1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Di tengah kondisi masyarakat India yang masih kental dengan budaya patriarki, sepasang suami istri berkomitmen untuk “melawan arus”. Mampukah rumah tangga yang mengusung kesetaraan gender itu bertahan?

Mubadalah.id – Film Ki & Ka arahan sutradara R. Balki punya dua tokoh utama protagonis, yaitu Kia dan Kabir. Dalam gramatika bahasa Hindi, dikenal sistem gender yang membedakan kata benda sebagai feminin dan maskulin. Ki dalam bahasa Hindi berkategori feminin, berarti hers dalam bahasa Inggris. Sementara itu, ka berkategori maskulin, berarti his.

Film Ki & Ka Seolah mematahkan stereotip tentang perempuan, Kia digambarkan sebagai alpha woman. Jiwa kepemimpinannya sangat dominan. Kabir justru tergambarkan sebagai sosok laki-laki yang jiwa femininnya lebih dominan. Secara karakter, ia justru lebih lembut daripada Kia. Karakternya ini saling melengkapi dengan Kia. Ibaratnya Kia memegang gas, Kabir memegang rem sehingga dapat berjalan bersama.

Perasaan saling melengkapi inilah yang membuat Kia dan Kabir memutuskan untuk menikah setelah bertemu di pesawat kemudian menjalin hubungan. Ada beberapa poin dalam pernikahan Kia dan Kabir yang menjunjung tinggi kesetaraan, tetapi juga menghadapi tentangan.

Diskusi Sebelum Pernikahan

Pernikahan Kia dan Kabir berlangsung setelah mereka melakukan diskusi dan membuat kesepakatan. Terkait perbedaan usia, yakni Kabir yang masih 20-an awal, sementara Kia sudah jelang 30-an, yang tidak lazim dalam masyarakat mereka, mereka menganggapnya bukan masalah.

Yang paling penting tentunya tentang pembagian kerja ketika mereka menikah nanti. Disepakatilah bahwa Kia yang akan bekerja mencari nafkah, sementara Kabir yang akan mengurus rumah. Keputusan ini berdasarkan atas sikap saling menghormati, bahwa Kabir menghormati keinginan Kia yang ingin mengejar karier, sementara Kia menghormati keinginan Kabir untuk mengurus rumah seperti mendiang ibunya.

Baca Juga:

Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

Begal dan Geng Motor yang Kian Meresahkan

Kiat-kiat Mewujudkan Keluarga Maslahah Menurut DR. Jamal Ma’mur Asmani

Tak mendapatkan restu dari ayah Kabir, mereka pun tinggal di apartemen Kia. Dalam masyarakat India, pasangan yang tinggal di pihak perempuan disebut gharjamai. Laki-laki yang tinggal di keluarga perempuan sering kali mendapatkan stigma negatif karena biasanya mereka yang menyediakan tempat tinggal dan memenuhi kebutuhan keluarga.

Mengenali Potensi Diri

Manusia, baik laki-laki maupun perempuan memiliki potensi yang sama, seperti sama-sama memiliki akal, emosi, dan hasrat seksual. Keduanya punya hak yang sama untuk mengenali dan mengembangkan karunia dari Allah itu untuk menjadikannya manusia yang utuh.

Sedari awal, Kia dan Kabir masing-masing sudah mengenali potensi dirinya. Kia memahami bahwa dia punya potensi besar dalam bisnis sehingga berkarier di dunia korporat adalah jalannya. Ia tidak memaksakan diri untuk menikah atau menjalin hubungan dengan dengan laki-laki yang tidak bisa menerima bahwa ia tidak terampil dalam urusan rumah tangga.

Demikian halnya dengan Kabir yang mengenali bahwa potensi dia adalah pekerjaan dalam rumah tangga. Ia lebih suka berkutat di dapur menghasilkan berbagai hidangan, mendekorasi rumah, bersosialisasi dengan tetangga, dan mengatur keuangan keluarga daripada bekerja kantoran.

Kesadaran akan potensinya ini mendapatkan tentangan dari ayahnya yang berharap Kabir akan meneruskan usahanya. Ayahnya pun meragukan apakah anaknya itu akan berhasil dalam pernikahannya dan melabelinya sebagai laki-laki yang payah.

Masalah Rumah Tangga sebagai Tanggung Jawab Bersama

Layaknya rumah tangga lainnya, Kia dan Kabir juga menghadapi masalah. Salah satu masalah yang mereka alami ialah finansial. Apartemen yang mereka sewa akan pemiliknya jual. Kabir yang sudah mendekorasi apartemen itu sesuai impiannya merasa sangat sayang jika mereka harus pindah.

Sebagai pengatur keuangan keluarga, Kabir merombak anggaran agar bisa menyisihkan uang. Untuk mendapatkan uang tambahan, ia memanfaatkan pertemanan dengan ibu-ibu tetangganya. Kabir menjadi instruktur gym mereka dan mendapat upah yang lumayan. Dengan uang yang ia kumpulkan, ia dan Kia bisa membeli apartemen itu.

Saling Menghormati Hak Seksual

Salah satu hal yang ditekankan ketika membicarakan kesetaraan gender ialah membuat pengalaman reproduksi perempuan menjadi lebih nyaman. Perempuan memiliki pengalaman reproduksi yang khas, dengan durasi berbeda-beda, dan membawa konsekuensi rasa sakit atau adza, kurhan (melelahkan), dan wahnan ala wahnin (sakit berlipat-lipat).

Hubungan seksual yang terasa nikmat antara laki-laki dan perempuan pun perlu kita bicarakan karena akan membawa rentetan konsekuensi bagi perempuan. Dari hubungan itu akan ada kemungkinan perempuan hamil, melahirkan, nifas, dan menyusui. Mengingat bahwa tubuh perempuan yang akan mengalaminya, perlu kesiapan yang matang untuk memutuskan apakah ia ingin hamil atau tidak.

Mempertimbangkan kesibukan Kia di pekerjaannya, Kia dan Kabir menunda momongan. Akan tetapi, satu hari ia curiga bahwa dia hamil. Kabir berusaha menenangkan dan meyakinkan Kia bahwa mereka sudah berusaha mencegah kehamilan itu. Namun, bila memang itu terjadi, mereka akan mencari solusi bersama.

Kerja Domestik Maupun Publik yang Sama Pentingnya

Kia dan Kabir sepakat bahwa kerja domestik maupun publik sama pentingnya. Pekerjaan Kia dalam sektor publik tentunya memiliki peran utama untuk menyangga rumah tangga dalam hal finansial. Output-nya pun nyata sehingga Kia punya kesempatan untuk tampil dan mendapatkan sorotan. Namun, hal ini tidak membuatnya lupa akan suaminya yang punya peran besar dalam mendukung kariernya.

Pemikiran Kabir akan pentingnya kerja di sektor domestik terpengaruhi oleh mendiang ibunya. Baginya, peran serta ibunya sangat besar di balik kesuksesan ayahnya sebagai pebisnis. Namun, peran itu sering kali terabaikan dan dianggap tidak ada. Hasil kerja itu hanya dianggap berjalan sebagaimana mestinya, tidak mendapat apresiasi yang layak sebagaimana kerja publik.

Berawal dari interview Kia yang menyebutkan bahwa ia punya suami yang hebat, tiba-tiba saja Kabir menjadi sorotan masyarakat. Pemikiran Kabir akan kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam sektor publik maupun domestik membuatnya mendapatkan banyak undangan untuk berbicara dalam seminar bertema kesetaraan gender.

Kia merasa cemburu akan popularitas Kabir. Kesibukan Kabir yang baru, yakni menjadi pembawa acara memasak di TV, bintang iklan, dan pembicara seminar pun membuat pekerjaannya di rumah terbengkalai. Waktu mereka bersama semakin sedikit. Rumah tangga mereka pun goyah.

Ide besar dalam film ini ialah pemahaman bahwa seks dan gender adalah dua hal yang berbeda. Seks adalah perbedaan laki-laki dan perempuan yang sifatnya biologis, terkait dengan organ reproduksi, dan tidak dapat kita pertukarkan. Sementara itu, gender adalah konstruksi budaya yang membedakan peran laki-laki dan perempuan dan sifatnya sangat cair, dapat dipertukarkan.

“Pertukaran peran” dalam rumah tangga yang tidak lazim dalam masyarakat India berusaha dinormalisasi dalam film ini. Perempuan bisa menjadi breadwinner, sementara laki-laki bisa mengurus rumah tangga.

Tanpa saling merendahkan, film ini menempatkan keduanya dalam posisi setara. Istri yang bekerja tetap menghormati dan bangga akan suaminya. Sementara itu, suami yang tinggal di rumah tetap mendukung karier istri dan berkontribusi untuk rumah tangga. []

 

 

Tags: Film IndiaFilm Ki & KaGenderkeadilankeluargaKesetaraanReview Film
Dewi Surani

Dewi Surani

Dewi Surani adalah alumnus Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya UGM. Masuk 2008 dan lulus 2012 dengan fokus studi linguistik. Saat ini bekerja di salah satu penerbit universitas di Yogyakarta sebagai pemeriksa aksara. Membaca, menari, dan fotografi adalah hobi yang digelutinya.

Terkait Posts

Gerakan KUPI

Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

4 Juli 2025
Squid Game

Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

3 Juli 2025
Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Kebencian Berbasis Agama

Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

2 Juli 2025
Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Rumah Tak

    Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Belajar Inklusi dari Sekolah Tumbuh: Semua Anak Berhak Untuk Tumbuh
  • Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat
  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak
  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID