Mubadalah.id – Konsep ekonomi sirkular kini menjadi pembahasan serius dalam dunia perekonomian. Ekonomi sirkular merupakan cara kerja yang berusaha memperpanjang siklus kehidupan dari sebuah produk, bahan baku, hingga sumber daya yang ada di kehidupan. Supaya dapat menjadi bermanfaat selama mungkin. Tidak hanya itu, konsep ini juga berupaya mempertahankan nilai produk saat digunakan serta menggunakan kembali untuk menghasilkan produk baru di akhir masa pakainya.
Ellen Macarthur Foundation, sebuah badan amal yang berbasis di Inggris, menyebut ekonomi sirkular sebagai sebuah sistem yang dapat menangani permasalahan global. Mulai perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, tingginya limbah dan polusi melalui kegiatan ekonomi yang minim limbah dan polusi, peredaran produk dan material pada nilai tertingginya, hingga regenerasi alam.
Dengan konsep ekonomi sirkular, manusia bisa mencapai lebih banyak dengan menggunakan lebih sedikit. Singkatnya, sesuatu yang kita pakai tidak langsung habis dan teronggok di tong sampah begitu saja.
Ekonomi Sirkular X Ekonomi Linear
Konsep ekonomi sirkular ini tentu bertolak belakang dengan konsep ekonomi linear. Ekonomi linear merupakan model yang tidak berkelanjutan untuk jangka panjang. Itu karena sistem linear masih menggunakan pendekatan ”ambil, pakai, buang”.
Di sisi lain, ekonomi sirkular tidak sebatas membahas pengelolaan limbah yang lebih baik dengan lebih banyak melakukan daur ulang. Lebih dari itu, ekonomi sirkular juga mencakup serangkaian intervensi yang luas di seluruh sektor ekonomi seperti efisiensi sumber daya dan pengurangan emisi karbon.
Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas Medrilzam dalam ulasannya, Membangun Ekosistem Guna Ulang untuk Ekonomi Sirkular, menyebut ekonomi sirkular bertujuan untuk membuat sebuah produk dan material dapat digunakan selama mungkin untuk meminimalkan limbah.
Prinsip ekonomi sirkular ini lebih mengedepankan desain produk yang minim limbah serta masa pakai yang tahan lama dan berulang. Dengan begitu, pengelolaan sampah dan daur ulang menjadi pilihan terakhir.
Ekonomi Sirkular di Indonesia
Di Indonesia, ekonomi sirkular dapat menjadi solusi dalam mengurangi kebocoran pengelolaan sampah plastik. Sistem ini juga dapat menghemat sumber daya seperti air dan energi.
Dalam pandangan Medrilzam, prinsip ekonomi sirkular dapat mengurangi dampak lingkungan secara signifikan daripada, misalnya, konsep single-use plastic (plastik sekali pakai). Khususnya mengurangi timbulan sampah plastik.
”Sistem guna ulang (sirkular) dapat menginternalisasi penggunaan secara berulang pada suatu kemasan ke dalam model bisnis. Dengan begitu, meskipun suatu produk telah selesai dikonsumsi, kemasannya tidak langsung dibuang,” tulisnya dalam artikel yang tayang di Kompas pada 7 September 2023 itu.
Namun, ia menggarisbawahi bahwa guna ulang berbeda dengan sistem daur ulang, yang berupaya mengembalikan sisa kemasan ke dalam siklus produksi. Menurutnya, sistem daur ulang sangat bergantung pada pemilahan dan pengumpulan sisa kemasan oleh konsumen, yang saat ini belum memiliki sistem pengelolaan yang baik dan terpadu di Indonesia.
Yang tak kalah penting, sistem ini juga dapat membawa penghematan sumber daya, misalnya air dan energi. Lebih dari itu, manfaat praktik ekonomi sirkular ini tidak hanya pada aspek lingkungan, tetapi juga secara ekonomi dan sosial.
Dari Ekonomi Sirkular Menjadi Sekolah Sirkular
Kini, sejumlah sekolah di Indonesia mulai menerapkan model ekonomi sirkular .Adalah Junita Widiati Arfani dan koleganya di Universitas Gadjah Mada yang menginisiasi sekolah sirkular. Menurut Junita, sekolah sirkular adalah sekolah yang menerapkan setidaknya lima prinsip ekonomi sirkular: rethink, reduce, reuse, recycle, dan repair.
Rethink berarti memikirkan ulang barang yang akan dipakai dan seberapa jauh nilai kebutuhannya. Reduce artinya pengurangan pemakaian material mentah dari alam. Reuse adalah optimasi penggunaan material yang dapat digunakan kembali. Recycle bermakna penggunaan material hasil dari proses daur ulang. Adapun repair ialah melakukan perbaikan.
Lebih lanjut, Junita menjelaskan, prinsip-prinsip tersebut lantas menjadi beberapa aspek. Pertama, knowledge co-production on circular economy. Artinya, kontribusi sekolah pada pengembangan atau produksi pengetahuan tentang ekonomi sirkular, baik melalui kolaborasi dengan universitas, lembaga akademik lain, maupun dengan pihak praktisi ekonomi sirkular.
”Misalnya, penulisan bab buku, artikel di media, kerja sama penelitian bersama bertema sirkularitas dan sustainabilitas, dan lain-lain,” kata Junita saat dihubungi pada Rabu, 19 November 2023.
Kedua, curriculum design/school activities adoption on circular economy. Dalam hal ini, pihaknya mengadopsi pengetahuan (konsep dasar, etika) dan praktik ekonomi sirkular ke dalam kurikulum sekolah, baik melalui mata pelajaran intrakurikuler, ekstrakurikuler, maupun kegiatan kokurikuler.
Ketiga, outreach program on circular economy. Di sini, pihaknya melakukan sosialisasi serta memberikan edukasi dan promosi ke pihak luar tentang ekonomi sirkular. Misalnya, mengikuti lomba, pameran, kampanye media sosial, dan lain-lain.
Butuh Kerjasama Masyarakat dan Pemerintah
Terakhir, partnership building. Program ini bertujuan untuk membangun kemitraan antara sekolah dan perusahaan, organisasi, lembaga pemerintah, atau pemerintah kota dan organisasi sponsor lain guna membuka jalur baru menuju pertumbuhan dan kesuksesan praktik ekonomi sirkular di sekolah.
Kemitraan ini akan membantu menghadirkan sumber daya dari entitas mitra ke dalam kelas atau sekolah. Pada gilirannya, kemitraan membantu memenuhi inisiatif atau misi strategis entitas mitra.
”Outreach program juga mengembangkan hubungan yang lebih dalam antara siswa dan komunitas tempat mereka tinggal, menciptakan hubungan komunitas bagi mitra sponsor untuk berpartisipasi, dan membina niat baik dalam mengembangkan sirkularitas di sekolah,” tutur direktur Janitra Bhumi Indonesia tersebut.
Pada kesempatan yang lain, Suci Lestari Yuada, kolega Junita di Universitas Gadjah Mada, menjelaskan, melalui sekolah ekonomi sirkular, sekolah mendapat pemahaman untuk mengurangi sampah dalam aktivitas pembelajaran. Contohnya, membawa alat makan dan minum sendiri, membuat ecobrick, hingga memilah-milah sampah.
”Banyak yang salah kaprah terkait ekonomi sirkular ini. Mayoritas hanya fokus mengelola sampah pada tahap akhir. Padahal, masing-masing ada sampahnya, mulai tahap produksi, distribusi, hingga konsumsi,” ujarnya pada Sabtu, 12 Agustus 2023.
Karena itu, lanjut Suci, masyarakat juga memiliki peran penting dalam pengelolaan sampah. Perbaikan dalam budaya masyarakat itu juga mesti mendapat dukungan berupa perbaikan infrastruktur dan sistem. Jangan sampai ketika masyarakat sudah rajin, sudah memilah dan mengurangi sampah, tetapi sistem pengelolaannya masih berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA).
”Jadi, memang butuh kerja sama dengan berbagai pihak dan sektor, khususnya masyarakat dan pemerintah,” tegasnya.
Sekolah Banyu Bening
Di Yogyakarta, ada satu komunitas yang telah lama menerapkan konsep sekolah ekonomi sirkular. Namanya Komunitas Banyu Bening. Dari komunitas ini kemudian lahir sekolah informal: Sekolah Air Hujan Banyu Bening. Komunitas ini juga menjadi salah satu pilot project dari sekolah sirkular, gagasan Junita Widiati Arfani dan kolega dari Universitas Gadjah Mada tadi.
Sekolah Air Hujan Banyu Bening yang beralamat di Dusun Tempursari, Desa Sardonoharjo, Kecamatan Ngaglik, Sleman, ingin mengajak masyarakat dari berbagai usia dan lapisan untuk mengenal air hujan secara lebih mendalam.
Menurut Sri Wahyuningsih, ketua Komunitas Banyu Bening, pihaknya bergerak di bidang konservasi alam. Terutama kampanye penggunaan air hujan dan menanam tanaman untuk konservasi air hujan. Tim Banyu Bening telah mengampanyekan kegiatan memanen air hujan ini kepada masyarakat, bahkan sampai ke luar Pulau Jawa.
”Air hujan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan mandi, cuci, kakus (MCK). Air dari langit ini juga bisa untuk air minum dan kebutuhan memasak,” tuturnya.
Sri menjelaskan, di Komunitas Banyu Bening, pihaknya mengusung konsep lima M. Yakni, menampung air hujan, mengolah dengan cara apa pun, meminum air hujan, menabung air hujan, dan pada akhirnya masyarakat bisa mandiri dengan memanfaatkan air hujan.
Mengapa Air Hujan?
”Kenapa sih (air hujan) harus diminum. Daripada air yang lain, air hujan adalah air yang mengandung sedikit polutan atau mineral penyertanya. Apalagi sebelum air menyentuh ke tanah. Sehingga membuat klaster molekul di air hujan itu sedikit, sehingga air hujan dengan mudah masuk ke dalam sel manusia,” terangnya dikutip dari Harian Jogja pada Minggu, 19 November 2020.
Kini, sejumlah sekolah Muhammadiyah mulai mengaplikasikan model sekolah sirkular. Di SD Muhammadiyah 4 Surabaya, misalnya, sekolah sirkular telah resmi menjadi kegiatan andalan sekolah sejak Agustus 2023. Kemudian, sekolah-sekolah Muhammadiyah yang lain, terutama di daerah Yogyakarta dan Jawa Tengah, juga mulai menerapkan sekolah sirkular atas kerja sama dengan Universitas Gadjah Mada.
Mengapa harus mulai dari sekolah? Karena dunia pendidikan yang melibatkan anak-anak masih menjadi cara paling efektif untuk mengenalkan sebuah gagasan atau program. []